..."Aku tidak takut gelap, aku takut ada sesuatu didalam gelap. Aku tidak takut bangkit, aku hanya takut terjatuh."...
......................
"Bagaimana liburanmu, senior?"
Akhirnya Leora menapak kembali pada ruangannya. Ruangan kerja tempatnya selalu mengalami pusing, pening dan selalu berharap harinya adalah tanggal merah semua. Ia ingin sekali libur selama sebulan kalau boleh, tapi kenyataan kembali menamparnya. Tidak akan pernah ada sejarahnya firma hukumnya libur selama sebulan. Ya, kecuali jika kantornya kebakaran.
Namun, meskipun pikirannya seliar serigala hutan, Leora tidak pernah berharap akan kebakaran itu, ia masih waras dan tidak perlu libur selama itu. Cukup kemarin tiga hari saja, itu sudah membuat isi kepalanya agak terisi udara segar; bernapas.
Leora mengangguk setelah Rey menanyakan hal itu. Tentang liburannya. Leora suka dengan kedisiplinan Rey, datang lebih awal dan membersihkan ruangan tidak menunggu office boy membersihkannya. Rey yang semula terlihat songong itu nyatanya sangat disiplin. Jadi suka, anak magang yang rajin dan begitu teliti.
"Liburannya menyenangkan. Sedikit bernapas kepalaku," ujar Leora sembari menumpuk berkas kemarin kedalam arsip untuk diletakkan di lemari arsip yang ada di belakang kursinya.
Leora menoleh ke arah Rey, sama saja sedang membereskan laptop dan beberapa perlengkapan lain. Menanyainya sambil mengulas senyum, sesekali menoleh juga untuk menanti respon.
Leora akhirnya selesai dengan berkasnya, mejanya sudah bersih dan menyisakan vas bunga marygold palsu dan tempat ballpen lalu potret manis dirinya dan ayahnya yang terbingkai dalam kotak kecil ukuran 10x10. Sengaja tidak terlalu besar, bukan untuk menghemat meja karena mejanya bahkan masih luas. Hanya agar tidak terlihat dari sudut mana pun kecuali dari tempat duduknya.
"Oya, kesimpulan sidang kemarin? Masih menyimpannya?" tanya Leora, tugas yang ia berikan pada Rey sewaktu sidang beberapa hari yang lalu.
Rey pun langsung menyambar tasnya, mengambil map biru lalu berjalan ke arahnya yang belum sempat duduk. Masih berdiri sambil memandangi anak magangnya. Kerjanya bagus sekali.
"Aku menyalinnya di sini, kukira senior suka hal rapi," ucap Rey sambil menyerahkan mapnya dengan kedua tangan. Sopan sekali.
"Baiklah, duduk di sana dan mulai dengan kasus kedua. Masih di lokermu kan? Aku akan memeriksa ini dulu..."
Setelah Rey mengangguk, Leora benar-benar membacanya satu persatu. Tulisan tangan yang rapi tapi berantakan, khas sekali advokat dengan kecerdasan yang tinggi. Leora suka, apalagi saat ia mendapati sangat rapi dan runtut. Poin-poinnya sangat tepat dengan kesimpulan luar biasa. Leora berpikir jika suatu saat mungkin Rey bisa menjadi jaksa. Keren sekali.
Leora rasanya terkagum-kagum sendiri. Masih belum berhenti membuka lembar demi lembar yang ditulis oleh Rey. Sampai fokusnya akhirnya pecah kala ia mendapati telepon dari telepon kabel yang ada di mejanya. Telepon kantor yang langsung Leora angkat tanpa menunggu lama.
"Ke ruanganku sekarang, akan ada yang bergabung ke divisi kita."
Leora langsung menaruh lagi teleponnya. Itu atasannya yang menyuruhnya untuk menemuinya. Ah, sungguh? Tidak bisakah santai dalam sehari?
"Rey," panggil Leora. Pun yang dipanggil langsung menoleh. "Ya, senior?"
"Bisa bantu aku menghandle jadwalku? ini. Ini nanti kamu datangi mereka, bilang saja kau adalah timku, sebut saja namaku mereka akan mengerti. Pertanyaannya sudah siap, tinggal lakukan wawancara singkat. Aku akan memberimu alamat pertemuannya lewat pesan. Mengerti?"
Rey mengangguk saja setelah ia mendekat dan melihat jadwal yang memang sesibuk itu hari senin untuk seorang Leora. Ia tidak menyangka yang kemarin liburan santai, sekarang seperti baling-baling pesawat tempur.
Leora tersenyum, senang anak magangnya cepat mengerti. Tak perlu mengulang penjelasan karena Leora selalu malas dengan penjelasan yang diulang. Apalagi jika dirinya yang diminta mengulang, rasanya suaranya sangat mahal dan perkataannya adalah berlian yang tidak diberi sembarangan.
