___
Kerajaan Xiris
Kota Sernia
22 Januari 1300
___
Saat kuterbangun, Kakek Izwar menghilang dari tempat tidurnya. Aku berjalan mencarinya, tidak jauh dari situ, aku bertemu dengan Kakek Izwar yang sedang mengorek-ngorek tempat pembuangan sampah. Sepertinya dia mencari makanan sisa. Apakah dia menjalani hidup seperti ini setiap harinya?
Aku menyapa Kakek Izwar, "Pagi Kek, sedang apa?"
Kakek Izwar menoleh melihatku. "Nak Arezha, selamat pagi." Pandangannya terfokus pada pembuangan sampah kembali, "Aku sedang mencari sesuatu untukku makan nanti"
"Kemarilah Kek. Aku memiliki makanan, kau hanya perlu memasaknya terlebih dahulu." Ini adalah makanan terakhirku hari ini, hanya ini yang bisa ku berikan saat ini.
Hal yang terbaik saat ini adalah mencari pekerjaan, jika aku memiliki uang aku pasti bisa membantu lebih banyak.
Kakek Izwar berhenti mengorek-ngorek pembuangan sampah itu dan mendekatiku. "Terima kasih nak Arezha, bagaimana denganmu sendiri? Apakah kau sudah memakan sesuatu hari ini?"
"Jangan pikirkan aku, aku akan mencari pekerjaan hari ini Kek. Doakan aku semoga beruntung."
"Baiklah, semoga beruntung nak Arezha!"
___
Hari berlalu dengan cepat. Hari terasa terulang seperti kemarin. Aku menghela napas. "Hasilnya nihil. Besok, besok aku pasti akan mendapatkannya!"
Sepertinya malam ini aku akan berpuasa hingga besok hari, ketika hendak kembali ke tempat Kakek Izwar. Aku berpapasan dengan penjaga gerbang yang menanyaiku kemarin, dia melirikku lalu memanggilku, "Hei kau, kau terlihat kebingungan ada apa?"
Aku berhenti berjalan dan menghadap kepadanya. "Hari ini aku mencoba untuk mencari pekerjaan, akan tetapi sulit bagiku untuk mendapatkan satu saja pekerjaan."
"Aku baru ingat, kau bukan penduduk sini... apa kau memiliki kerabat yang hidup di sini?"
"Tidak ada, aku hidup sendirian. Mencoba kehidupan baru di kota ini."
Dia kembali bertanya, "Lalu di mana kau beristirahat, sebuah penginapan?"
"Saat ini aku tidak memiliki apa-apa, aku beristirahat di bawah jembatan. Tidak terlalu nyaman tetapi cukup aman."
"Mungkin sedikit sulit untuk memulai kehidupan baru di sini tanpa apa-apa. Ikutlah denganku, kau boleh bermalam ditempatku. Aku tinggal tidak jauh dari sini." Senang mendengar dia berkata seperti itu, kuharap dia tidak menipuku.
Aku pun mengiyakan dan ikut bersama dia. Sesampai di distrik utara tepat di depan rumah berlantai dua yang besar terbuat dari papan kayu. Aku bertanya, "Apakah ini tempatnya?"
Penjaga itu membuka helm besinya yang terlihat berat. Memperlihatkan rambutnya yang pirang terangin-angin memancarkan kesan gagah lalu menjawab pertanyaanku, "Ya, di belakang rumahku ada gudang kecil. Semenjak aku memiliki gudang yang lebih besar, gudang itu sudah kukosongkan. Walaupun kecil kurasa itu cukup untukmu untuk bermalam."
Merasa tertolong aku pun memberi gestur rasa terima kasih. "Terima kasih banyak. Aku rasa itu sudah lebih dari cukup."
Penjaga itu memberi tahu satu hal, "Jika kau hanya ingin bermalam saja kau tidak perlu membayar sepeserpun, tetapi jika kau ingin menetap, bekerjalah sebagai pegawai ayahku di kedai. Dia sepertinya membutuhkan satu atau dua pegawai lagi, cukup bagus untuk mu memulai kehidupan baru. Ayahku akan membayarmu dengan layak!" Dia memberikan lengannya ajakan untuk berjabat tangan. "Aku lupa memperkenalkan diri, namaku Adry!", ku jabat tangannya. "Aku Arezha."
Pada akhirnya aku mendapatkan pekerjaan yang nyata, kuharap ini bukanlah mimpi belaka. Aku harus memberi tahu kakek Izwar jika ada waktu.
___
Kerajaan Xiris
Kota Sernia
23 Januari 1300
___
Keesokan hari dipagi hari Adry mengetuk pintu. "Arezha keluarlah, akan kutunjukkan kedai ayahku."
Aku segera menyiapkan diriku. "Baiklah, tunggu sebentar." Aku pun keluar menyapa Adry yang menggunakan pakaian kasualnya.
Karena pakaian kasualnya, timbullah pertanyaan, "Di mana zirahmu, bukankah kau juga akan bekerja?"
Wajahnya mengarah kepadaku dan menjawab, "Tidak, hari ini aku senggang, lagi pula penjaga gerbang bukan aku saja haha, mari ikuti aku."
"Baik, aku akan mengikutimu." Adry mulai berjalan dan aku pun mengikuti di sampingnya.
Sementara kami berjalan, Adry melontarkan pertanyaan, "Omong-omong Arezha... Rezha... Reza, ah sepertinya Reza bagus. Boleh ku panggil begitu?"
"Silakan, aku tidak keberatan." Apakah ini rasanya memiliki teman?
"Reza, apa yang membawamu ke Kota Sernia?" tanyanya.
Jujur aku pun bingung harus menjawab apa. "Entahlah aku sendiripun tidak tahu, ditempat asalku aku tidak memiliki pekerjaan, yang kulakukan hanya pekerjaan kecil dan mengharapkan kebaikan dari orang sekitarku. Mungkin itulah yang membuatku hidup sampai saat ini. Mereka sudah muak untuk menampung diriku sebagai benalu dan aku pun diusir dari sana. Jadi karena terpaksa, aku tanpa pikir panjang menuju Kota Sernia dan berharap akan bernasib baik di sini, setidaknya menjadi manusia yang berguna."
"Haha aku sedikit terkejut mendengarnya, jika kau ingin memperbaiki keadaanmu bukankah lebih baik mencari pekerjaan di Ibukota atau Kota terdekat dari Desamu. Keadaan lebih sibuk di sana, tentu lapangan pekerjaanpun terbuka luas. Bahkan orang-orang Sernia pun berpindah untuk menguji keberuntungannya di Ibukota. tetapi kau malah pergi ke Sernia, kecuali kau adalah pedagang yang membeli produk impor dari pelabuhan di Sernia dan menjualnya di Ibukota."
Sejujurnya aku hanya tidak ingin bertemu dengan ayahku yang berada di kota terdekat dari desaku, menjengkelkan. "Aku baru menyadarinya setelah kau berkata begitu, mungkin lebih masuk akal jika aku pergi ke Ibukota, aku kemari karena tidak berpikir dua kali," ucapku.
Adry tersenyum mendengarnya. "Haha, sudahlah sekarang kau ada di sini, dan kau sudah kujanjikan pekerjaan, kau bisa tenang sekarang. Tempat kau bekerja adalah tempat yang bersejarah diwariskan secara turun temurun dan kedai itu beroperasi sampai sekarang karena terkenal dan ramai, hebat bukan?"
Disepanjang perjalanan kami basa basi membicarakan banyak hal.
Dia memanduku menuju kedai ayahnya yang berada di sekitar Pelabuhan Regia. Tempat yang strategis di mana para nelayan, pedagang berdatangan dari arah pelabuhan sedangkan di sebelah pun banyak penduduk lokal berdatangan. Kedai yang katanya warisan keluarga turun temurun itu masih berdiri kokoh. Menjadi salah satu tempat yang sering dikunjungi oleh banyak orang-orang.
___
Adry berhenti melangkah di depan kedai ayahnya, lalu dia berkata, "Ini dia kedainya, mari kita masuk."
Kami memasuki kedai itu. Mengharapkan kedai yang khas. Aku terkagum-kagum, interiornya yang sangat indah. Aku bisa melihat permadani dan lukisan tua tergantung di dinding, dan perapian batu besar dengan api yang menggerumuh berkertak di sudut.
Ayahnya Adry merupakan seorang lelaki berumur 40-an yang mengenakan pakaian tradisional. Mendekatlah kami berdua. Adry berkata, "Tunggu, duduklah dahulu di sini," ucapnya sembari membawa kursi dari meja pelanggan dan menyodorkan kursi kepadaku.
Tidak bermaksud menguping, tetapi aku bisa mendengar mereka berbicara dengan jelas.
"Ayah, aku membawa seseorang untuk bekerja." Ayahnya melihatku dari kejauhan dan bertanya pada Adry.
"Siapa dia?" Sembari menunjukku. Dengan rasa canggung aku berpura-pura tidak mendengar dan tidak melihat.
Adry menjawab, "Dia temanku, aku yakin dia bisa membantu Ayah di sini, dia adalah orang yang baik. Ayah sendiri yang bilang jika ayah membutuhkan seorang pekerja."
Ekspresi Ayahnya terlihat kecewa dan berkata, "Yang aku butuhkan itu kau Adry, bukan seorang asing, tetapi kau! yang akan mewarisi kedai ini nanti. Akan tetapi kau malah berniat untuk bergabung dengan militer negara!"
Mereka berdua berdebat, Adry membantahnya, "Aku melakukannya ini karena aku hanya ingin melindungi negara ini dan orang-orang terdekatku, Ayah!" Ayahnya terdiam dia pun duduk dengan kepala yang menunduk meredam marah, ketika emosinya sudah stabil. Ayahnya mengangkat wajah menatap Adry.
"Tetapi mengapa harus engkau Adry, mungkin sekarang kau adalah penjaga gerbang seiring berjalannya waktu pekerjaanmu menjadi lebih berbahaya. Entah jika kau ditempatkan dalam peperangan berdarah yang tak berarti, ataupun tugas-tugas berbahaya lainnya. Ada jutaan orang lain yang bisa menggantikanmu. Kau tidak perlu mengikuti arus semua ini, hiduplah dengan damai dan tenang di sini."
Adry pun duduk berhadapan dengan Ayahnya dan menggenggam tangan Ayahnya, "Ayah, aku sudah memiliki tujuanku sendiri. Kumohon untuk mengerti, jangan berkata seperti itu seakan ini tak berarti. Daripada itu, lihatlah temanku. Pekerjakan lah dia. dia mencoba untuk memperbaiki hidupnya. Berilah pekerjakaan padanya, kuyakin dia bisa membantu ayah di sini!"
___
Terimakasih sudah membaca, saya sangat senang!
Jangan lupa Like & Share
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments