Hansen sedang sibuk memeriksa laporan harian. Tiba-tiba pikirannya teralihkan. Ia teringat akan Audrey. Ia tidak bisa melupaka begitu saja malam panas yang telah mereka lewati, meski Hansen sendiri dalam keadaan setengah sadar.
"Dion ... " panggil Hansen pada Asistennya
"Ya, Pak. Apa ada sesuatu yang Anda butuhkan?" tanya Dion menatap Hansen.
"Apa ada seseorang yang mencariku selama aku berada di luar kota kemarin?" tanya Hansen.
"Seseorang? siapa yang Anda maksud?" tanya Dion.
"Seorang wanita muda mungkin," gumam Hansen.
"Apa?" kaget Dion. "Apa saya tidak salah dengar? wa-wanita muda?" tanya Dion bingung.
Hansen menarik napas dalam, lalu mengembuskan napas perlahan. Ia menutup berkas dokumen yang baru selesai ia lihat.
"Sudahlah. Ambil ini dan lanjut saja bekerja. Lupakan apa yang baru saja aku katakan," kata Hansen membarikan berkas laporan pada Dion.
"Baik, Pak." jawab Dion menerima permberian Hansen.
Dion lantas pergi meninggalkan ruangan Bossnya. Meski ia masih bingung dengan apa yang dibicarakan Bossnya itu, tetapi ia tidak ingin bertindal jauh karena sudah diperingati untuk melupakan apa yang didengarnya.
Sementara itu, Hansen sibuk memeriksa ponselnya. Ia berharap ada pesan atau panggilan dari Audrey.
"Kenapa dia tidak menghubungiku, ya? Padahal aku sudah berikan nomor pribadiku padanya. Apa dia tidak menemukan catatan dan kartu namaku?" batin Hansen gelisah.
Setelah apa yang dilaluinya malam itu, membuat Hansen tidak bisa tidur setiap malam karena memikirkan Audrey. Dalam kepalanya hanya ada wajah Audrey. Bahkan aroma sampai suaranya pun masih bisa terasa nyata bagi Hansen.
"Ahh, sialan! Bisa gila aku karena terus memikirkannya. Bisa-bisanya aku langsung pergi tanpa tahu setidaknya nomor ponselnya." gumam Hansen kesal. Ia mengepalkan erat kedua tangannya.
Hansen mengusap wajahnya dan memijat pangkal hidungnya perlahan. Ia bersandar ke kursi tempatnya duduk.
" Apa kita bisa kembali bertemu, Re? sudah satu minggu berlalu, tetapi aku masih merasakan semua yang ada padamu," batin Hansen memejamkan mata.
Pintu ruangan diketuk. Seseorang membuka pintu dan memanggil Hansen.
"Pak, Ada tamu yang datang." kata seseorang itu. Yang tak laina dalah Sekretaris pribadi Hansen.
"Siapa?" tanya Hansen.
"Nona Anastasia," jawab Sekretaris Hansen.
"Kenapa wanita itu datang ke sini. Ah, mengganggu saja. Aku harus menyibukkan diri dan membuatnya segera pergi," batin Hansen mengernyitkan dahinya.
"Suruh dia masuk. Kamu tolong siapkan ruang rapat segera, rapat hari ini kita majukan saja." kata Hansen memberikan perintah.
"Baik, Pak." jawab Sekretaris. Yang lantas mempersilakan tamu masuk. "Silakan, Nona." katanya ramah.
Seorang wanita cantik melangkah memasuki ruangan. Wanita itu bernama Anastasia.
"Hai, Hans ... " sapa Anastasia.
"Ada angin apa sampai kau datang ke katorku?" tanya Hansen dengan suara dingin.
Anastasia duduk di sofa, "Oh, ayolah. Jangan terlalu dingin. Kamu membuat ruangan ini beku. Aku datang karena merindukanmu. Aku hanya ingin menyapamu," jawab Anastasia tersenyum cantik.
"Kamu sudah bertemu dan bicara denganku, kan. Makadari itu, sekarang pergilah. Aku akan ada rapat sebentar lagi, aku sibuk." kata Hansen tanpa menatap Anastasia.
"Berapa lama rapatmu? bisakah kamu makan siang denganku?" tanya Anastasia.
"Entahlah. Mungkin akan sangat lama sampai aku tidak bisa makan. Mungkin juga akan selesai sampai jam pulang kantor, itupun kalau kami menemui titik temu." jawab Hansen asal.
Anastasia terdiam sesaat. Ia pun tersenyum dan berdiri dari duduknya.
"Baiklah. Sepertinya aku datang di waktu yang tidak tepat. Aku pulang saja. Aku akan menghubungimu nanti." kata Anastasia.
"Hmm ... " guman Hansen. Ia berpura-pura sibuk merapikan berkas dokumen di atas mejanya.
Anastasia pun pergi. Hansen mengembuskan napas lega setelah melihat wanita yang tidak disukainya itu keluar dari ruangannya.
"Bisa-bisanya aku harus bersikap baik pada wanita gila seperti itu. Jika saja Papanya bukan teman baik papaku, maka aku tidak akan sudi. Terlebih dia adalah wanita licik penuh trik. Aku tak akan pernah lupa dengan apa yang ia lakukan padaku malam itu." batin Hansen.
"Namun, ada hal besar yang kudapatkan, bukan? jika aku tidak datang menemui Anastasia malam itu, maka aku tidak akan bertemu Rere. Hahhh ... lagi-lagi aku memikirkannya. Bayangannya terus muncul di kepalaku seperti hantu." batin Hansen lagi.
Tidak lama pintu ruangannya kembali diketuk. Sekretaris membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan memanggil Hansen untuk segera datang ke ruang rapat karena semua orang sudah menunggu. Hansen pun pergi bersama Sekretarisnya meninggalkan ruangan.
***
Satu bulan kemudian.
Audrey sedang sarapan sendirian. Papa dan Mamanya sudah pergi ke kantor karena ada urusan. Bibi pelayan menghidangkan sarapan kesukaan Audrey di atas meja.
"Silakan, Nona." kata Bibi pelayan. Berdiri di samping Audrey.
"Ya, Bi. Terima kasih." kata Audrey tersenyum.
Ia pun segera menikmati sarapan yang sudah disiapkan. Baru saja makanan masuk ke dalam mulut, tiba-tiba Audrey merasa mual dan ingin muntah.
Melihat Nonanya tak nyaman. Bibi pelayan pun bertanya, apakah ada yang dibutuhkan? Bukannya menjawab pertanyaan Bibi pelayan, Audrey justru berlari ke kamarnya.
***
Audrey mengelap mulutnya dan menatap cermin. Dahinya berkerut. Ia memikirkan kemungkinan besar yang terjadi.
"Tanggal berapa sekarang?" batin Audrey.
Ia pun berjalan cepat keluar dari kamar mandi dan mengambil ponselnya.
"Tidak mungkin kan aku hamil," gumam Audrey.
Ia kembali memikirkan gejala-gejala aneh yang sering ia alami. Seperti pusing, mual, muntah dan lemas tidak bertenaga.
"Aku harus segera periksa. Tidak boleh menundanya," batin Audrey.
Ia pun segera berganti pakaian dan bersiap pergi ke rumah sakit. Meski gelisah dan ada perasaan takut, ia berusaha tenang. Berulang kali ia mengatur napasnya.
***
Di rumah sakit. Audrey duduk di hadapan seorang Dokter wanita yang cantik. Ia baru saja menjalai serangkaian pemeriksaan.
"Selamat, Anda tengah mengandung. Janinnya sehat, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." kata Dokter cantik itu tersenyum sambil memberikan sebuah kertas berisi hasil pemeriksaan.
Audrey terkejut. Matanya membulat sempurna menatap sang Dokter. Melihat keterkejutan Audrey, Dokter kebingungan. Meski demikian Dokter itu tetap tersenyum cantik.
"Ada apa? kenapa terkejut?" tanya Dokter.
"Ah, ti-tidak. Ti-tidak apa-apa. Maaf, apakah pemeriksaannya sudah selesai? bisakah saya pergi sekarang?" tanya Audrey gelisah.
"Oh, tentu saja. Pemeriksaanya sudah selesai. Saya sudah tulisakan vitamin dan obat mual jika diperlukan. Tolong jaga diri Anda, Nona. Saya menunggu kedatangan Anda kembali bulan depan," jawab Dokter itu tersenyum lagi.
"Baik, Dok. Terima kasih," jawab Audrey.
Ia pun segera berdiri dari duduknya dan keluar dari dalam ruang Dokter. Audrey melangkah pergi dengan perasaan kacau menuju kamar mandi.
Di dalam bilik kamar mandi, Audrey menangis tanpa suara. Ia sedih, bingung dan terkejut. Ia tidak tahu harus berbuat apa sekarang.
"Aku harus bagaimana sekarang? tidak mungkin untukku bicara jujur pada Papa dan Mama, kan?" batin Audrey menunduk.
Setelah puas menangis, Audrey keluar dari kamar mandi. Ia mencuci tangan dan pergi dari kamar mandi. Ia pun meninggalkan rumah sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments