Chapter 2 : Luciole Violette

“Kau tidak mengerti!” Teriak Putri Anastasia.

“Yang Mulia, dengan segala hormat, kau harus mengutamakan keselamatan dirimu sendiri. Karena prioritasku saat ini adalah memastikan kau tetap hidup dan selamat.”

Putri Anastasia melempar kertas yang diambilnya dari papan pengumuman pasar ke arah Leon dan pergi keluar pondok sambil menghentakkan kakinya. Di mengambil pedangnya yang selama ini hanya tergeletak di lantai pondok kayu mereka. Kedua tangan dikepal, tampak sedang sangat marah.

Leon memungut kertas itu dari lantai. Selebaran itu lah yang membuat Sang Putri tiba-tiba berbicara lagi padanya. Selebaran yang membangkitkan kembali semangat hidup dalam jiwanya yang hampir mati. Selebaran yang ditemukan oleh Putri Anastasia di papan informasi di pasar yang isinya kebanyakan adalah orang-orang yang buta huruf itu berisi tentang sebuah pengumuman resmi dari pihak kerajaan Nordhalbinsel.

"Yang Mulia Putra Mahkota Xavier dari Kerajaan Nordhalbinsel sedang mencari pengawal pribadi yang akan menerima upah 100.000 gold setiap bulan. Tidak ada syarat khusus. Wanita dan pria dari seluruh dunia dan dari berbagai usia diperbolehkan datang dan mengikuti audisinya yang akan dimulai dua minggu lagi di Aula Istana Utama Nordhalbinsel."

Begitulah yang tertulis di kertas berisi pengumuman itu.

Putri Anastasia meminta Leon untuk mengajarinya semua ilmu pedang yang diketahuinya serta apa saja yang harus dia lakukan agar terpilih menjadi pengawal pribadi Putra Mahkota Xavier. Dia berencana untuk masuk ke Istana Nordhalbinsel dengan cara ini agar dapat menyelamatkan ibu dan adiknya. Tapi Leon segera menolaknya dan bahkan melarangnya untuk mendekati Istana karena akan sangat berbahaya jika ada yang mengetahui bahwa dirinya adalah putri dari Schiereiland yang menghilang.

Pada akhirnya, Putri Anastasia berlatih pedang sendiri. Dengan dikompori oleh kalimat penolakan Leon tadi, masih dengan penuh amarah, dia mengayunkan pedangnya ke arah sebuah pohon tak jauh dari pondok kayu mereka. Anastasia terus menyerang pohon itu tanpa ampun sambil melampiaskan amarahnya karena temannya satu-satunya, kakak angkatnya, pria yang sangat dipercayainya, justru tidak mendukung apa yang ingin dia lakukan.

“Kau akan menyakiti pohon itu, Yang Mulia.”

Putri Anastasia bahkan tidak perlu menghentikan serangannya untuk menoleh ke arah Leon yang kini telah menyusulnya ke tempatnya berlatih seorang diri. Dia tetap berkonsentrasi pada musuh imajiner di hadapannya yang berupa pohon tua dengan batang kayu yang tebal. Serangan demi serangan dilancarkan hanya untuk membuat pohon itu bergoyang sedikit dan menjatuhkan daun-daun keringnya. Sama sekali tak memuaskan baginya.

“Kau menganggap pohon itu adalah aku? Wah, Yang Mulia, kalau itu aku sungguhan, pasti aku sudah mati.” Kata Leon lagi, kali ini dengan nada membujuk. Kini dia bersandar di pohon lain yang berada tak jauh dari Putri Anastasia. Dia mengamati setiap gerakannya dengan mata jeli seorang guru berpedang dan pengalaman seorang Jenderal. “Naikkan lagi sikumu, Yang Mulia.” Tambahnya, saat melihat ada sedikit saja kesalahan yang dilakukan oleh muridnya itu.

Putri Anastasia yang menyadari posisi tangannya salah, segera memperbaikinya. Biar bagaimana pun, Leon lah yang sudah melatihnya selama bertahun-tahun. Jadi, tak peduli semarah apa pun dirinya pada Leon, dia menuruti perkataan guru berpedangnya itu.

Putri Anastasia kembali menyerang pohon malang tak berdosa itu dengan pedangnya, kini dia lebih menjaga agar posisi menyerangnya benar. Posisi yang salah akan membuat pedangnya terasa lebih berat dan akhirnya mudah dikalahkan, juga bisa membuat ototnya sakit dan cidera. Dia mengingat pelajaran itu dari Leon sejak bertahun-tahun yang lalu.

Serangan ke kanan, serangan dari bawah ke atas, dari titik buta lawan, dia mencoba berbagai pola serangan yang sudah pernah diajarkan oleh Leon. Mengingat-ingat kembali semuanya karena hanya dengan cara itu dia dapat mencoba menjadi pengawal pribadi Sang Putra Mahkota dan pada akhirnya, menyelamatkan ibu dan adiknya.

Tepat saat dia akan mengayunkan pedangnya lagi, pedang dengan ornamen bunga mawar di pegangannya yang merupakan simbol kerajaan Schiereiland itu beradu dengan pedang legendaris milik Leon. Saat beradu, kedua pedang itu menciptakan bunyi denting logam yang sangat keras hingga membelah kesunyian di tengah hutan. Bunyi itulah yang sangat ingin didengarnya lagi. Bunyi itulah yang telah sangat dia rindukan. Rasanya seolah dia dapat kembali ke kehidupannya yang lalu sebagai seorang putri kerajaan. Ke masa-masa bahagianya saat latihan pedang bersama Leon adalah kegemarannya di waktu luang, bukan kewajiban yang dilakukan dengan tujuan untuk menyelamatkan keluarganya dan kerajaannya. Putri Anastasia berusaha menyembunyikan senyumannya saat melihat Leon menangkis serangannya.

"Jangan senang dulu." Leon menatapnya dengan serius dan berkata, “Kalau kau dapat mengalahkanku, aku akan mengizinkanmu mengikuti audisi itu.”

Tentu saja itu hal yang sangat sulit bahkan hampir mustahil baginya, mengingat Leon adalah Jenderal pasukan kerajaan Schiereiland di setiap perang yang mereka menangkan. Namanya di medan perang lebih ditakuti daripada nama Sang Raja sendiri. Orang-orang menjulukinya Singa dari Selatan atau Singa dari Schiereiland bukan tanpa sebab. Leon pernah menjalani pelatihan ekstrim oleh Ahli Pedang dari Barat sejak usianya masih 6 tahun. Di usia enam belas tahun, dia sudah memimpin pasukan perang Schiereiland dan memperoleh kemenangan pertamanya. Setiap kali ada perang atau pertempuran apa pun, Raja Edward selalu mengirim Leon ke barisan terdepan sebagai pemimpin pasukannya. Mengalahkan Leon, berarti mengalahkan kerajaan Schiereiland, begitulah istilahnya.

Putri Anastasia mulai menyerang Leon dengan pedangnya. Suara dentingan pedang mereka yang saling beradu menciptakan semacam melodi yang membuat jantungnya berdebar-debar. Sesaat, berbagai pelajaran ilmu berpedang yang selama ini diajarkan Leon menghilang dari kepalanya. dia terlalu fokus dalam menemukan cara untuk mengalahkan Leon dengan cepat. Dia mengabaikan segalanya dan hanya berfokus pada gerakan pedangnya.

Putri Anastasia mengayunkan pedangnya dari titik buta Leon, saat itu, kemenangan terlihat di depan matanya. Dan dia terlena oleh manisnya kemenangan yang belum datang hingga luput memperhatikan bahwa Leon sudah terlebih dahulu memblokir serangannya dengan cepat. Pedang mereka beradu di depan dada.

Putri Anastasia terengah. Titik-titik keringat mulai muncul di keningnya. Wajahnya kemerahan sementara dadanya naik turun, berusaha untuk mengatur nafas. Jantungnya berdebar hebat saat Leon menunjukkan senyum miring padanya. Lebih untuk mengejek alih-alih menggoda. Hal ini menyenangkan bagi Leon, padahal Putri Anastasia berusaha mengerahkan seluruh upayanya untuk mengalahkannya.

“Kau terlalu dekat dengan musuhmu, Yang Mulia. Dalam jarak sedekat ini, kau bisa mati jika tidak hati-hati.” kata Leon sambil tersenyum.

Leon selalu berhasil memblokir serangan terus menerus darinya. Mereka terus beradu pedang hingga dia mulai merasa lelah. Seorang Putri Kerajaan yang dibesarkan untuk duduk diam dan tersenyum manis, melawan seorang Jenderal yang sudah membawa kerajaannya dalam kemenangan beberapa kali saat berselisih dengan kerajaan-kerajaan lain. Pertarungan ini terlihat tak adil baginya dan dia harus memutar otak, mencari cara mengalahkan Leon. Jika dia tak cukup kuat untuk melawan Leon, maka dia harus cukup cerdik dan mencari titik lemahnya.

Masalahnya, Leon sepertinya tak memiliki kelemahan apa pun.

Satu jam telah berlalu dan kini dia mulai kehabisan nafas. Pandangannya mulai kabur, dan dunia di sekelilingnya seolah berputar hingga akhirnya dia jatuh ke tanah, tak sadarkan diri.

***

Saat Putri Anastasia membuka matanya, hari sudah malam. Leon berada tak jauh darinya, sedang membakar ikan yang tadi dibelinya di pasar. Aromanya yang enak membuat perutnya berbunyi. Bunyi itu segera saja membuat Leon sadar bahwa dia sejak tadi sedang diperhatikan.

"Kau sudah bangun, Yang Mulia." ucapnya sebagai sapaan.

"Kau mengalahkanku semudah itu." ucap Anastasia sambil berusaha duduk. Tapi kepalanya terasa berat dan akhirnya kembali berbaring di tempat tidurnya yang hanya beralaskan tumpukan jerami dan kain lusuh.

Leon segera menghampirinya dengan air di tangan kirinya dan sepiring ikan bakar di tangan kanannya, entah dari mana dia mendapatkan piring itu. Tanpa ragu, Anastasia langsung mengambil air itu dan menenggaknya habis.

"Kau sudah lama tidak makan. Mungkin kau bisa mengalahkanku setelah perutmu terisi penuh." Ledek Leon dengan nada sarkastik.

"Tentu saja."

Putri Anastasia segera mengambil piring berisi ikan bakar yang tampak sangat menggiurkan itu. Ikan itu merupakan makanan paling sederhana yang pernah dimakannya selama seumur hidupnya. Biasanya untuk makan malam, koki istana akan menyiapkan sembilan hidangan utama untuk setiap anggota keluarga kerajaan. Makannya pun dibuat dengan cara yang rumit dan bahan-bahan berkualitas. Tapi sekarang disini, di pondok kayu dengan lantai tanah dan perapian berupa api unggun kecil, dia memakan ikan bakar itu dengan sangat lahap seolah itu adalah makanan terenak sedunia.

Leon terlihat bangga memperhatikan Putri Anastasia yang memakan masakannya dengan lahap. Keahlian memasaknya tidak pernah dihargai oleh rekan-rekan prajuritnya selama masa perang. Jika gilirannya untuk memasak makan malam, biasanya anggotanya akan menolak halus dengan mengatakan, "Bagaimana bisa kami membiarkan Jendral memasak sementara kami hanya bersantai-santai. Biarkan kami saja yang memasak." Tapi di saat ini, masakannya adalah masakan paling lezat di antara mereka berdua, karena Sang Putri sama sekali tidak bisa memasak.

"Kau makan dengan lahap sekali sampai tidak ingat untuk membiarkan orang lain mencicipi makananmu terlebih dahulu. Bagaimana kalau makanan itu beracun?"

Putri Anastasia tidak membiarkan kata-kata Leon itu menghentikan makannya. Itu bukan karena dia sangat lapar. Bahkan meski memang begitu, dia terlalu mempercayai Leon yang sudah menjadi pengawalnya sejak hari dia dilahirkan untuk sedikit saja meragukan kesetiaannya.

"Makanlah pelan-pelan, Yang Mulia. Nanti kau tersedak."

"Kau tidak makan?" tanyanya.

"Aku sudah makan tadi." Jawab Leon dengan cepat. Terlalu cepat, sehingga dia pun tahu bahwa Leon berbohong. Mereka tidak punya cukup uang untuk membeli dua ikan. Dan Leon jelas hanya menjaganya sejak tadi.

"Aku sudah kenyang.” Ucapnya sambil bangkit menyisakan ikan bakar buatan Leon setengahnya agar Leon juga dapat memakannya. Dia pun berjalan menuju luar pondok, “Aku ingin mandi. Tolong siapkan air hangat dan—“ kata-katanya berhenti begitu saja. Dia hampir lupa bahwa mereka bukan lagi berada di Istana. Bahwa tak ada pelayan di sekitarnya. "Tunggu, bagaimana— Bukan, maksudku, di mana tempat mandinya?"

"Tempat mandi?" Ulang Leon. Dia tertawa dengan sarkastik, berdiri tegak, kemudian membungkuk dengan gerakan mendramatisir dengan tangan terulur seperti akan mengajaknya berdansa, "Yang Mulia, mari kuantar ke tempat pemandianmu."

***

Setelah berjalan tidak terlalu jauh dari pondok kayu mereka, mereka sampai di tempat pemandian yang Leon maksud.

"Danau?" pekiknya tak percaya. "Kau menyuruhku mandi di danau?"

Danau itu memang lebih besar dari bak mandi kerajaan yang ada di kamar mandi Istana. Tapi jelas sekali itu bukan tempat mandi yang layak untuk seorang Putri Kerajaan.

Namun, danau yang terbentang di depan mereka adalah danau yang bersih. Airnya sangat jernih sehingga mereka dapat melihat rumput-rumput liar yang tumbuh di bawah air, beberapa ikan kecil dan kerikil-kerikil kecil. Danau itu bermuara langsung ke sungai Scheine, sungai terpanjang di Schereiland yang mengalir sepanjang hutan ini. Di sekitar danau, tumbuh semak-semak belukar dan beberapa bunga mawar liar, membuat udara di sekitar mereka kini beraroma mawar.

Sebuah Pohon yang Sang Putri belum pernah lihat sebelumnya tumbuh di tengah danau. Pohon itu memiliki akar panjang yang mencuat sampai ke atas permukaan danau dan membentuk segitiga dengan batang pohon sebagai puncaknya. Daun pohon itu melebar membentuk sebuah payung raksasa di tengah danau. Beberapa kunang-kunang terbang di sekitar pohon itu. Kunang-kunang itu terbang mengelilingi pohon tersebut. Itu adalah jenis kunang-kunang yang berbeda dari kunang-kunang biasa. Cahayanya yang berwarna ungu berpendar menerangi kegelapan malam di dalam hutan itu. Membuat pemandangan malam itu di danau terlihat begitu ajaib.

"Indah sekali, bukan?" kata Leon sambil memandangi Sang Putri yang terpana melihat pohon yang dikelilingi kunang-kunang ungu itu.

Dia mengangguk tanpa sadar, masih terpesona dengan keindahan pemandangan di hadapannya. Buru-buru menyadari situasinya saat ini, dia pun segera menggeleng. "Maksudmu, aku akan mandi di tempat terbuka ini? Bagaimana jika ada orang yang melihatku?"

Leon mengangkat sebelah alisnya. "Yang Mulia, Kita sudah seminggu tinggal di hutan ini. Dan belum pernah ada satu pun orang lain yang datang ke tempat ini. Hutan ini terlalu luas dan terlalu menyeramkan untuk dilewati oleh orang."

"Maksudku..." Dia berdehem, "kau?" pipinya langsung merona saat mengatakan itu. Sang Putri bersyukur hutan ini terlalu gelap untuk memperlihatkan rona merah di pipinya saat itu. Tapi Leon cukup dekat untuk dapat melihat wajahnya yang tersipu malu.

Leon tertawa keras mendengarnya. Membuatnya kesal karena Leon tidak memikirkan hal itu. Bagaimana bisa seorang wanita terhormat mandi di tempat terbuka sementara ada pria yang dapat melihatnya telanjang. Tentu saja dia merasa malu. Meski pun sebenarnya Leon yang usianya lebih tua lima tahun darinya sudah seperti kakaknya sendiri.

"Yang Mulia, aku sudah mengenalmu sejak kau lahir. Bahkan aku pernah membantu para dayang menggantikan popokmu saat masih bayi—“ Tapi Leon tidak jadi melanjutkan kata-katanya saat melihat Sang Putri menatapnya dengan kesal. Tatapan tajam itu lebih mematikan dari pedang mana pun dan sanggup membuat seorang Jenderal terdiam. "Baiklah. Baiklah. Aku akan segera pergi. Maafkan kelancanganku.” Leon pun bersiap pergi, tapi tangan Sang Putri menahannya.

"Bukan begitu maksudku. Jangan tinggalkan aku. Kau berjaga di sini dan jangan mengintip."

Putri Anastasia segera pergi ke balik semak-semak untuk bersiap mandi. Saat berbalik memunggungi Leon, wajahnya memanas. Jantungnya berdebar-debar. Tapi kali ini bukan karena adrenalin yang dia rasakan saat berlatih tanding tadi dengan Leon. Ini karena hal lain. Dia mengatur nafas dan mencoba menenangkan debaran jantungnya sebelum akhirnya melepas pakaiannya dan mencelupkan satu kakinya ke dalam danau.

Nafas lega keluar dari bibirnya saat dia merasakan dingin dari air danau menjalar ke seluruh tubuhnya. Ternyata mandi di danau tak seburuk yang dia pikirkan.

"Yang Mulia—“

Refleks, Sang Putri segera menutupi tubuhnya dengan tangan. "Ada apa lagi?" sahutnya, kesal karena Leon mengejutkannya.

"Tidak apa-apa." Suara tawa tertahan terdengar dari balik semak-semak. "Aku hanya ingin mengingatkan, airnya dingin. Dan batu-batu di pinggir danau akan sangat licin. Jadi mohon berhati-hati."

***

Keesokan paginya, bahkan sebelum matahari benar-benar terlihat, Putri Anastasia sudah terbangun dan bersiap untuk berlatih pedang sendiri. Setelah makanan semalam, dan mandi air dingin, tubuhnya dapat beristirahat dengan baik. Pagi ini dia merasa sangat sehat dan segar baik tubuh maupun pikirannya. Dia meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia akan bisa mengalahkan Leon hari ini meski tidak dengan cara yang mudah.

Semalaman dia memikirkan bagaimana cara mengalahkan Leon. Tentu saja bukan dengan cara yang biasa. Dia tahu dirinya mungkin takkan bisa mengalahkan Leon meski dengan berlatih selama dua minggu, sedangkan dirinya hanya punya waktu kurang dari dua minggu sebelum pemilihan pengawal pribadi Putra Mahkota Xavier di Nordhalbinsel. Belum lagi perjalanan ke Nordhalbinsel yang akan memakan waktu paling cepat tiga hari jika mereka menaiki kuda atau kereta kuda. Untuk menyewa kuda dan mengisi perbekalan selama perjalanan menuju Nordhalbinsel juga mereka akan membutuhkan banyak biaya. Terlalu banyak yang harus dipersiapkan dan dipikirkan.

Sambil terus mengayunkan pedangnya, melatih gerakan yang dipelajarinya dari duel pedangnya kemarin dengan Leon, Putri Anastasia yang terlahir dengan kekayaan melimpah, memikirkan bagaimana cara mereka bisa mendapatkan uang.

Baru kali ini dia menyadari bahwa mencari uang itu bukan perkara mudah.

"Kau terlihat sangat bersemangat pagi ini, Yang Mulia." Leon yang baru saja bangun, keluar dari pondok kayu dan menemui Sang Putri yang sedang berlatih pedang sendiri. Dia mengulurkan tangannya dan menunjukkan sebuah kalung emas dengan liontin berbentuk bunga mawar merah berhias batu permata berwarna merah. "Semalam kau lupa memakai kembali kalung ini setelah mandi. Kau mau aku memakaikannya?"

Putri Anastasia menatap kalung itu cukup lama. Kalung itu adalah kalung yang diberikan secara turun temurun dari ibu kepada anak perempuan atau cucu perempuannya. Neneknya, Janda Ibu Suri Agung memberikan itu kepada Ratu Isabella di hari pernikahannya. Lalu Ratu Isabella, ibunya, memberikan kalung itu saat dia berulang tahun ke tujuh belas. Kalung bunga mawar merah yang merupakan bunga simbol negaranya itu adalah salah satu harta kerajaan Schereiland yang nilainya sangat mahal. Karena kalung itu adalah penanda identitasnya sebagai Putri Schiereiland.

"Tidak perlu. Aku hanya akan menyimpannya di saku gaunku." Katanya sambil mengambil kalung itu dari tangan Leon.

"Baiklah, kalau begitu." Leon mengangkat bahu. Dia pun berbalik dan baru akan pergi kembali ke pondok kayu mereka saat Sang Putri menghalangi jalannya.

"Kau mau tidur lagi?" tanyanya, tak percaya. Kedua tangan dilipat di depan dada, sementara pedangnya sudah disampirkan di sabuk pinggangnya.

Leon mengangkat sebelas alisnya, tampak bingung dan penuh tanda tanya. "Memangnya ada yang harus kita lakukan hari ini?"

"Ya. Antar aku ke pasar." perintah Sang Putri.

***

Terpopuler

Comments

Sri Astuti

Sri Astuti

orang yg bijak menghadapi kenyataan sepahit apspun dgn berani

2025-03-11

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!