Episode 2 : Jalan Hidup Yang Berbeda
Malam menyapa. Malam ini begitu cerah, awan hujan tampak tak memperlihatkan diri nya seperti malam sebelum nya. Kendaraan masih berlalu lalang, tak peduli meski malam kian larut.
Sebuah taksi berhenti di depan sebuah cafe ternama di kota istimewa ini. Pintu mobil taksi itu terbuka, turun lah seorang gadis cantik.
Kulit putih dan lembut, hidung mancung, bibir tipis berwarna merah muda, serta mata yang tajam dengan iris berwarna coklat. Tubuh nya begitu indah dengan tinggi yang pas.
Blouse hitam panjang dengan celana jeans, rambut sebahu yang tergerai. Serta tas selempang kecil yang berada di pundak nya adalah penampilan Tasya malam ini.
Ia melangkah kan kaki nya memasuki Cafe itu. Tanpa orang-orang tahu, ia lah pemilik cafe yang sebenarnya. Ia duduk di salah satu meja yang tersedia di cafe itu.
Pengunjung masih terus berdatangan. Semakin malam, semakin banyak pengunjung yang masuk. Tasya mengedarkan pandangan nya.
Menelisik setiap sudut tempat itu. Hingga tatapan nya terhenti, ketika seorang pria muda dengan balutan jas menghampiri nya. Tanpa sepatah kata pun, ia menjatuhkan bokong nya tepat di kursi sebrang Tasya duduk.
"Sibuk?"
Tasya bertanya dengan suara tenang seperti air. Aldo, pria muda berusia dua puluh lima tahun. Orang-orang tahu, pria itu adalah manager tempat dimana mereka berada saat ini.
"Engga kok, sya. Ada apa? Udah pesen makan belum?"
Aldo bertanya dengan santai pada gadis yang ada di depan nya saat ini.
"Gak laper. Jadi gausah."
Tasya menjawab singkat. Ia ingin merilekskan fikiran nya, mendingin kan kepala yang terasa panas. Bukan untuk makan.
Aldo mengerutkan kening, heran. Tidak biasa nya Tasya ber leha-leha dengan waktu nya. Karena, ia tahu prinsip yang di pegang kuat gadis itu. Waktu adalah uang, jika kau membuang waktu, berarti kau membuang uang.
"Oh ya, gimana pernikahan lu?"
Tasya kembali bersuara dengan bertanya tentang pernikahan orang di depan nya, yang sudah ia anggap kakak.
"Ck. Gak tahu juga sih, dia nya tiba-tiba ilang."
"Hahhh?!"
"Udah satu minggu gak ada kabar. Gue juga udah coba cari kemana-mana, yah tetep aja. Gak ada hasil."
Tasya mengangguk. Ia mengerti apa yang Aldo maksud kan.
"Hagh! Andai aja gue se jenius lu, sya. Mungkin dia gak bakal tiba-tiba ilang gitu."
Mendengar perkataan Aldo. Tasya tersenyum kecut. Jika Aldo ingin menjadi diri nya, maka diri nya ingin menjadi orang sederhana saja.
Memiliki otak yang sama seperti orang lain. Hidup normal seperti pada umum nya. Mungkin ia akan bahagia, tidak seperti saat ini.
"Jalan hidup kita beda, do. Jangan pernah pengen jadi orang lain. "
"Hahahah... Iya. Mana mau gue jadi lu. Hidup lu terlalu serius, gak ada canda nya.."
Aldo menanggapi dengan gelak tawa. Tak melihat raut wajah Tasya yang sendari tadi hanya di tekuk. Tasya menampilkan senyum tipis, untuk ini lah ia menemui pria itu.
Pria itu selalu bisa meringankan beban nya walaupun hanya dengan tawa nya, ia lebih dari orang tua nya. Bukan berarti ia mencintai pria itu, tetapi pria itu dapat memberikan rasa nyaman tanpa menyinggung.
"Gue mau nikah."
Seketika tawa Aldo terhenti. Ia tertegun, menatap wajah Tasya. Menelisik, adakah kebohongan di wajah gadis itu.
"Jangan becanda woyy... Gue aja gak jadi, masa lu mau nikah."
"Gue jujur, dan cuma lu yang gue kasih tahu. Gue mohon, rahasiain ini. Mungkin gue belum pernah nurut sama omongan orang tua gue, dan ini saat nya."
"Jadi lu terpaksa? Gak bakal bener, sya. Nikah itu bukan main-main, dan lagi lu masih muda. KTP aja belum punya!"
Ya, memang benar apa yang Aldo katakan. Tapi, Tasya tetap pada keputusan nya. Dalam fikiran nya kapan lagi ia akan membahagiakan orang tua nya, dengan penyakit yang ia derita saat ini ia tidak berharap banyak.
Mungkin di mata orang-orang Tasya adalah manusia paling beruntung. Di beri kecerdasan, hidup mewah bergelimang harta. Akan tetapi, kembali lagi pada kehidupan yang mengatakan manusia tidak pernah ada yang sempurna.
Tanpa orang-orang tahu, diri nya mengidap penyakit mengerikan. Jika memang di suruh memilih, Tasya tidak ingin menjadi diri nya saat ini. Ia lebih baik hidup sederhana dengan tubuh yang sehat. Sehat adalah segala nya.
"Penyakit gue makin parah, do. Gak ada kemungkinan buat sembuh."
"Orang tua lu udah lu kasih tau?"
Pertanyaan Aldo hanya di balas gelengan kepala saja. Orang tua nya tidak tahu, selama ini ia benar-benar menutupi tentang penyakit nya. Ia tahu hari-hari nya memang sibuk.
Tak pernah ia bercengkrama seperti kebanyakan gadis bersama orang tua nya. Setiap waktu ia habis kan untuk menghasilkan dollar.
"Ya ampun, syaaa... Kenapa gak lu kasih tau jugak?! Sampai kapan lu mau nutupin ini semua, lu butuh dukungan keluarga!"
"Gak! Sampai kapan pun gue gak bakal kasih tau."
Tasya menggeleng hebat. Rasa sesak di dada nya menghampiri. Ia merasakan mata nya mulai panas dan penglihatan nya berembun.
Perlahan tapi pasti, air mata itu luruh membasahi wajah cantik nya. Ia tak ingin membuat orang tua nya sedih, apalagi sampai menangis.
Ia tutup wajah nya dengan kedua tangan dengan sikut yang menopang pada meja. Kembali menangis tersedu-sedu.
"Ambilin Vodka sama Whiskey."
Seketika Aldo menggeleng hebat. Apa yang akan di lakukan gadis di depan nya ini? Memilih mabuk daripada menyelesaikan masalah dengan baik.
"Gak, teh manis aja! Apa apaan itu, bahaya!"
"Ambilin, Aldo."
Tasya mengangkat wajah nya. Menatap tajam pria di depan nya. Tiba-tiba Aldo merasakan atmosfer di sekitar nya berubah. Ia meneguk ludah dengan susah payah ketika melihat raut mengerikan Tasya.
Ia pun segera memanggil pelayan agar membawakan apa yang Tasya ingin kan. Selang beberapa saat, pelayan itu kembali dengan dua botol besar minuman memabukkan itu.
Tasya langsung menegak nya tanpa menuangkan ke gelas terlebih dahulu. Satu teguk, dua teguk, hingga tegukan yang ke sekian kali nya. Ia mulai mabuk, dan hanya menangis.
Aldo masih setia duduk di tempat nya. Tidak ingin meninggalkan gadis di depan nya yang sedang mabuk berat. Ia begitu kasihan melihat Tasya.
Andai ia memiliki wewenang, mungkin ia dapat membantu gadis itu dengan mudah.
Drettt,,, drettt
Tiba-tiba terdengar suara panggilan. Aldo mengeluarkan ponsel nya dari saku jas, tapi seperti nya bukan ponsel nya yang bergetar. Ia melirik tas kecil Tasya yang tampak bergetar.
Ia angkat tas itu, dan ternyata Tasya tak menyimpan di dalam tas melainkan di bawah tas itu. Panggilan telepon kembali, membuat ponsel itu bergetar lagi.
Tertera nama 'Ayah' di ponsel itu. Dengan ragu Aldo menjawab panggilan itu, mungkin penting. Tak apa pikir nya, lagi pula Ayah Tasya mengenal nya.
[ Halo.. ]
[ Halo Om ]
[ Loh Aldo, kenapa bisa kamu? Tasya di mana? ]
[ Oh, Tasya lagi di toilet om ]
[ Emang kalian lagi ngapain? ]
Terdengar nada tidak suka keluar dari mulut Ayah Tasya. Aldo bisa menangkap jelas suara itu.
[ Tasya lagi bahas tender yang baru dia dapet, Om. Masih nunggu sekretaris nya balik lagi, tadi ada berkas yang ketinggalan kata nya. ]
[ Oh yaudah, bilangin sama Tasya jangan pulang terlalu larut. ]
[ Siyaapl, Om ]
Panggilan itu pun berakhir. Aldo kembali menyimpan ponsel Tasya ke tempat semula. Ia melihat Tasya yang sudah tertidur pulas di depan nya.
"Sya, sya... Sampe segini nya lu gak mau bikin orang tua lu sedih. Asal lu tau sya, kalau mereka tau sikap lu kayak gini. Mereka lebih sedih."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
MeiiiiiiiiiiiUhuyyyyy💐💐
ya, begitulah kehidupan
2023-03-20
0
MeiiiiiiiiiiiUhuyyyyy💐💐
cocok nih sugar dady
2023-03-20
1
MeiiiiiiiiiiiUhuyyyyy💐💐
Aaaa! style kesukaan ku
2023-03-20
0