Kupinang Senja
"Diskon 60%"
Biasanya jika sakit hati, maka orang-orang normal lainnya akan mengunci diri dikamar, atau setidaknya mencari banyak kesibukan agar tidak menangis hingga berlarut-larut. Atau ada juga tipikal gadis yang hanya akan meratapi nasib dan menyesal sampai kesal sendiri. Seharusnya begitu.
Namun, nyatanya itu tidak berlaku untuk gadis serampangan putri bungsu Daymion yang lebih memilih untuk menghabiskan waktunya disebuah pusat perbelanjaan. Memilih baju sepuasnya lalu makan makanan kesukaannya hingga perutnya mungkin akan meledak jika ia tidak teringat ia harus menjaga berat badannya agar tetap ideal meskipun ia hari ini makan tidak teratur.
Jika hanya makan satu jenis makanan junkfood, itu tentu bukan menjadi masalah, hanya saja sekarang sudah ada yang datang lagi dari waitress berseragam abu-abu itu, sebuah piring lebar berisi spagethi pedas yang sengaja ia pesan setelah ia memakan dua potong pizza keju super besar.
Entahlah, itulah Leora Daymion. Sebenarnya ada lagi kepanjangan namanya, tapi gadis dengan surai legam sebawah bahu itu selalu menyingkatnya dengan menyebutkan pada kartu namanya; Leora A. Daymion.
'A' dalam namanya adalah aksara dengan 3 suku kata pemberian ayahnya, kata kakaknya begitu. Athena, dewi perang yang tidak suka berperang, tetapi memiliki jutaan strategi untuk memenangkan peperangan meski dalam diam. Dan mungkin saja itulah yang membuat Leora sekarang memilih menjadi seorang pengacara.
Baru setahun Leora menyandang diri sebagai seorang pengacara, tetapi sepertinya baru saja ia semangat, ia harus dipatahkan harapan hidupnya. Pacarnya itu memutuskan mengakhiri hubungan bahkan hanya lewat telepon. Sudah berulang kali Leora katakan bahwa ia tidak bisa hubungan jarak jauh. Ia bisa hingga bertahan 3 tahun juga karena ia memaksakan hatinya agar jatuh cinta. Cinta pada seorang pria yang merangkap dua peran sekaligus dalam hidupnya, sebagai seorang CEO muda, juga seorang mahasiswa pascasarjana untuk jurusan bisnis internasionalnya.
"Kau dimana?"
Suara pengang yang dari ponselnya membuatnya menjadi malas melakukan apapun, serius Leora tak bohong.
Leora dengan malas mengangkat teleponnya, dan gilanya ia membuatnya menjadi seperti siaran disebuah kedai makan yang ada disebuah mall, karena ia menyalakan loudspeaker-nya, bahkan menyetelnya dilevel suara yang membuat orang disebelahnya menoleh dengan tatapan heran. Mungkin dalam kepalanya; gadis gila mana yang menelfon ditempat umum dengan pengeras suara dinyalakan.
"Aku sedang diatas awan, kak," sahut Leora seadanya.
Mulutnya memang terkadang menyebalkan sekali. Untung saja yang menelponnya bukan ayahnya, karena jika ayahnya yang menelpon, pasti dia hanya akan menanyakan perihal keberadaannya dan kenapa hari ini ia tidak hadir di firma hukum yang sedang riweh dengan kasus perceraian dimana sang wanita tidak mau melepas salah satu hak asuh anaknya hanya karena alasan klasik tidak mau berjauhan.
"Pulanglah, aku tahu kau tidak datang ke kantor. Aletha yang mengatakannya,"
Benar, itu adalah kakak perempuannya, namanya Leona Antheia Daymion, seorang istri yang baik dari seorang suami yang bekerja sebagai seorang Bankir senior, Dion Selatan.
"Ah anak itu, mulutnya tidak bisa dipercaya," gumam Leora dan jelas dibalik teleponnya Leona masih mendengarnya.
"Jangan salahkan Aletha, aku yang mendesaknya agar berbicara."
Leora berdecak sebal. Ah ya, jangan lupakan bahwa kakaknya adalah salah satu penggertak paling ulung, tidak heran jika ia sampai membuat Aletha si penjaga rahasia terbaik itu buka mulut dan mengatakan kebenaran tentang dirinya yang memang tidak datang kekantor hari ini.
"Aku pulang, tunggulah."
Setelahnya, Leora mematikan sambungan teleponnya. Muak. Menyebalkan saat sudah dewasa tetapi masih diperlakukan seperti seorang bocah yang bahkan belum bisa mengelap ingusnya sendiri. Padahal Leora sudah pandai mencari uang dan menghabiskannya dengan sukarela.
"Ah! Sialan! Boros sekali hari ini. Dimas memang anak ibl-"
"Tidak boleh mengumpat! Ayolah mulut baik, harusnya berbicara yang manis-manis saja."
Leora mengutuk mulutnya sendiri. Ia lupa bahwa ayahnya menyuruhnya agar tidak selalu mengumpat. Ayahnya mengatakan padanya bahwa seorang pengacara harus memiliki tingkat kesabaran yang luar biasa, dan Leora harus diuji dengan tidak mengumpat, ayahnya hanya mengijinkannya mengumpat maksimal 2 kali sehari. Jika lebih dari itu, maka ayahnya akan memberlakukan denda dengan harus membelikannya sebungkus martabak manis yang ada kacang dan coklat didalamnya.
...****************...
Perjalanan pulang yang memang tidak membutuhkan waktu yang lama, Leora akhirnya turun dari taksi dengan membawa hampir 10 tas belanjaan yang berisi pakaian baru semua. Leora sudah mengatakan tadi bahwa ia berbelanja, dan diskonnya sedang gila-gilaan.
Leora sengaja tidak membawa mobilnya sendiri karena ia sudah berniat untuk tidak berangkat kekantor hari ini. Ia tidak dalam mood baik untuk pekerjaannya, setelah ia tidak sama sekali mendapat pesan apapun dari pria yang mengakhiri hubungannya hanya lewat telepon singkat. Pria gila, iya kan?!
Sungguhan jika ia tidak teringat bahwa ia harus menjaga mulut, mungkin ia akan dengan senang hati mengumpat lagi. Hobinya mengumpat tapi takut jika diminta ayahnya membelikan martabak manis yang harganya diatas 100 ribu karena dibeli di sebuah kedai elit yang sialannya dekat dengan kantornya. Kantor dimana ia dan ayahnya bekerja, walaupun berbeda ruangan.
"Aku pulang, kak..."
Leora tidak mengetuk pintu, langsung masuk saja bahkan dengan wajahnya yang dilipat masam. Iya, lupa mengatakan bahwa Leora sedikitnya memiliki kebiasaan menyebalkan yaitu tidak mengetuk pintu sebelum masuk. Leona tidak kurang ribuan kali mengatakan pada adik kesayangannya untuk sedikitnya bersikap sopanlah walaupun dirumah sendiri. Namun, alhasil selalu yang Leona katakan hanya berbuah sahutan Leora yang membuat telinganya panas. "Aku akan menjadi anak manis dirumah orang."
Rumah yang tidak bisa dikatakan sederhana. Rumah besar dengan aksen italik bercat putih. Interior klasik yang modern, bagaimana ya menyebutkannya, tapi Leora memang lahir dari kalangan elit yang memang tidak pernah kesulitan fasilitas semenjak kecil. Tidak pernah kekurangan dan selalu hidup dari suapan sendok emas. Dengan dirinya yang seorang bungsu, membuatnya menjadi kesayangan hingga rasanya ia selalu bosan saat ditelepon untuk pulang dari acara reuni padahal jam dinding besar diruang tamu itu masih menunjukkan pukul 7 malam.
"Ayah menanyakanmu sejak pagi. Kau gila tidak ke kantor?" tanya Leona dengan nada bicara yang menaik, memojokan dan seolah sedang menanyai seorang kriminal.
Leona hobi sekali menginterogasi setelah keahliannya menggertak orang. Leora sudah biasa dengan sifat bawaan kakaknya itu. Dengan selisih 7 tahun membuat Leona memang jauh lebih dewasa dari Leora. Entah untuk sisi mental maupun logikanya. Jauh berbeda dan tak jarang ayahnya dibuat pusing dengan perdebatan dua putrinya yang memang jarang sekali akur dalam artian selalu mempermasalahkan hal sepele sekalipun. Seperti jika tidak ribut dalam sehari, akan ada yang kurang dalam hidup mereka.
"Aku hanya menghibur diri," ujar Leora sembari mendudukkan diri disalah satu sofa dimana disana Leona sedang menidurkan anaknya yang masih berumur satu tahun. Melepas kaus kakinya, sembari meletakkan dua tas belanjaan berisi baju diskonan.
"Kak, untuk Owe. Aku membeli banyak karena diskon."
Owe adalah panggilan untuk keponakannya yang sebenarnya memiliki nama yang tak kalah cantik dari tantenya; Chloe Daymion. Bocah kecil manis yang selalu membuat malamnya tidak pernah tidur dengan nyenyak.
"Kapan kau bisa dewasa jika terus seperti ini?" ucap Leona tanpa menoleh. Ia hanya mengusap-usap punggung anaknya tanpa menghiraukan Leora yang mungkin tidak mendengarkannya. Jujur saja ia sangat ingin mengatakan bahwa setidaknya jika Leora belum ingin menikah, maka dia harus belajar dewasa.
"Ayah mengatakan kau putus dengan Dimas?" ujar Leona yang mampu membuat langkah Leora berhenti ditempatnya.
Leora menghela napas panjangnya, itu benar. Tapi, darimana ayah tahu?
"Dia yang mengakhirinya kak, aku tidak mau mempertahankan hubungan yang bahkan sudah tidak dia inginkan," sahut Leora menggunakan logikanya, walaupun dalam hatinya masih ada rasa tidak terima jika apa yang sedari dulu dipertahankan malah berakhir terhempas tanpa perasaan.
Cintanya tidak main-main, tetapi pria itu membuatnya seperti hanyalah hal tak berguna layaknya remahan keripik kentang. Begitu enteng saat mengatakan mengakhirinya seperti apa yang dikatakannya bukan sebuah hal besar. Padahal jelas itu melukai hati Leora kelewat dalam.
"Bukankah dia yang awalnya mengatakan akan mempertahankam hubungannya denganmu walaupun jarak jauh?" tanya Leona yang memang setahunya seperti itu. Itu yang Leora katakan saat mengantar Dimas di bandara 3 tahun yang lalu.
Dulu Dimas yang bersikeras mempertahankannya saat Leora mengatakan bahwa ia tidak bisa menjalani hubungan jarak jauh. Jelas karena Leora beralasan minimnya pertemuan dan jarak yang terlalu jauh. Mungkin jika hanya dari Kebayoran Lama ke Bogor, itu masih bisa ditoleransi. Namun, Leora ada di Jakarta dan Dimas di Amerika, New York tepatnya. Dan terbukti sekarang hasilnya tidak sesuai janji yang Dimas katakan. Dimas sendiri yang mengakhirinya disaat Leora mulai terbiasa dan tidak berbebani dengan hubungan jarak jauhnya.
"Manusia memang cepat sekali berubah. Jangan buat janji mereka sebagai harapan, karena kadang kekecewaan hadir bahkan pada harap yang semula tak ada."
Setelah mengatakan itu, Leora melanjutkan langkahnya menuju kamarnya yang ada dilantai dua rumahnya. Tidak lagi menghirau pada apa yang kakaknya katakan walaupun ia masih bisa mendengarnya.
"Kau membuat masalah? Leor- adik laknat! Kenapa meninggalkan orang yang sedang berbicara denganmu!" sentak Leona yang menyadari bahwa Leora sudah tidak ada dibelakangnya. Ia berbicara sendiri dan ia hampir saja berteriak mengumpat jika tidak teringat betapa susahnya menidurkan Chloe.
...****************...
Leora akhirnya bertemu kasurnya lagi, sudah rindu sekali setelah seharian ini menguras saldo debitnya. Ia tidak sedang memanjakan dirinya, tetapi ia memang membutuhkan pelampiasannya. Ia sedikit membenci hidupnya hari ini, terutama pria yang sedari tadi ia umpati dalam benak ratusan kali dengan mengabsen keseluruhan penghuni kebun binatang.
"Kukira mulutmu bisa dipercaya, tapi nyatanya kau sama saja," gumam Leora, suaranya lirih sendu bersaing dengan deru dari pendingin ruangan yang dirasa semakin menginvasi seluruh ruangannya yang memang sesepi ini jika Leora tidak menyalakan musik dalam ponselnya.
Leora mengambil headsetnya, ia biasanya akan menyetel dengan volume keras di speaker blutooth-nya, tapi hari ini ia ingin telinganya saja yang mendengar. Ia sedang pelit karena tidak mengijinkan ikan peliharaan didalam akuarium itu mendengarkan apa yang sedang ia dengar.
Matanya memejam tenang, dengan alunan musik yang bisa membuatnya sedikit merasakan kedamaian dalam dirinya. Bukan kedamaian dalam artian ia ingin tenang selamanya, tetapi setidaknya ia tidak terus terbayang wajah pria itu yang terus saja menari dalam manik sehitam jelaga miliknya.
"Dunia itu menggemaskan, ada kalanya hari kemarin kau adalah manusia paling bahagia, tetapi hari ini kau adalah manusia paling menyedihkan. Terbiasalah untuk hal seperti ini lain kali, buatlah dirimu terbiasa, meski itu menyakitkan, Leora! Ingat itu!" peringat Leora pada dirinya sendiri yang membuat kamarnya menjadi berisik meskipun dia hanya seorang diri disana.
Leora meneruskan pejaman mata itu hingga tak sadar ia benar-benar terlelap dengan keadaan belum mandi, bahkan belum sama sekali menyentuh air untuk setidaknya mencuci kaki atau membasuh muka. Kebiasaan!
[]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Anonymous
good job teros kak
2023-02-16
0