16. Who Dis?

..."Setiap orang selalu bertemu, entah untuk saling menyapa, atau saling memberi luka."...

......................

"Ramen kemarin enak, senior. Aku bahkan membeli lagi malamnya dua porsi."

Yang semula hening, kini pecah kembali. Leora kembali bisa menyulam senyumnya saat mendapati Rey bercerita banyak saat sudah duduk di balik meja kerjanya. Kemarin mereka memakan ramen, dengan saus pedas yang sempat membuat Rey berkeringat seperti dikejar iblis, Rey akhirnya malah membeli lagi dua porsi malamnya. Leora bertanya, dua porsi untuk siapa karena katanya Rey tinggal seorang diri.

"Memang enak, harusnya aku juga membawa pulang, tapi aku lupa. Kamu beli dua porsi? Habis sendiri?" tanya Leora, pura-pura terkejut dengan pertanyaannya sendiri.

Dalam logika manapun, tidak ada yang bisa menghabiskan dua porsi jika mereka manusia normal. Satu porsi saja sudah membuat Leora seperti merasa penuh dua hari ke depan. Ia kenyang sekali sampai berjalan pun ia harus mengendurkan belt di celananya.

Rey menggeleng penuh, mengelak. Rey tidak sinting dengan membuat tubuhnya penuh ramen. Ia membeli untuk sang kakak yang ternyata pulang ke Indonesia untuk menjadi pengacara. Kakaknya membatalkan rencana bergabung dengan perusahaan ayah dan memilih mengikuti hatinya dengan menjadi petugas hukum.

"Tidak, aku memakan dengan kakakku. Aku mengatakan bahwa ini rekomendasimu," ucap lugas Rey.

Rey jadi semakin manis di mata Leora. Bukan manis dalam artian Leora memandang Rey sebagai lelaki dewasa, melainkan Rey semakin menunjukkan kedekatan dengannya seperti seorang adik yang sedang mengadu. Rasanya memiliki adik akan menyenangkan, mengingat Leora adalah bungsu yang selalu tertekan.

"Waw, benarkah? Aku terharu sekali," Leora memasang wajah suka.

Tidak peduli juga saat Rey mungkin akan memiliki banyak penilaian lagi terhadap dirinya. Leora sudah terbiasa dengan penilaian, meskipun ia sering juga masih terusik, tapi ia tak akan mempedulikannya hingga telinganya sakit.

Leora cukup apatis untuk pendapat yang mengganggu jalan berpikirnya. Ia hanya akan memilih tak acuh saat ada mata yang memandangnya dengan sorot tak biasa.

"Iya, senior. Bahkan kata kakakku ramennya enak sekali, mau makan bersamamu juga jika ada kesempatan," ucap Rey tanpa sedikit pun keraguan. Yang tanpa sadar membuat senyum Leora perlahan memudar dan Leora memilih untuk mengganti pembicaraan.

"Wah, rencana bagus. Lain kali, kita akan menjadwalkan pertemuan manis itu. Senangnya akan punya teman. Temanku, Aletha sekarang sedang menghadiri pernikahan, cuti dua hari."

Leora sedang membicarakan Aletha. Ia sengaja mengalihkan pembicaraan karena ia juga jadi canggung karena katanya kakak Rey kan seorang lelaki. Leora tidak takut, hanya saja sepertinya itu bukan hanya rencana basa-basi. Ada kesungguhan di setiap kalimat yang terlontar dari mulut Rey yang sekarang sedang asik merapikan mejanya. Anak magang yang rajin, batin Leora.

Leora mengotak atik ponselnya, menilik email masuk yang masuk sejak dua menit yang lalu. Leora juga sedang merapikan berkasnya. Ia sudah rapi dengan setelan serba hitamnya untuk menjalani sidang perdana dari klien yang bernama Dion Petter.

Leora tidak tahu akan semenarik apa sidangnya nanti, tetapi ia hanya berharap bahwa pernikahan itu akan selamat. Tak bohong, Leora juga penasaran dengan istri Dion yang tetap memaafkan sebuah perselingkuhan. Ini menjadi mustahil saat Leora yang mendengar. Ia bahkan tidak bisa memaafkan Dimas meski Dimas tidak sampai membuatnya melihat perselingkuhan tidak beradab itu.

"Rey, tolong siapkan berkasku untuk sidang lanjutan. Hari ini ada sidang perdamaian. Aku hanya berjaga-jaga untuk kelanjutannya. Jika perdamaian ini ditolak oleh Dion, maka akan langsung ke lanjutan. Perceraian."

Leora membuka kembali beberapa berkas sambil meminta Rey untuk membantunya menyiapkan segalanya. Ia harus mempergunakan kemampuan Rey agar Rey bisa belajar banyak.

"Oke, senior," jawab Rey sambil sesekali menyusun satu demi satu yang diperlukan oleh Leora. Rey terlihat sangat antusias pada setiap perintah yang Leora lontarkan. Membuat Leora senang karena Rey banyak inisiatifnya.

"Sudah siap, ayo ikut aku dan jangan lupa bawa selembar kertas karena aku akan menanyaimu setelah sidang selesai."

Pun keduanya keluar setelah Rey mengangguk. Mengiyakan tugasnya dan sekarang ia mengekor pada Leora lagi. Untuk ke pengadilan, sidang perdana. Senang juga, Rey penasaran sekali bagaimana sensasi sidang sungguhan. Selama ini ia hanya mendapatkan simulasi-simulasi di kampus.

......................

Suasana khidmat, dengan beberapa pertukaran argumen yang disaksikan dengan penuh cermat. Leora benar-benar bertanggung jawab terhadap klien-nya.

Sedangkan di sebrang sana ada pengacara juga yang sedang menyusun argumen untuk mematahkan argumen Leora. Ini seperti peperangan, namun tidak terlalu mengerikan karena tidak melibatkan sidang juri, atau aju banding. Ini hanya sidang perceraian setelah Dion menolak mentah-mentah opsi perdamaian.

"Tentang hak asuh anak, ibu selalu diutamakan."

Terdengar lantang untuk Leora yang sedari tadi memperhatikan. Dion ingin hak asuh anak jatuh ke tangannya. Ini akan jadi kesempatan besar mengingat tahun ini putri dari Dion sudah genap 12 tahun. Aturan hukum mengatakan bahwa anak diatas dua belas tahun berhak memilih sendiri akan tinggal dengan siapa. Itu hak anak dan tidak boleh ada paksaan atau hasutan. Pilihan adalah murni dari sang anak.

"Pasal 105 Inpres No.1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam telah secara spesifik mengatur bahwa hak asuh anak di bawah usia 12 tahun harus diberikan kepada ibunya.

Itu berarti diatas 12 tahun anak bisa memilih sendiri untuk memilih. Kendati tidak sepenuhnya, bisakah saya menanyakan langsung pada sang anak?" ucap Leora berhati-hati.

"Tidak, itu akan membuat anak tertekan. Ini perceraian, dia hanya akan terluka. Saya keberatan." ucap pengacara istri Dion.

Hilir hulu, muara, setelah banyak hal yang dibahas dan dipertimbangkan. Baik dari sisi Dion dan sisi istrinya. Akhirnya hak asuh anak jatuh tetap pada ibunya. Leora gagal mendapatkan hak asuh anak untuk Dion, tetapi ia juga lega karena keputusan hakim jelas adalah yang terbaik. Lagipula semua ini mendasar. Ibunya tidak memiliki tabiat buruk untuk mengurus anak perempuannya.

Seorang ibu hanya akan kehilangan hak asuh anaknya apabila ibu tidak merawatnya dengan baik, tidak memberikan yang anak butuhkan, dan memiliki tabiat buruk. Dan istri Dion tidak memenuhi satupun syarat untuk dirinya kehilangan hak asuh atas putrinya.

"Kasus ini selesai, pak. Istrimu baik, benar katamu. Dia bahkan tidak bisa kehilangan hak asuh atas putrimu."

Dion mengangguk setelah mendengar pendapat Leora. Itu kebenaran. Tapi ada satu kebenaran yang mungkin Leora penasaran. Kenapa istrinya, oh mantan istrinya tadi sempat memilih opsi damai setelah skandal perselingkuhannya terungkap. Satu kebenaran yang harusnya Leora dengarkan.

"Anak itu bukan anak kami, dia kami adopsi pada usia 5 tahun dari sebuah panti asuhan. Kami menyayanginya. Kupikir aku akan bisa membesarkannya, tapi nyatanya aku yang meninggalkannya," ujar Dion, seketika Leora membeku ditempat.

Leora menarik kesimpulannya sendiri, itulah alasan kenapa istri Dion tetap memaafkan Dion walaupun perselingkuhan itu sudah terjadi bahkan dalam waktu yang lama.

"Yasudah, harusnya ini ada pada argumen utama agar hakim mempertimbangkan lagi, tapi sudah terlanjur. Ini sudah selesai."

Benar kata Leora, ini sudah berakhir dan apapun kebenaran akan menjadi sia-sia saja karena tak akan mengubah keputusan apapun setelah tiga kali ketukan palu menggema di aula suci yang telah mengumandangkan keadilan. Leora tahu tak ada yang adil dan benar-benar adil, tetapi Leora tetap bersyukur karena ada keadilan yang bukan semesta sebagai hakimnya di dunia ini. Karena sekalinya semesta mengambil keputusan, maka tak jarang itu adalah hal yang paling menakutkan dan menyakitkan.

Semesta tak pernah sekalipun pandang bulu untuk menghakimi penghuni punggungnya.

Dion tersenyum, menatap Leora yang juga berhenti di tempat karena mereka akan berpisah di sana. Benar, hanya ada adil yang mungkin tak adil untuknya tapi adil untuk orang lain. Dion membiarkan putrinya besar di tangan mantan istrinya. Itu akan lebih baik karena ia yakin bersama mantan istrinya, putri manisnya akan menjadi gadis yang cantik dan tangguh. Cerdas dan sangat mandiri. Dion yakin sepenuhnya karena ia tak salah menilai mantan istrinya adalah ibu terbaik yang pernah ia tahu setelah ibunya sendiri.

"Terimakasih atas semuanya nona Daymion. Alasanku memilihmu adalah untuk keadilan ini, sejak awal aku juga ingin hak asuh putriku ada pada istriku. Kerja sama yang baik, terimakasih sekali lagi."

Dion berakhir menjabat tangan Leora. Ya, semuanya telah selesai dan ia memenangkan bukan kasusnya, melainkan hatinya sendiri yang terasa semakin menghangat. Ia bekerja bukan untuk uang, tetapi untuk suatu benar dan adil agar berkibar di atas tiang hukum. Hukum memang tidak mutlak, tetapi ia setidaknya bisa membantu yang ingin mendapat keadilan.

"Aku pergi dulu, hati-hati di jalan nona Daymion. Kuharap ayahmu bangga memiliki putri sepertimu," ucap Dion sebelum akhirnya pria itu masuk kedalam mobilnya setelah mendapati Leora mengangguk sambil tersenyum.

Mobil itu telah keluar dari parkiran. Meninggalkan Leora dengan hatinya yang hangat dan isi kepalanya menjadi agak santai. Ia menyelesaikan satu kasus dan ia harus memberikan reward kecil untuk dirinya sendiri.

Leora selalu memberlakukan itu selama ini, memberikan hadiah-hadiah kecil pada dirinya sendiri untuk setiap pencapaian yang telah diraihnya. Sebagai bentuk rasa terimakasih pada diri sendiri karena tidak menyerah sejauh ini. Leora merasa perlu sekali melakukannya karena itu adalah bagian dari kebahagiaannya.

"Ya, kuharap juga begitu," gumam Leora saat hening kembali menyapanya.

Hening yang akan selalu jadi hening jika saja tak ada yang meneriakkan namanya dari belakang, dari lift yang terbuka dan munculkan dua sosok yang tidak asing di mata Leora. Dia adalah Rey yang memanggilnya dengan sebutan senior, dan satunya lagi adalah pengacara yang mendebatnya beberapa menit yang lalu. Tapi, kenapa keduanya datang bersamaan?

"Ya, Rey? Aku sudah menunggumu sejak tadi,"ujar Leora berusaha membuat asik.

Rey menjadi semakin bersemangat, ada kertas yang dilipat jadi segiempat kecil di tangannya. Leora menebak itu adalah tugas yang sempat ia berikan; mencatat poin penting dan menarik kesimpulan dari sidang dua jam yang melelahkan tadi. Namun, satu hal yang tak bisa Leora abaikan adalah saat ia benar-benar penasaran bagaimana bisa dua orang ini datang bersamaan?

"Leo Kim," ucap pria itu sembari menjulurkan lengannya, menawarkan jabatan tangan.

Pun Leora menatap tangan itu, kemudian tanpa ragu ia menerima jabatan tangan hangat pria itu yang mengaku sebagai Leo Kim. Oh, yang tadi berhadapan dengannya bernama lengkap Leo Kim. Pasalnya tadi disana hanya tertulis Leo dan K saja. Kim tidak disebutkan di sana, dirubah menjadi singkatan.

"Leora, senang bertemu denganmu," ucap Leora dan jabatan tangan mereka terlepas begitu saja bersama senyuman yang tersemat di bibir keduanya. Matanya saling memandang, sebagai sebuah perkenalan manis. Leora sepertinya mengenali siapa Leo Kim. Rey adiknya?

Mereka terlihat begitu dekat. Dan kebenaran hanya akan muncul jika ada pengakuan dari salah satunya.

"Rey, dia adikku. Kuharap dia tidak merepotkanmu selama magang," ujar Leo pada akhirnya. Leora jadi tak perlu bertanya-tanya kenapa mereka begitu dekat dan datang bersamaan. Mereka kakak beradik, seperti yang Rey ceritakan padanya kemarin.

Jawaban yang Leora tunggu akhirnya sampai juga. Leo Kim adalah kakak dari Rey Kim.

Menarik.

[]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!