..."Ternyata tak pernah ada yang berakhir benar, saat awal mula hanya sebuah 'coba'."...
......................
Dugaan-dugaan mendasar terus saja menggulir tanpa mau dihentikan, bersama Leora yang memilih untuk tidak makan di kantin kantor dan berakhir duduk seorang diri di ruangannya karena Aletha sudah kembali ke tempatnya bekerja; kantor kejaksaan.
Aletha sempat mengejutkannya tadi pagi karena gadis itu bahkan sudah duduk di sofa yang ada di ruangan kerjanya saat Leora baru saja sampai di sana. Aletha memang seperti itu, terkadang muncul seperti hantu dan hilang seperti kelereng yang ditendang dengan emosi. Atau melengkung-lengkung fleksibel seperti nyiur yang terterpa angin.
Aletha itu manusia paling fleksibel sepanjang masa yang Leora kenal, dia bisa menjadi apa saja. Aletha bisa saja menjadi kakak yang galak, adik yang gemas, ibu yang cerewet, dan ayah yang kelewat tegas. Aletha itu air dan api secara bersamaan. Ah! Bahkan jika sekarang dijabarkan bagaimana Aletha, tidak akan cukup satu hari untuk menjabarkannya.
Tapi yang terpenting bukan itu, melainkan Leora yang mempertanyakan bagaimana keamanan gedung kantornya saat seseorang menerobos ruangannya dan menyapanya dengan kelewat lembut.
Semula Leora hanya mengira itu adalah staff suruhan ayahnya yang mengantarkan makanan ke ruangannya, tetapi satu hal yang Leora sadari dan membuatnya langsung menegakkan badan yang semula bersandar sambil memejam, bahwa aroma parfum maskulin itu adalah milik seseorang.
"Nona, makan siangmu..." Suara lembut nan halus tapi tetap tegas itu adalah milik seorang pria yang sekarang berdiri dihadapannya dengan setelan yang sama yang Leora lihat pagi tadi di kafe yang sama.
Bukan perkara dadanya yang berdebar sinting kala mendapati sosok itu sudah tersenyum kearahnya, seolah sirat senyum itu adalah sebuah hadiah untuknya yang sudah memutuskan mengakhiri hubungan. Melainkan tentang bagaimana cara Dimas masuk saat didepan pintu ruangannya, Leora sudah menyewa satu penjaga yang khusus untuk memindai identitas. Leora mengecualikan dua orang untuk tidak masuk kedalam ruangannya. Pertama; Dimas, dan kedua adalah ayahnya.
Alasannya ada banyak, tapi yang jelas jika Dimas, Leora hanya tidak mau dirinya kembali termakan oleh perasaannya pada Dimas dan kembali luluh setelah harga dirinya terasa sekali diinjak saat Dimas memutuskan hubungan tanpa alasan yang jelas. Lalu yang kedua adalah ayahnya, alasannya adalah karena Leora ingin dirinya bekerja seperti tidak satu kantor dengan ayahnya. Memuakkan memgingat ia malah menjadi canggung saat mempresentasikan kinerjanya didepan keluarganya sendiri. Alasan yang aneh, tapi itulah Leora.
Namun, rasa-rasanya Leora ingin memecat dengan penuh hormat penjaga itu sekarang juga, tidak berguna sekali setelah Leora membayar lebih untuk menyewanya. Karena pada akhirnya penjaga itu meloloskan satu tamu terlarang yang tak lain adalah Dimas Sagara.
Leora mengerjap beberapa kali sampai ia sadar sendiri bahwa ia memang tidak sedang bermimpi. Itu benar Dimas, apalagi setelah masker hitam itu dilepas. Bertambah intensitas muak Leora saat ia dengan jelas membingkai sosok Dimas yang seolah memasang muka inosen seperti sebelumnya tidak pernah terjadi apapun.
"Sedang bukan jam kerja, tuan Sagara. Silakan keluar dulu dan kembalilah pada jam kerja," ujar Leora, asing. Nada bicaranya sengaja Leora tegaskan bahwa keduanya memang sudah tidak terlibat apalagi terikat hubungan apapun.
Nyatanya Dimas hanya tersenyum saat menanggapi Leora yang sepertinya dipaksakan sekali mengabaikan. Padahal sebelumnya Leora selalu berlari memeluknya saat Dimas masuk ke dalam ruangannya. Sebelumnya, dan beberapa bulan terakhir sebelum hari itu terjadi.
Dimas memang selalu tiga bulan sekali menyempatkan pulang ke Indonesia hanya untuk menemui Leora, dan Leora mana bisa melupakan kenangan manis itu secepat dua hari langsung hilang ingatan. Leora jelas masih ingat, untung saja sekarang Leora bisa menahan diri dan mengingat bahwa dirinya bukan lagi kekasih Dimas dan keduanya hanyalah dua orang asing yang pernah sedekat nadi, sebelum akhirnya sejauh matahari.
Perkara yang Leora memang sedekat itu dengan Dimas, merencanakan indahnya sebuah pernikahan dan hidup setelahnya dengan semua cinta yang mengikat keduanya. Semula pembahasan seperti itu adalah hal terindah yang pernah Leora lakukan bersama seorang yang akhirnya bisa ia cintai sepenuh hatinya. Tetapi semua itu sekarang hanyalah sebuah kenangan sepahit asam yang pada akhirnya tertelan kenyataan bahwa seindah apapun masa lalu, akan tetap menjadi masa lalu.
"Aku membawakanmu makan siang di jam istirahat, bukan akan konsultasi perihal sidang dan kasus perselingkuhan," ujar Dimas dengan nada yang mengayun indah. Seolah Dimas memang tidak berniat macam-macam dan hanya mengantarkan makanan saja.
Leora mendecih, tidak heran dengan seluruh taktik manipulasi yang sedang Dimas pertontonkan dihadapannya. Lelaki memiliki mulut manis, sedangkan perempuan yang tidak terkontaminasi cinta masih memiliki logika yang berjalan.
Leora tidak munafik mengakui bahwa ia mencintai Dimas meskipun awalnya hanya sebuah coba-coba. Pertemuan awalnya sangat tidak terduga. Yaitu pada sebuah acara pertemuan kolega dan ayahnya membawa Leora yang katanya sedang bosan di rumah. Kala itu Leora hanya duduk di sana, sampai seseorang terlihat memperhatikannya dan kecurigaannya terbukti setelah ayahnya mengatakan bahwa anak dari pemilik perusahaan asuransi itu tertarik pada Leora.
Awalnya Leora tidak menolak, tidak juga mengiyakan. Namanya Dimas Sagara, dan dia tampan sekaligus sangat kuat auranya. Seperti memang ditakdirkan menjadi ikon manusia yang popular dan kaya raya. Sosoknya yang gagah dan aroma parfumnya yang harum uang, seolah semuanya yang melekat pada tubuhnya adalah sesuatu yang mahal. Memang, orang kaya itu bebas melakukan apapun dan membeli apapun karena memiliki uang. Tetapi yang Leora kira omong kosong, nyatanya bukan hanya sekedar ketertarikan sesaat.
Dimas mengunjungi rumahnya, berbincang dengan ayahnya pada tanggal merah kalender liburnya. Dan pada akhirnya ayahnya mengenalkannya secara dekat lalu kemudian singkatnya Leora menerima Dimas sebagai kekasihnya. Ingat, Leora menerima Dimas hanya sebagai uji coba, sebelumnya Leora tidak mencintai dan hanya mengagumi saja. Lagipula siapa yang tidak mengagumi sosok seindah Dimas Sagara?
"Terimakasih atas makananmu, tapi bisakah bawa ini keluar lagi? Aku sudah makan," sahut Leora dengan sirat tegasnya.
Sebenarnya Leora bisa saja bersikap acuh dan tidak peduli sama sekali. Sirat enggan yang bisa saja meluruhkan kepercayaan diri Dimas di sana. Membuat seolah kehadiran Dimas adalah pengganggu dan menempatkan Dimas sebagai manusia yang tidak diinginkan kehadirannya sama sekali. Leora sangat bisa, tapi Leora memilih untuk bersikap biasa saja. Karena pun Leora sadar bahwa bersikap kekanakan hanya akan membuat Dimas bertambah puas seolah tanpanya Leora hancur.
Leora tak ingin membuat Dimas merasa superior seperti itu, malah sebaliknya Leora ingin membuat Dimas merasakan pedihnya sebuah sesal saat semuanya hanya tinggal bayangan. Leora ingin membuat Dimas menyesal mengakhiri hubungan dengannya tetapi tidak berniat sama sekali menerima permintaan maafnya. Pun itu jika Dimas meminta maaf, jika tidak ya Leora sama sekali tidak masalah.
Manusia memang seperti itu, separuh iblis dan separuh malaikat. Bisa selembut sayap angsa, bisa juga sesarkas batu neraka. Sikapnya bisa memanipulasi kendati sebenarnya masih begitu mudah dimanipulasi.
Bukan karena Leora pendendam, ia benci dendam karena hal itu hanya akan membuatnya tidak tenang menjalani hidupnya yang sebentar ini. Tetapi Leora hanya ingin membuat Dimas sadar bahwa yang dibiarkan pergi bisa saja yang tak pernah kembali.
"Leora, apa kamu menganggap semua ini serius? Aku kembali untukmu," ujar Dimas tanpa duduk sama sekali. Disamping Leora yang memang tidak menyuruh Dimas untuk duduk, pun sebenarnya Dimas juga berniat akan sebentar saja.
Sekali lagi rungu Leora tersentak, seperti petasan banting yang meledak di gendang telinganya. Dimas melantur atau bagaimana? Apa dia sedang mabuk? Tapi sepertinya tidak. Bibirnya masih merah dan matanya juga tidak seperti seorang peminum. Dimas masih normal dengan mempertahankan prinsipnya untuk tidak pernah meminum alkohol kadar tinggi.
Leora menyeringai kembali, ada yang salah dengan isi kepala Dimas. Sepertinya Dimas memang kehilangan satu sekrup yang harusnya mengencangkan otaknya. Bisa-bisanya bertanya apakah Leora serius atau tidak setelah Dimas sendiri yang menghancurkan kepercayaannya.
"Aku tidak pernah becanda, tuan Sagara. Kita sudah berakhir dengan kau yang mengakhirinya," Leora menjelaskan jika Dimas memang lupa seberapa Leora yang tak pernah main-main dengan keputusannya.
Dimas diam di tempat, ada yang tak beres dengannya dan seluruh isi kepalanya. Dimas tak pernah mendapati Leora seserius ini menganggapi perihal hubungannya. Dulu Leora selalu menyangkal jika ambang perpisahan itu mulai mencuat, dan berakhir Dimas kembali luluh dan kembali mencintai Leora. Melanjutkan hubungan jarak jauh dengan perasaan yang separuh tenang dan separuhnya lagi gelisah.
Namun, kali ini Leora tidak sama sekali mencegahnya, atau memintanya agar memikirkan kembali. Dimas berharap untuk itu, tapi Leora tidak memberikan apa yang Dimas harapkan. Leora tak peduli pun jika bagi Dimas itu hanya sebuah candaan, karena yang Leora tahu apa yang selama ini ia pertahankan adalah cinta yang nyata dan dewasa. Bukan cinta penuh ancaman dan penuh penekanan serta kepemilikan.
"Apa kau masih berpikir aku berselingkuh darimu?" tanya Dimas sambil mendekat kearah Leora. Hanya sampai depan meja dan berhenti disana.
Sementara manik hitam milik Dimas memandang Leora begitu dalam, seolah mencari sebuah kebohongan tapi berakhir tak menemukan apapun selain kekecewaan. Dimas menyadari bahwa dirinya sudah kelewatan. Dimas mengerti Leora yang memang selalu memberinya sepatah maklum, tapi sekarang malah ia yang merusak semuanya.
Leora ikut bangkit, mendekat pada pijakan Dimas tapi tidak juga terlalu dekat. Masih ada sekat yang longgar di antara dua ujung ibu jari kaki yang saling berhadapan. Tersenyum simpul sembari memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celananya yang hangat. Menerawang ke dalam mata tegas itu, hingga Leora mengerti bahwa Dimas memang benar menyembunyikan sesuatu darinya.
"Aku tidak berpikir begitu, tapi pertanyaanmu membuatku mengerti bahwa kau sedang mendeklarkan sebuah pernyataan," sahut Leora santai, bahkan masih ada segaris senyuman yang mengiringi tiap penggal suku katanya.
"Leora, kau tahu aku. Ini hanya salah paham, apa kau masih mempercayai instingmu? Sekretarisku hanya membantuku, tidak lebih..." lirih Dimas pada akhirnya.
Leora tahu itu adalah sebuah kebenaran, sekretarisnya memang terlihat seperti gadis manis yang penurut. Pekerja keras yang berintegritas. Tapi siapa yang tahu laku seorang medusa, mereka bisa semanis gulali padahal di baliknya hanyalah seorang yang sedang menunggu celah lengahnya seorang kancil. Kancilnya tentu saja Dimas, karena akan sekeras apapun Dimas mengalibikan bahwa ini hanya sebuah kesalahpahaman, Leora tetap menganggap bahwa ini adalah sebuah keputusan mutlak.
"Aku tak tahu apa maksudmu melakukan semua ini, kau memutuskan hubungan denganku hanya untuk memohon padaku? Membuktikan cinta dan ingin melihatku kembali mempertahankan hubungan sialan ini? Menguji?" tanya Leora bertubi-tubi, seolah sedang mengeluarkan beban beratnya selama beberapa hari terakhir ini.
"Ini bukan cinta anak sekolahan, lakumu kelewatan sampai membawa ancaman putus dan aku menyetujuinya,"
Dimas masih diam di tempat, kaku seperti membeku.
"Jarak adalah pemisah yang nyata. Bermain-main hanya akan membuatmu terjebak sendiri. Aku bertahan mati-matian untuk ini, dan kau menganggapnya hanya sebuah hubungan tanpa temu yang membosankan."
Tak ada yang berubah, Dimas masih tak bergeming.
"Ingat, tuan Sagara. Tak akan berakhir benar saat sebuah hubungan berawal dari kata 'coba'. Dan kau tahu? Sedari awal aku hanya mencobanya..."
[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments