3. Sebuah hadiah.

Sore merambah menuju malam. Sinar rembulan begitu indah hadir memberikan cahayanya. Diantara banyak bintang yang bertaburan, ada satu bintang yang begitu berkilau, paling besar dan unjuk keindahan diantara para bintang lainnya. Fokus seorang gadis tertuju pada satu bintang, membayangkan dirinya yang menjadi bintang paling bersinar itu.

"Vio," panggil seorang pria dengan suara yang khas dan dalam. Lelaki itu memandang Vio yang asik melihat langit seraya tersenyum-senyum sendiri.

"Papa," jawab Vio, "papa kesini sama Tante Vanya?"

"Ya. Kamu ditunggu sama Tante Vanya di depan. Ada hadiah buat kamu," jawab Dewa kemudian.

"Hadiah apa? Serius?" tanya Vio antusias, "tapi Vio nggak mau hadiah, Pa. Vio maunya di sayang aja," jawab Vio pelan, membuat Dewa merasa tak nyaman.

Dewa sadar, dirinya selama ini memang jarang sekali datang untuk sekadar menengok putrinya. Padahal, Vio adalah satu-satunya garis keturunan Dewa yang tersisa, lainnya dari Vanya, tidak bersedia bertahan menghadapi kerasnya kehidupan.

"Maaf, papa janji akan lebih intens datang. Ayo ke depan. Kita ngobrol bareng. Ayah Rama juga menunggu kamu," ajak Dewa kemudian.

"Sebentar deh, Pa. Vio pengen cerita ke Papa. Tapi jangan bilang sama Mama, ya? Papa harus janji, ini rahasia kita. Bahkan sama Tante Vanya pun, Papa nggak boleh cerita," ujar Vio seraya memegangi lengan sang Papa yang kokoh.

"Janji. Mau cerita apa, sih?" tanya Dewa yang lantas duduk di bangku di depan Vio. Lelaki itu lantas menatap Vio penuh tanya.

"Pa, gimana sih rasanya orang jatuh cinta itu?" tanya Vio lirih, dengan suara bisikan.

"Ya, namanya orang jatuh cinta itu, ya hatinya berbunga-bunga terus. Sering rindu, kemudian ya ... ingin berkencan sesekali, atau tak ingin jauh dari orang yang menjadi sasaran jatuh cintanya. Memangnya kenapa? Vio pasti jatuh cinta," tanya Dewa yang sengaja memojokkan sang putri.

Vio tersenyum malu-malu, membuat Sang Papa tersenyum gemas pada putrinya yang masih berusia delapan belas tahun itu. Ingin jujur, namun vio seperti malu untuk mengakuinya.

"Tapi Papa jangan bilang-bilang ya, Pa. Vio memang lagi suka sama seseorang. Cuman, dia itu pria dewasa yang keren, macho dan maskulin sekali. Dia tampan, lebih tampan jauh daripada Papa," ungkap Vio, membuat Dewa mengerutkan kening tak nyaman.

Sejak kapan putrinya ini mengerti definisi lelaki tampan? Dewa menyadari satu hal, Elvionika berubah jadi dewasa secepat ini. Tak menyangka, Dewa merasa sebentar lagi mungkin Vio akan menikah beberapa tahun lagi.

"Masa sih?" tanya Dewa lagi, "Memangnya siapa sih, lelaki yang bisa menyaingi ketampanan Papa?" bisiknya lirih.

"Papa mau tau banget, apa mau tau aja?" tanya Vio kemudian meledek Papa.

"Ya mau tau banget, dong. Sini, bagi tahu Papa. Papa janji Papa nggak bakalan ember dan bilang sama Mama dan Ayah," ujar Dewa, membuat Vio tertawa renyah.

"Felix Harraz Rahardja, putra sulung itu loh, Pa, pengusaha senior yang namanya Tirta Rahardja itu. Papa tahu dong pasti, sama profil keluarga mereka? Mereka keluarga yang terkenal," jawab Vio kemudian.

Dewa tercengang. Lelaki itu juga syok ketika mulut mungil putrinya, menyebut nama Rahardja.

"Kamu jangan terlalu aneh-aneh, Vio," ucap Dewa, seraya menatap tajam sang putri, "sekolah yang bener, jangan pacaran melulu. Kamu jangan mengecewakan Mama, Ayah, Papa dan Tante Vanya. Bangun dulu karier kamu, gapai cita-cita, kamu jadi cucu kebanggaan Oma Kania."

"Memangnya kenapa, Pa. Papa nggak merestui? Kan Felix itu cakep, juga ya, dia bawaannya tuh cool banget. Sudah gitu, kedua orang tuanya juga memiliki nama dan reputasi yang baik di kalangan bisnis. Aku udah baca artikel yang menerangkan, bahwa mereka adalah keluarga yang nyaris sempurna," jelas Vio dengan semangat menggebu.

Semua tentang Felix, apa sih, yang tidak diketahui oleh Vio? Gadis itu bahkan kerapkali nekat, dan mencari seribu satu cara, untuk mencari tahu apapun tentang Felix, termasuk kesibukan Felix ketika akhir pekan.

Vio bermimpi, ada saat dirinya ingin sekali menghabiskan waktu dengan berkencan seharian bersama Felix.

Siapapun tolong, benturkan kepala Elvionika Sinatra pada tembok. Mungkin, hal itu akan memberikan efek baik bagi otak Vio yang konslet.

"Kamu nggak salah jatuh cinta, itu wajar. Tapi jangan sama golongan orang begitu, deh. Mereka itu ya, terlalu tinggi bagi orang biasa kayak kita," sahut Dewa.

"Ayo cepat ke depan dulu. Kamu bisa lihat gaun buatan Tante Vanya yang dibuat khusus dengan penuh kasih sayang, hanya untuk kamu," ungkap Dewa lagi, demi bisa mengalihkan pembicaraan agar Vio tak semakin ngaco lagi.

"Yes, baiklah. Siapa tahu nanti gaunnya bisa aku pakai untuk kencan sama Felix," timpal Vio dengan percaya diri, membuat Dewa mengerucutkan bibir tak berdaya.

"Dasar tukang halu," ledek Dewa, membuat Vio hanya terkekeh di buatnya.

Papa dan anak itu lantas bangkit, menuju ke ruang tengah di mana ada Vanya, Anika dan juga Rama disana.

Vio muncul, memperhatikan gaun merah yang indah berada dalam genggaman Vanya. Senyum lebar terbit di bibir gadis itu.

"Vio, sini cepat. Tante Vanya sengaja datang, membawa ini untuk kamu. Cobain dulu. Semoga kamu suka karena ini desain tangan Tante sendiri," ujar Vanya berdiri, menuntun Vio agar mendekat.

Sebuah gaun merah dengan hiasan Payet mahal, dengan bahan kain import yang terkenal bagus, begitu memanjakan Mata. Tak hanya itu, warna merah darah pada gaun itu, menambah kesan dewasa pada Vio, jika Vio mengenakannya nanti.

"Ini khusus Tante buatkan untuk kamu, biar kamu terlihat lebih dewasa. Sengaja Tante pilih warna merah, karena Tante pikir, gaun warna soft punya kamu yang Tante kasih, udah terlalu banyak. Tante pikir, semua gaun kamu yang warna kalem, udah banyak," tambah Vanya.

"Wah, makasih banyak, Tante," sahut Vio seraya memeluk Vanya dengan tulus.

"Sama-sama," jawab Vanya membalas pelukan Vio. Ada rasa hangat, ketika Vio memeluknya erat begini. Hanya dengan cara beginilah, Vanya seolah memiliki seorang anak. Selama menikah dengan Dewa, Tuhan mungkin hanya tidak mempercayai Vanya dan Dewa untuk memiliki anak.

"Malam akhir pekan nanti, pakai itu saja, Vio. Mama ingin kamu ikut serta hadir di acara peresmian hotel milik teman Mama. Nanti, kamu pasti cantik pakai gaun itu. Gaunnya kayaknya pas di badan kamu," ungkap Anika kemudian.

Mata Vio berbinar terang, "Serius, Ma? Aku mau," jawabnya dengan antusias.

"Baiklah. Coba dulu gaunnya dan jangan lupa untuk tetap terima kasih sama Tante Vanya," perintah Nika.

"Makasih banyak ya, Tante," ujar Vio pada Vanya.

"Sama-sama, sayang," jawab Vanya.

Begitulah kehangatan dalam keluarga Anika dan Vanya. Mereka sudah saling rukun, meski masa lalu mereka, terbilang sangat rumit. Kebahagiaan akhirnya datang menghampiri mereka, setelah kehancuran di masa kecil Vio, melanda keluarga besar mereka.

**

Terpopuler

Comments

Arya akhtar

Arya akhtar

lanjut thor

2023-02-17

1

Vera Mahardika

Vera Mahardika

berdamai itu memang indah tapi aku mah gedeg aja sm vannya dan dewa. baguslah tuhan g kasih dia anak. wong anak yg ada aja di sia siain dmi bisa berduaan sm si vanyaul. thor extrapart dong hana sm tirta. dmn dia hamil lagi adenya tirta gmn hari2 dia yg udah uwu

2023-02-17

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!