"Belajarlah yang banyak agar bisa jadi jaksa, okay?" ucap Leora sambil menepuk pundak Rey satu kali, melangkah keluar tanpa menunggu respon Rey sembari bibirnya menggerutu kesal.
Iya, benar ini memang pekerjaannya, tetapi mengajak berkeliling karyawan baru itu bukan tugasnya sekalipun karyawan baru itu akan tergabung kebdalam divisinya. Kenapa pula harus dirinya sedangkan biasanya ada karyawan khusus yang akan mengajak karyawan baru berkeliling, mengenalkan tiap sudut kantor dan beberapa orang-orangnya.
"Sialan! Sebegini sulitkah mencari rupiah? Hah!" gerutunya lagi tapi hanya dirinya yang mendengar.
Leora cukup waras untuk menelan kesalnya seorang diri. Nyatanya ia masih butuh yang untuk membuktikan pada ayahnya bahwa ia bisa memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa uluran dana dari ayahnya lagi. Katanya batas pembiayaan hidup ayah kepada anak adalah sampai usia 21, dan sekarang Leora sudah lebih dari 21, makanya Leora ingin menunjukkan pada sang ayah bahwa ia bisa. Daymion, marganya. Ia tak boleh mempermalukan marga kebesarannya dengan bermalas-malasan.
......................
"Kenalkan, ini Leora Daymion, kandidat senior di sini."
Leora menganggukkan kepalanya setelah atasannya mengenalkannya pada seorang pria yang Leora sampai bingung hendak menyebutkannya bagaimana. Ia terlalu terkejut bahkan ia hampir terbatuk sesaat membuka pintu ruangan atasannya itu.
"Dan ini Leo Kim, anggota baru." Leora mengangguk lagi.
"Divisi kami memang sedang membutuhkan lawyer baru. Terimakasih sudah datang atas undangan kami dan menandatangani kontrak selama beberapa bulan ke depan. Kami sangat berterimakasih atas antusias anda. Maka dari itu, sekarang Leora akan membuat anda lebih mengenal kantor kami. Semoga anda tidak keberatan dan menikmatinya..."
Berbanding terbalik perasaan Leora dengan atasannya. Leora berdebar setengah mau mati di saat atasannya mengulas senyumnya dengan begitu manis seolah ini adalah hari yang sangat ditunggu.
Leora sudah paham prinsip perusahaan yang satu ini, hanya saja ia masih bertanya-tanya kenapa harus dirinya? Bisa senam jantung seharian. Oh, Leora bahkan bisa merasakan betisnya berkeringat. Ia mengenakan setelan celana panjang hari ini, blazer dengan warna hitam seperti biasa. Selera Leora selalu warna gelap, katanya jadi elegan.
"Leora, silakan," atasannya mempersilakan Leora untuk memulai tugasnya. Pun setelahnya Leora keluar dari ruangan itu membawa pria itu setelah sempat mengangguk untuk pamit.
Keduanya telah berhasil keluar dari ruangan itu, berteman napas yang sedang Leora atur sedikit demi sedikit agar kembali normal, ia harus menelan pil pahit lagi saat pria itu membuatnya kembali meleleh seperti mentega dengan pertanyaan konyol tapi lumayan mencerminkan dirinya; cerdas dan mendetail.
"Senang bertemu denganmu, nona senior..." ucapnya, Leora di sampingnya membeku seolah suhu udara yang semula masih normal mendadak turun hingga minus derajat. Membuat kakinya seperti tertanam di lantai, dan lidahnya kelu kaku seperti sedang sariawan.
"Leora saja. Baik, akan aku mulai dari sini," ujar Leora, sembari menunjukkan sikap profesionalnya.
Leora tak ingin dipandang rendah oleh siapa pun, maka dari itu Leora selalu berusaha bersikap tegas dan anggun, seperti tidak tersentuh tapi sebenarnya mudah dekat. Seperti membangun benteng, walau sebenarnya bentengnya mudah diruntuhkan. Hanya saja Leora sangat memperlihatkan bahwa ia pantas diperlakukan dengan baik di tempat kerjanya.
"Ini ruang atasan, Ryu Sora. Perempuan, berdedikasi dan sangat cerdas."
Leora mengenalkan satu persatu ruangan. Dengan berjalan perlahan, beberapa kali berpapasan dan Leora mengulas senyumnya. Bukan yang sebenarnya, ia tersenyum hanya untuk membuat dirinya tidak dipandang angkuh dan sombong. Formalitas.
"Alex Daymion, anggota divisi sebelah."
"Eiden Eve, junior, jika mau belajar cara menganalisis bisa padanya. Pandai dan sangat sopan."
Leora terus menjelaskan, dari ruangan mana yang diperlukan untuk meeting dan keperluan lainnya. Bahkan Leora sampai berjalan jauh hingga ke tempat simulasi sidang, dan yang terakhir, berada di ujung dan harus melewati lorong sekitar lima meter jauhnya, adalah kantin.
Setelah melewatinya, Leora kembali menaiki lift untuk menuju lantai kedua. Lantai di mana ia akan menunjukkan divisinya. Tempat pria itu bekerja.
Sekarang jantung Leora benar-benar bekerja gila-gilaan. Jika saja sekarang ia punya pengukur detak jantung, maka sudah dipastikan kecepatannya melebihi atlet lari marathon. Hanya saja wajahnya tetap dibuat sebiasa mungkin seolah tidak terjadi apa pun.
"Apa kau melupakanku?" tanya pria itu tiba-tiba.
Benar, yang sekarang menanyainya dan membuatnya hampir jantungan adalah pria yang sama yang memakan ramen bersama beberapa hari lalu. Yang ia ceritakan juga pada Aletha dan katanya tertarik padanya. Leo Kim. Sinting! Leora hampir saja menatap terlalu lama, ia takut dibaca sikapnya dan ia tahu bahwa Leo mungkin sedang berlagak lugu dibalik kinerjanya yang luar biasa bagus.
Leora menoleh, sambil menunggu liftnya yang seolah tidak berjalan. Seperti lama sekali padahal biasanya hanya butuh satu kedipan mata untuknya sampai di lantai berikutnya.
"Tentu saja tidak, bahkan tanpa kau mengenalkan diri aku sudah hafal," ujar Leora, berbuah percikan tawa yang layaknya sengatan listrik untuk Leora.
Rasanya Leora jadi ingin mengumpat sangking dirinya terombang-ambing perasaannya sendiri. Seperti ada ombak yang membuatnya takut sekaligus senang. Takut akan terseret, dan senang saat tersentuh dinginnya. Ombaknya indah, mau dikejar tapi takut ombaknya menenggelamkan. Leora mungkin berpikir ketertarikannya akan bertahan sementara saja, tapi nyatanya sekarang ia masih tertarik, bahkan lebih tertarik dari sebelumnya.
"Jangan terlalu banyak tertawa, nanti akunya suka," ledek Leora, bentuk pertahanan diri dan untuk memecah canggung.
Leora benci keheningan saat diharuskan adanya percakapan. Maka Leora selalu mencoba mencipta percapakan kendati dengan cara yang aneh sekalipun. Seperti ini saja saat Leora malah membuat Leo menoleh seketika. Tatapannya lurus, sorotnya teduh tetapi masih tajam. Pemecah hening yang lumayan, pikir Leo.
Belum sempat Leo membalas ucapan Leora, pintu lift sudah terbuka dan mengharuskan keduanya menjadi profesional kembali. Tidak jadi mengucap dan sekarang Leora kembali menjelaskan. Dari ruangan paling dekat dengan lift hingga ruangannya yang letaknya dekat dengan aula.
"Bimo Anggara, ketua divisi kami."
"Dona Soraya, wakil divisi untuk pak Bimo. Cantik sekali, ramah, tapi tetap tegasnya luar biasa. Kau bisa meminta saran padanya jika sedang tidak yakin antara dua pilihan."
"Revelix Percival, junior kami. Baru setahun. Memegang bidangnya, stratejik."
"Ruanganmu nanti ada di sana, menggantikan Venus Veronica yang sedang cuti hamil. Dia hebat, dan kuyakin kau juga hebat. Di sini percaya dirilah, kau sudah sangat diharapkan kehadirannya seperti yang atasan kita katakan."
Leora seperti biasa akan membuat seseorang nyaman berada di tempatnya. Peduli setan dengan mungkin ini seolah akan memberinya kenyamanan di sudut yang lain, Leora hanya memenuhi tugasnya.
"Dan terakhir ruanganku, dan di dalam sana ada anak magangku, tapi dia sedang pergi." Leora menunjuk ruangannya sembari memberitahu bahwa di sana ia tidak sendiri, ada anak magang yang sekarang sedang tidak ada di ruangannya. Sedang menjalankan tugas seperti yang Leora minta.
Berhenti di pijakan terakhir, saling memandang, tersenyum simpul, sudah selesai tugas Leora. Meskipun ia tidak menunjukkan semuanya dan hanya beberapa saja yang memegang peran paling penting. Leora yakin Leo bisa memahami sendiri, tidak perlu bantuannya sama sekali. Ini hanyalah formalitas biasa, seperti yang selalu terjadi saat ada karyawan baru yang bergabung.
"Ada yang perlu aku jelaskan lagi?" tanya Leora, memastikan Leo sudah memahami semuanya.
Leo mengangguk, ada, satu hal lagi. Ia ingin tahu sekali. Tapi mungkin ini akan melanggar standar profesional yang berbunyi; Dapat membedakan mana ranah pribadi dan pekerjaan. Namun, kesempatan itu tidak datang dua kali. Mungkin sekarang ia bisa sedekat ini, tapi mungkin besok ia akan begitu jauh.
"Apa bisa kita berteman di luar ranah pekerjaan?"
[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments