Alea langsung menggunakan tangannya untuk dijadikan kode, agar bus berhenti dan dengan begitu dirinya bisa langsung naik, karena ia juga sudah hampir telat.
"Mas, Matahari." Alea pun memberitahu kepada kondektur bus yang ia tumpangi, untuk memberhentikan dirinya di mall.
Akan tetapi, kondektur itu tidak menjawab justru langsung memberikannya karcis sebagai bukti pembayaran.
Semua, yang ada di bus sedikit risih saat Alea duduk. Tatapan orang-orang seakan-akan ingin segera memangsanya karena melihat Alea, terlihat mengerikan dan semua orang juga was-was. Kalau saja ada niat terselubung.
Bukan tanpa alasan. Itu karena penampilan Alea layaknya preman. Baju putih sebagai dalaman dan dilengkapi dengan hem kotak-kotak berwarna coklat. Tidak lupa topi yang selalu menutupi rambut hitamnya yang selalu disembunyikan di balik topinya, wajah garang yang selalu ditampilkan, membuat orang mengira bahwa dirinya Alea adalah seorang pencopet.
"Hati-hati, sepertinya ada preman yang sedang operasi."
"Preman itu sungguh meresahkan, ya."
"Awas saja jika berani mencopet, habis sudah riwayatnya."
Seperti itulah suara orang-orang yang berada di dalam bus, meski lirih Alea masih bisa mendengarnya karena telinganya masih berfungsi dengan baik, dan itu membuatnya kesal. Kenapa juga orang-orang memandangnya seperti itu, dan membuat Alea semakin risih.
"Apa mereka pikir gue ini preman yang meresahkan? Hye, tolonglah gue ini cewek tulen masih doyan laki." Meski ucapan Alea lirih namun sosok kondektur itu dapat mendengar apa yang dikatakan perempuan yang ada di sebelahnya.
Merasa mendapat tatapan, Alea langsung menoleh ke arah pria tersebut lalu.
"Apa lu liat-liat. Masih ngira kalau gue copet juga," ucap Alea pada sosok orang yang berada di sampingnya.
Glek.
Yah, lelaki itu adalah kondektur. Lelaki itu menelan ludah dengan kasar hingga menimbulkan suara, sedikit gemetar. Itulah yang dirasakannya sekarang.
"Ini cewek judes amat yah," batin pria itu. Lalu dengan segera ia pun berdiri untuk menghindari kengerian yang didapat, saat duduk dengan wanita jadi-jadian menurutnya. Dari suaranya saja sudah terlihat jika Alea itu garang macam kakaknya Upin-Ipin.
“Matahari, yang matahari. Yok turun karena sudah sampai,” ucap kondektur dengan cara berteriak agar siapa yang mau turun, bisa segera maju dan bus juga sudah berada di depan mall.
“Woe, gue turun.” Gegas Alea maju ke depan untuk bersiap-siap turun.
“Eh cewek jadi-jadian, gak perlu teriak di kuping saya kenapa. Saya denger dan gak tuli!” seru kondektur dengan nada kesal.
“Buset, gitu doang pakai ngegas.” Ucapan Alea membuat kondektur tersebut langsung mendelikkan matanya. Dalam hatinya, baru kali ini dirinya bertemu dengan cewek bar-bar.
“Apa lu, berani sama gue.”
Pak sopir yang melihat pun dibuat geleng, dengan penumpang satu itu.
“Baru juga naik bus saya, uda main berani saja nih bocah.” Pak sopir mengumpat karena kupingnya sungguh terasa panas melihat keduanya saling adu mulut.
“Woe, kalian kalau kaga ada yang mau ngalah. Tak lempar ke KUA, yang ada di depan matahari itu ya.” Mendengar pak supir marah, membuat keduanya langsung diam seketika.
“Ogah saya punya bini kayak kamu, cantik iya. Sayangnya mirip tukang palak,” kata kondektur itu lagi dan membuat suasana menjadi kembali sengit.
“Elu ya, memang pada dasarnya manusia itu ngeliat semuanya dari penampilan. Cih, sangat menyedihkan para orang-orang contohnya ke kamu.” Alea tak terima dan membalas ucapan kondektur tak kalah pedasnya, mirip sambel mercon kali ya.
“Kalau kalian terus saja cekcok. Tak doain supaya jodoh beneran lho,” ucap pak sopir dengan nada kesal karena keributan yang dibuat hingga membuatnya, tak bisa konsentrasi.
“Idih, ogah gue.”
“Lagian siapa juga yang mau punya jodoh seperti kamu?”
“Makanya gue ogah.” Alea mengatakan lagi dan setelah itu.
“Dasar kondektur menyebalkan!” teriak Alea setelah turun dari bus.
Kata umpatan ia ucapkan sepanjang jalan hingga sampai di tempat parkir. Melihat itu temannya langsung menghampirinya.
“Elu kenapa, Al. Datang-datang mirip orang habis kecolongan ciuman saja,” ujar Agus, teman seprofesinya.
“Elu kira-kira dong kalau ngomong. Gue lagi sebel saja,” ucap Alea dengan meremas erat tangan yang ada di atas motor yang diparkir oleh pemiliknya.
“Al, apa elu uda gila?” tanya Agus dengan wajah merah padam karena sedang menahan sesuatu.
“Beraninya elu ngatain gue gila, mau elu itu burung gue jepit di ruji.” Alea mendengus kesal karena Agus terus mengatainya.
"Udah kesal makin ditambahin," gerutu Alea di dalam hatinya.
“Duh jangan dong, Al. ini kan warisan yang udah diberi sama Tuhan, masa iya mau elu siksa.” Agus dengan wajah memelas di samping itu ia meringis karena sesuatu hal, yang membuatnya ingin sekali berteriak. Rasanya sudah berada di pucuk kepala tapi hanya Agus saja yang merasakan, sedangkan Alea masih menikmati sesuatu yang berada di genggamannya.
Agus sudah tidak tahan, sekuat tenaga mencoba tidak berteriak. Nyatanya ia tidak bisa dan dengan sekuat tenaga akhirnya Agus bisa mengeluarkan apa yang sudah ia tahan-tahan sedari tadi.
“Alea!!!!!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments