12. Black Pandora

..."Kembalimu hanya mengundang luka, bahkan aku jauh lebih baik tanpa hadirmu."...

......................

Semesta, bumi, manusia. Tiga titik yang paling lekat dengan logika. Dimana takdir yang selalu mengikat seolah memang perputarannya berulang sampai akhir nanti.

Namun, ternyata tidak sesempit itu. Leora menyadari bahwa hatinya bahkan lebih luas dari sebuah samudra, pengetahuannya bisa lebih tajam dari runcingnya tombak Poseidon. Tapi, masa lalu? Ia biasanya hadir untuk melumpuhkan segalanya.

Leora sangat ingin memiliki hubungan percintaan, atau romansa yang normal, yang mana ia menjadi dirinya sendiri tanpa takut seseorang yang katanya mencintainya itu berubah sedikit demi sedikit lalu berujung meninggalkannya. Ia ingin romansa semanis itu. Apakah masih bisa? setelah ia bahkan tidak lagi meyakini bahwa cinta itu ada? Setelah ia tidak lagi percaya pada janji pria yang lebih banyak adalah bualan? Bisakah?

Jika Leora bertanya pada Aletha, pasti gadis itu akan menjawab dengan sebuah kalimat bijak, atau malah sebuah kalimat sarkas. Memang Aletha tidak tertebak juga, makanya lebih sering Leora mempertanyakan hal seperti itu pada bintang kecil-kecil di langit-langit kamarnya. Walaupun mereka hanya diam saja, tapi Leora bisa merasakan bahwa ia lega. Ia tidak mendapatkan jawaban pasti, tapi hatinya jadi sedikit lebih tenang. Ia mendapatkan jawaban misteriusnya setelah ia memejamkan mata. Jawaban perihal kata 'mungkin' yang membuatnya masih bisa mencipta harapan tentang keinginan sederhananya.

Hatinya yang berisik terkadang memberinya petuah tanpa disadari, tanpa direncanakan, tanpa adanya sebuah pembelajaran pada buku paket di perpustakaan mana pun. Seperti saja malam ini, setelah ia pulang dari apartemen Aletha, ia memilih langsung ke kamarnya. Ia tidak menyapa siapa pun di rumah, bahkan pada kakaknya yang sedang menonton serial saat ia melewati ruang tengah. Ia masuk saja tanpa sepatah katapun permisi. Sedang tidak bersahabat dengan siapa pun, kecuali oksigen di dalam rumahnya.

"Jatuh cinta itu sebuah tanggung jawab besar. Pantas jika manusia sering sakit hati karena terkadang luka itu ada bahkan setelah satu pihak mengusahakannya setengah mati agar tidak pergi. Pada akhirnya kisah disney itu benar-benar berlaku. Sang puteri duyung yang berakhir menjadi buih saat cinta sang pangeran tidak memberinya suara yang sama."

Berkali-kali Leora mendengar dengusan kasar napasnya sendiri, bersaingan dengan deru AC yang tak mau kalah. Hatinya lebih tahu apa yang ingin ia dengar, bahkan di saat ia sedang mengingat betapa luka itu perih sekali, hatinya kembali memberinya petuah untuk bangkit. Katanya; walaupun kita adalah manusia, yang hatinya seperti mentega dan gampang berubah, sudah sepantasnya memiliki pendirian yang sekokoh benteng perang.

"Jika menurutmu akhir cinta Ariel adalah sebuah cinta sejati, maka buka matamu selebar-lebarnya, dan lihatlah itu hanyalah sebuah pengkhianatan!"

Leora mendadak duduk, isi kepalanya seperti disentak begitu saja. Benar, tidak ada cinta sejati yang meninggalkan sang puteri dan membiarkannya menjadi buih yang menghilang dilautan. Bahkan sang pangeran tidak sama sekali merasa bersalah setelah membuat sang putri melebur bersama air laut dan hilang membawa perihnya luka sebuah khianat.

Dinding putih, lampu temaran dan satu buah jam dinding berwarna merah mendadak menjadi atensi Leora, ia ingin mandi tapi setelah melihat jam berapa sekarang, Leora mendadak merasakan tubuhnya meremang. Sudah jam 9 malam dan apa yang terjadi jika ia berendam?

Tapi, Leora tidak terbiasa mengurungkan niatnya jika ia sudah ingin. Akhirnya ia bangkit, berjalan menuju kamar mandi, mengisi bak dengan air hangat lalu tubuhnya masuk kedalamnya. Dengan telinga yang tersumpal headset yang memutar musik klasik, membuat tubuhnya sangat rilex disana. Aroma therapy yang memanjakan penghidu, lalu telinganya yang dimanjakan dengan sentuhan-sentuhan opera yang manis, dan terakhir adalah sentuhan busa-busa sabun yang beraroma strawberry susu yang menutupi tubuhnya.

Leora bisa saja tertidur dengan kenyamanan itu saat itu juga, jika saja kupingnya tidak dikejutkan dengan dering sialan karena sebuah panggilan masuk. Leora tidak melihat siapa yang memanggil karena ia masih memejam saja. Ia mengangkat panggilannya langsung dari headsetnya dan langsung menyambut si penelepon dengan bertanya.

"Ini siapa?" tanya Leora, bersama gemericik air yang ia nyalakan dari shower untuk membasahi rambutnya. Tenang saja, ponsel dan headset milik Leora itu tahan air. Fiturnya canggih karena sudah dilengkapi dengan waterproof. Jelas, harganya saja selangit.

Tidak ada jawaban, masih hening, hingga Leora mengulangi pertanyaannya dan berjanji setelah tidak ada jawaban lagi ia akan mematikan panggilannya secara sukarela. Menganggu waktu nyamannya saja!

"Aku masih berbicara dengan seseorang?" tanya Leora, untuk kali kedua. Setengah kesal, tapi nada bicaranya masih terdengar manis.

"Ya, halo sayang... Kau sedang berendam?" sahut suara dibaliknya yang seketika membuat Leora membuka matanya cepat-cepat. Suara sialan dan panggilan sinting. Itu suara Dimas, dan Leora tidak mungkin tidak mengenali suaranya.

Leora muak, ia hendak mematikannya tapi segera dicegah. Seolah Dimas tahu Leora akan mematikan panggilannya.

"Jangan dimatikan dulu, aku ingin bicara denganmu," ujar Dimas lagi. Suaranya masih sama, hanya lebih lembut, tidak terkesan seperti pria sialan seperti kalimat pertamanya tadi.

Leora tersenyum sinting menanggapi kata-kata Dimas, memang manis sekali seperti pria baik-baik. Namun, Leora juga sangsi bahwa sekarang banyak gadis cantik yang tidak bisa menilai pria, mereka suka sekali terjebak oleh kalimat-kalimat manis dari badboy yang mengeluarkan sisi soft-nya yang mematikan itu. Mematikan dalam artian, pria seperti itu bisa dengan mudah menaklukan hati gadis manapun, lemah! Pun Leora juga sadar bahwa ia masuk ke dalam kriteria bodoh itu.

"Bicaralah yang banyak, aku akan mendengarkanmu," titah Leora, sengaja. Ia ingin membuat Dimas merasa jatuh dulu, ia bukan pemaaf, sudah dibilang sejak awal. Selain Leora ingin tahu kebenarannya, ia juga berniat untuk membuat Dimas menyesal.

Hening di seberang. Benar seperti Leora tidak lagi berada dalam sambungan telepon, tapi yang membuat Leora masih mau mendengarnya adalah deruan napas berantakan ditelinganya. Ia puas sekali membuat Dimas memendam banyak emosi, bukan karena ia jahat juga, tapi ia seperti mendapat tropi kemenangan kecil untuk bisa dirayakan malam ini.

"Kau ingin bicara apa tadi, pak Sagara? Sudah tidak punya nyali?" sindir Leora, entahlah kenapa menjadi mudah sekali mempermainkan emosi orang yang sedang merasa bersalah seperti Dimas.

"Kau ingin kebenaran, kan sayang?" tanya Dimas, berkebalikan. Seperti permainan passive-agresive. Leora juga tahu bahwa Dimas bisa menjadi cermin untuknya, tapi untuk kali ini Leora tidak akan membiarkan Dimas melucuti isi kepalanya. Ia tak akan menjadi menyedihkan di hadapan Dimas, sekalipun ia remuk redam seperti partikel ion yang tak terlihat.

Leora tertawa, remeh. Nada rendah yang menyebalkan bagi telinga siapapun. Apalagi Dimas yang tipikal manusia pembenci kekalahan.

"Aku selalu menanti kebenaran itu dari mulutmu sendiri, Dim. Tapi kau juga selalu berusaha menutupinya meskipun kau tidak pandai berbohong saat di hadapanku," ujar Leora dengan nada tenangnya. Kekuatannya ada di sana, kontrol diri dan kontrol emosi yang kelewat baik.

Leora suka saat ia berhasil membedah isi kepala orang. Walau sebenarnya ia tak suka saat yang dibedah isi kepalanya adalah Dimas, karena saat mengatakan yang ia terka, itu sama saja ia membuka kotak pandora hitamnya sendiri. Kotak yang jelas hanya berisi luka yang semakin ia lantangkan maka semakin perih dadanya. Sama halnya sekarang ia juga merasa tenggorokannya panas menahan isaknya yang bisa saja terdengar begitu menyedihkan.

"Aku tidak berselingkuh, itu kebenarannya." Kata Dimas, Leora hanya tersenyum saja tanpa Dimas bisa melihat betapa seringai di sudut bibir Leora begitu miris. Leora merasa tak ada satu pun kebenaran di setiap ucapan Dimas. Ia sudah terlanjur sakit, dan ia sudah menulikan rungunya untuk setiap pengakuan Dimas yang terasa janggal.

"Benar atau tidak, sebenarnya aku tidak peduli. Aku hanya ingin kau mengakuinya saja, jangan repot-repot membohongiku pun karena hubungan ini sudah berakhir, Dim..., Aku tidak masalah jika kau berselingkuh, itu hakmu dan tanggung jawabmu. Kau sudah mendapatkan apa yang kau mau, bukan? Berakhir denganku?"

Leora menahan sekuat tenaga untuk tetap berbicara tanpa pita suaranya bergetar. Pembicaraan ini berat sekali. Rasanya dipikul pun ia hampir tak sanggup, tapi jika ia mengakhirinya lebih dulu saat pembicaraan masih berjalan, maka Leora sama saja mengakui kesedihannya. Ia tak ingin Dimas memanfaatkan perasaannya lagi. Ia ingin menyudahi, sudah yang sesudah-sudahnya kata sudah.

"Kau masih mencintaiku, kan?" tanya Dimas, keluar jauh dari jalur pembicaraan. Entah Dimas membaca dari nada bicaranya, atau sedang bertanya lugas perihal cinta yang juga Leora masih memendamnya untuk Dimas.

Leora terkekeh, sarana menjatuhkan kepercayaan diri paling elegan.

"Jangan membicarakan cinta saat hanya ada pengkhianatan yang mengakhirinya. Aku tak ingin mati lagi karena terluka oleh cinta murahan," ujar Leora, ia sudah hampir kehilangan kata, bibirnya sudah bergetar.

"Ini hanya salah paham, hanya masalah jarak, kita perbaiki ya, bisa ya?" Dimas membujuk? Pria macam apa sebenarnya dia ini?

"Sebenarnya apa yang kau mau, Dim? Kau memintaku untuk mengakhiri, aku sudah menurutimu. Sekarang kau ingin kita kembali dan aku harus menurutimu? Semudah itu mempermainkan sebuah hubungan? Kau bahkan tidak peduli sehancur apa aku setelah hari itu?"

Leora hampir menangis, tapi ia berhasil menahannya. Dadanya sesak luar biasa. Ia tidak menyangka malam yang ia kira akan sedamai negeri dongeng, malah akan menyakitkan seperti kisah Cinderella yang tak seindah kisah disneynya.

"Aku sudah lebih baik sekarang, lanjutkan hubunganmu dengan sekretarismu dan lupakan aku saja, aku tidak membencimu, hanya saja terlalu gila jika aku menerimamu kembali...," ujar Leora, ingin langsung mengakhiri, tapi kalimat Dimas berikutnya malah membuat Leora mengurungkan niatnya. Sebuah teka-teki baru? Apa sebuah kebenaran yang akan Dimas ungkap? Kenapa hidupnya menjadi runyam sekali?

"Kau masih mencintaiku, Leora, jangan berbohong pada dirimu sendiri. Aku meminta maaf karena bermain di belakangmu, tapi bukan seperti itu maksudku, aku hanya mencari sebuah pelampiasan supaya aku tidak lupa dengan hubungan kita," alibi Dimas. Alibi yang terdengar seperti bualan lucu ditayangan opera.

Leora agak terkejut, jawaban yang ia tunggu dan kebenaran yang ia nanti. Dimas mengakui bahwa ia memang berselingkuh. Leora lega, sekaligus kembali terluka. Baiklah, rasanya menjadi dua kali lebih menyakitkan dari sebelumnya. Sakit sekali, sesaknya bukan main di dada.

Bayangkan mantan kekasihmu mengakui sebuah perselingkuhan? Sehancur apa dirimu? Aku hanya meminta membayangkan, bukan merasakannya. Cukup aku, dan kau tidak perlu merasakannya. Menyedihkan, aku saja hampir mati rasanya.

Sekarang tak ada alasan bagi Leora menutupi rasanya, ia didesak, dan Dimas menunggu jawabannya.

"Ya, aku masih mencintaimu, tapi, Dim, cintaku tak akan pernah merubah kenyataanku yang sekarang bahwa aku lebih bahagia tanpamu," ujar Leora. Sudah lebih tegar setelah ditampar kenyataan.

"Tidak usah menjawab apapun, Dim. Aku matikan. Selamat malam, Dimas Sagara yang masih Leora cintai..."

Dan panggilan pun berakhir bersamaan dengan isak yang pecah dalam sebuah kamar mandi yang menggema. Leora sekarang hanya ingin sendirian saja, menenangkan diri. Sambil mengistirahatkan seluruh jiwa raganya, karena tak peduli sehancur apa dirinya malam ini, esok pagi ia harus bisa tersenyum untuk menyambut hari yang menuntut dirinya agar selalu baik-baik saja dihadapan manusia lainnya.

[]

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!