3. KEHIDUPAN ALEA SEHARI-HARI

Mungkin karena Alea berjalan dengan mata yang tak melihat, hingga tanpa ia tahu dirinya kepentok oleh pintu. Yang semula dibuka kini tertutup, dan entah itu semuanya ulah siapa.

Mak Ijah yang mendengar teriakan Alea langsung datang untuk melihat jidat anaknya.

"Mak, kenapa pintunya ditutup, sih!" dengus Alea dengan wajah cemberut, udah sakit tertimpa tangga pula, mungkin seperti itulah pepatah yang cocok diberikan untuk Alea.

"Lupa tadi Mak ngasih taunya. Kalau pintu ditutup sama Alen," ucap Mak Ijah dengan sesekali meringis, karena sepertinya itu sangat menyakitkan.

"Mak, aku yang kepentok. Kenapa Mak yang meringis sih," dengus Alea yang menurutnya jika mak nya sengaja meledeknya. Dengan cara seperti itu.

"Oh iya, ya. Lupa," ujar Mak Ijah tersenyum tipis, sambil menepuk jidatnya.

Ck … Ck.

Alea mendengus, sambil tangannya masih memegang dan mengelus keningnya yang sakit. Lantas ia pun berjalan menuju kamar, karena seperti sebentar lagi, darahnya akan mendidih jika terlalu lama bersama mak nya itu.

Di kamar.

"Kenapa dari tadi apes mulu sih," umpat Alea pada diri sendiri sembari menatap tubuhnya di pantulan kaca, dan sesekali memegang pipi serta bentuk tubuhnya. Yang akhir-akhir ini sedikit berbeda.

Setelah menyisir rambut dan kini sudah rapi, Alea ingin sebentar saja tidur. Tubuh yang lelah karena sedari pagi sudah parkir, ditambah nanti malam ia harus jaga parkiran lagi. Membuatnya harus mengumpulkan tenaga ekstra agar tubuhnya tetap fit, dan terjaga. Kalau sampai tubuhnya tumbang maka itu berarti, dirinya tidak punya pemasukan.

Belum juga mata terpejam, namun suara Alen membuatnya tidak dapat tidur lagi, dan mendesis karena menahan kesal. Waktu yang seharusnya digunakan untuk istirahat, justru dibuat untuk meladeni hal-hal yang tidak penting.

"Apaan sih itu anak, berisik banget!" sungut Alea, lalu melirik ke atas dengan mimik muka yang malas.

"Mbak, buka pintunya."

Tok.

Tok.

Tok.

"Bener-bener ini anak ya, bikin orang darah tinggi saja." Alea menggerutu karena ada saja menganggu waktu istirahatnya.

Alea tidak menjawab melainkan malah menutupi tubuhnya dengan selimut. Agar tidak mendengar suara cempreng milik Alen.

Alena yang berada di luar pintu kamar milik Alea. Terus saja berteriak dan menggedor pintu karena tidak kunjung dibuka oleh sang empunya.

Mungkin karena lelah, akhirnya Alea tidak lagi mendengarkan suara dari Alena, dan sepertinya sekarang Alea juga merasakan kantuk yang luar biasa. Hingga matanya mulai terpejam dan pergi ke alam mimpi.

🍁🍁🍁🍁

Tidak terasa siang telah berganti dengan malam. Sekarang di meja makan Alea dan ibu serta adiknya sudah bersiap untuk makan.

Melihat menu favoritnya yang ada di atas meja, membuat mata Alea berbinar-binar. Layaknya seseorang yang sudah menemukan bongkahan emas.

“Sambel pete My favorit, yummy.” Dengan rasa tidak sabar Alea segera menyambar lauk dan nasi tersebut, lalu dengan lahapnya ia memakan masakan dari emak nya dengan sangat nikmat.

Ketiga perempuan itu, dengan berbeda generasi sama-sama menikmati apa yang sudah disajikan di atas meja. Sederhana namun sangat nikmat.

Sedari tadi keadaan hening tanpa ditemani sebuah obrolan. Mak Ijah, pada akhirnya memecah keheningan agar tidak terlihat seperti kuburan.

“Al, apa kamu akan berangkat markir lagi?” tanya Mak Ijah, dan pandangannya terus tertuju pada sang anak, yang selama ini menjadi tulang punggung bagi keluarganya.

“Kalau tidak berangkat lantas kita mau makan pakai Mak, sedangkan penghasilan di pasar cuma cukup buat makan.” Jawab Alea dengan tatapan sendunya.

“Apa lebih Mak kerja, supaya keuangan kita ada perubahan sedikit.” Mak Ijah berkata dengan tatapan yang tak tega, pasalnya hanya Alea saja yang bekerja. Sedangkan Alen harus tetap sekolah dan sekarang sudah masuk di SMP, Alea tidak mau jika nasib sang adik akan sama dengannya. Yah, Alea hanya tamatan SD, maka dari itu di jaman yang semakin maju. Sungguh sulit mencari pekerjaan walau hanya seorang pelayan di rumah makan.

Bagi Alea pekerjaan menjadi juru parkir itu tidaklah buruk, maka dari itu selama pekerjaan halal maka Alea tidak masalah. Walau harus berpanas-panasan di teriknya matahari, dan malamnya akan ditemani oleh semilirnya angin.

“Tidak Mak, Aku masih sanggup menghidupi kalian. Jadi, jangan pikir kalau aku adalah Alea yang lemah. Dalam buku sejarah tidak ada sosok lemah, dan aku harap Mak mengerti apa yang aku bicarakan.

Keadaan kembali hening, semuanya larut dalam pikiran masing-masing. Alena sesungguhnya malu juga dengan sang kakak, karena menurutnya dirinya sudah sering membuat repot Alea, dulu Alena pernah menolak untuk melanjutkan sekolah. Meski hanya berbekal lulusan SD, itu tidak membuatnya berkecil hati. Daripada harus melihat sang kakak bersusah payah bekerja terus menerus hanya untuk membayar sekolahnya.

“Mbak, gue minta maaf ya.” Alena menatap wajah Alea dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

“Berhenti berbicara seperti itu, karena gue sama sekali gak suka kalau elu terus bacot.”

“Mak. Al, berangkat dulu ya.” Setelah menggertak sang adik, kini Alea beralih menatap sang ibu.

Suasana sedikit kacau karena mereka semua dalam keadaan sedih. Alea tidak suka jika keluarganya merasa merepotkan, jadi makan yang belum selesai Alea tinggalkan begitu saja dengan perasaan yang tak bisa dikatakan.

Mak Ijah tidak bisa mencegah karena jika sang anak seperti itu, maka yang ada makin membuat keadaan tak nyaman

Di depan Alea sedang mengotak atik motornya, namun tak bisa nyala.

“Apa gue kehabisan bensin?” ucapnya lirih lalu keningnya mengkerut untuk mengingat-ingat kapan terakhir ia mengisi bensin.

“Astaga, gue beli bensin dari seminggu lalu. Benar saja kalau ini motor kagak nyala,” gumam Alea merutuki kebodohannya.

Mendengar suara motor milik Alea belum juga terdengar. Mak Ijah pun lekas keluar untuk melihat Alea di luar.

Sedangkan Alea yang melihat mak nya datang menghampirinya akhirnya berkata.

"Bensinnya abis, Mak. Lupa kalau sudah seminggu gak isi bensin," kata Alea pada emak nya dengan sesekali menghela nafas.

"Kamu emang kebiasaan, Al. Sifat pelupa mu kapan sembuh. Makanya buruan cari laki," seru mak Ijah, dengan posisi tangan yang berada di pinggang.

Alea mengerutkan keningnya. Ini kan soal motor kenapa pembahasannya jauh sekali pikirnya.

"Mak, ini kan aku lagi bahas motor lho. Bukan laki, terus ngapain topiknya jauh amat ya?" Alea menggaruknya pahanya lalu bertanya pada emak nya, karena semuanya terlalu jauh untuk dibahas.

"Fungsinya kamu cari laki, supaya sifat pelupa kamu sembuh. Ngerti kaga," ucap mak Ijah pada Alea, karena sampai di usianya sudah menginjak 21 tahun, Alea belum juga memperkenalkan teman laki-lakinya selain Alby.

"Ya Allah Mak, sekarang lagi mikir kerja dan belum mikir ke sono. Jodoh sudah diatur kan sama yang maha kuasa, entar juga dikasih."

Hmmmm.

"Sungguh sulit," batin mak Ijah.

Akhirnya mak Ijah masuk karena tidak ingin berdebat dengan Alea, karena bisa-bisa tidak akan menang melawannya ditambah Alea pintar menjawab.

Sedangkan Alea mau tak mau harus naik bus supaya bisa sampai di tempat dirinya bekerja.

Huff.

"Naik bus lagi ah, ah naik bus lagi." Dengan berjalan keluar gang, dan sambil berdendang ria. Akhirnya Alea sampai juga di jalan lalu menunggu kedatangan bus untuk di naikinya.

Benar saja, tidak memakan banyak waktu yang sudah ditunggunya sudah datang.

Terpopuler

Comments

@Kristin

@Kristin

Semangat buat karya baru nya semoga sukses selalu

2023-03-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!