bab 2 Gila Kerja

Suasana riuh biasa terjadi saat jam jam kerja, tak terkecuali kantor majalah mandela. Kantor majalah satu satunya di kota tersebut itu sudah berdiri selama empat dekade lamanya. Dan pemimpin yang sekarang menjabat adalah keturunan ke lima dari pendiri kantor majalah tersebut.

"Ay hari ini ada rapat jam 11 an, jangan lupa" suara cepmreng seorang wanita dari balik pintu ruangan ayyana.

"Iya" jawab ayyana lirih namun masih bisa didengar, ia kembali memfokuskan matanya pada layar laptop didepannya.

"Dan jam 3 harus briefing buat terbitan minggu depan" lanjut wanita bertubuh mungil, ia bahkan bisa masuk ruangan ayyana hanya dengan membuka sedikit pintunya.

"Loe nggak punya kerjaan lain selain nyuruh nyuruh gue. Bela belain dari lantai satu kelantai tiga cuma buat nyuruh gue" ayyana menatap wanita yang sudah berhasil duduk didepannya itu.

Ayyana dan ririn memang beda divisi, namun masih saling berkaitan, ririn adalah kepala redaksi, semua majalah yang terbit di mandela adalah hasil kerja ririn dan teamnya, yang tentunya sesuai dengan arahan dari ayyana sebagai penanggung jawab redaksi.

"Kalo loe bukan orang pelupa mungkin gue lebih suka duduk manis dimeja gue" bela ririn santai.

Ririn adalah teman sekolah sekaligus tetangga satu kompleks rumahnya. Mereka selalu satu sekolah walaupun tak pernah satu kelas. Hanya ririn yang sanggup bertahan lama dengan sikap cuek, dan urakannya ayyana.

"Sekarang jaman canggih woy, loe nggak perlu capek capek datang kesini" sekarang fokus ayyana benar benar teralihkan pada wanita mungil didepannya tersebut.

"Aahh.. udah gue wa 10 kali ada kali, gue telfon juga nggak bakalan diangkat, bulsit loh" elak ririn. Ia seakan hafal dengan kebiasaan temannya itu. "Pantesan loe jomblo terus"

"Apa hubungannya?" Tanya ayyana tak terima.

"Loe terlalu asyik dengan dunia loe, sampe loe lupa kehidupan duna luar" jelas ririn dengan wajah serius. "Jangan jangan loe juga nggak nyadar kalo kita ini udah temenan sejak kecil?" Tuduh ririn yang langsung dibalas senyum kecut dari ayyana.

"Nggak usah ngomongin gue jomblo, laah loe aja belum nikah sama kaya gue"

Ririn menunjukan jari telunjuknya kearah ayyana, wajahnya menatap ayyana lekat lekat.

"Bedanya adalah, gue pacaran dan loe nggak" ririn mulai membetulkan letak duduknya agar nyaman bicara dengan ayyana. "Yang jadi masalah bagi semua orang, mereka menganggap loe nggak normal"

"Alaah, apa tingkat kenormalan seseorang hanya diukur dari sana?"

"Bagi kebanyakan orang iya, mereka nggak tau kehidupan loe yang sebenarnya, mereka hanya menilai dari apa yang mereka lihat"

"And than?" Tanya ayyana yang sudah mulai jengah, ia tak habis pikir dengan semua orang yang terus menceramahinya tentang kehidupannya. Ia memang tak pernah tertarik dengan apapun yang berhubungan dengan pacaran, tapi bukan berarti ia tak tertarik dengan makhluk lawan jenisnya. Ia pernah menyukai salah satu guru saat sekolah namun ia pendam dalam dalam karna dia yang sudah beristri. Ayyana mengerti benar posisi dan statusnya saat itu. Hingga ia memilih untuk mundur perlahan dan tak membicarakannya pada siapapun.

"Kurangi sedikit pekerjaan loe, dan liat dunia luar. Ada banyak pria tampan yang bisa loe ajak ngedate" saran ririn.

"Nggak butuh dan nggak perlu, gue nggak perduli mereka mau ngomong apapun tentang gue, itu hak mereka. Yang jelas gue nggak merasa seperti apa yang mereka tuduhkan ke gue" jelas ayyana santai.

"Gokil si loe, nggak pernah berubah dari dulu" ririn seperti tak habis pikir dengan pemikiran temannya itu. "Oke, gue cuma mau ngingetin loe sebagai sahabat tercinta" lanjut ririn dengan senyuman tanpa dosa.

"Brisik loe" serga ayyana. Ririn sudah meninggalkan ruangan ayyana tanpa menghilangkan wajah cerianya.

Ayyana menatap jam diujung mejanya, entah kenapa ia mulai teringat kalimat ayahnya sebelum meninggal. Ia memang tak pernah terfikirkan untuk membina hubungan dengan siapapun apalagi setelah bang arga memutuskan berpisah dari kak santi istrinya. Hubungan yang mereka bangun sejak duduk dibangku SMA nyatanya tak menjanjikan rumah tangga mereka berjalan lancar. Bahkan hanya selang beberapa bulan setelah mereka merayakan peresmian hubungan mereka.

Terdengar helaan pelan dari ayyana. Ia tak bisa menampik perasaanya saat ayahnya meminta ia untuk segera menikah sebelum beliau meninggal. Saat itu ayyana hanya menanggapinya dengan dingin. Ia sudah terbiasa dengan kalimat kalimat perintah yang selalu tertuju pada wanita yang hampir menginjak kepala tiga. Namun setelah kepergian ayahnya beberapa bulan lalu, perasaanya berubah, pola pikirnya mulai kacau tak sesuai dengan prinsip dirinya yang bebas.

"Mba ayy, ditunggu diruang rapat" ucap salah satu bawahan ayyana. Sesaat lamunan ayyana buyar, ia beranjak dari duduknya dan mengikuti lala ketempat rapat.

Lala memang bawahan ayyana dan ia pun lebih muda dari ayyana namun ia sudah melangsungkan lamaran setahun yang lalu. Membuat semua karyawan membandingkan ayyana dengan lala.

Ayyana memang tak perduli, ia lebih suka menyibukan dirinya dalam pekerjaan dan hobi hobinya. Ia sempat memikirkan sebuah pernikahan namun terasa sulit saat ia kembali mengingat kacaunya perasaan dan kondisi abangnya saat perceraian terjadi.

Hingga ayyana lebih memilih untuk jarang pulang dan menyewa sebuah rumah kos tanpa sepengetahuan keluarganya.

"Baiklah, untuk majalah bulan depan tidak ada masalah, semua tinggal tahap pencetakan. Sekarang, bagaimana untuk bulan berikutnya apa sudah ada ide?" Suara ayyana menggema dalam ruang rapat.

"Kalo itu masih dalam proses pencarian mba, kami cuma baru dapat beberapa berita, dan itu pun belum terlalu matang untuk dikabarkan" ujar lala.

"Kenapa? Ada masalah?" Tanya ayyana.

"Masalahnya narasumber belum mau mengklarifikasi beritanya, dan berita lainnya masih pada proses pematangan naskah" jelas ririn.

"Lalu apa yang kalian kerjakan sekarang? Ya cari, bujuk narasumber itu untuk mau bicara, dan kenapa kalian nggak ke kantor polisi untuk mencari berita tentang masyarakat, atau pergi ke sekolah sekolah yang berhasil mendapatkan penghargaan apapun" suara ayyana mulai meninggi membuat semuanya tertunduk. Itulah alasan pak randy mengangkat ayyana menjadi kepala penanggung jawab redaksi. Ia bisa tegas dan bisa mencari jalan keluar untuk setiap masalah dikantor. " Saya tidak mau tau, besok semuanya sudah rapi diatas meja saya" lanjut ayyana tegas.

"Hmm.. ayy" ririn seakan berusaha mencar suaranya. "Besok minggu ayy" ralat ririn kemudian.

"Ya brarti malam ini harus dapat" jawab ayyana enteng. Membuat semuanya memasang wajah tegang.

"Tidak bisa gitu dong, kita semua punya kehidupan diluar kantor, kami punya keluarga" tolak ririn.

"Dan keluarga kalian juga harus makan" balas ayyana cepat.

"Kami masih punya beras untuk dimakan besok tanpa kami harus lembur"

Ayyana tersenyum tak percaya pada ririn, dia satu satunya yang paling berani menentang aturan ayyana jika sudah berlebihan.

"Anda jangan samakan kami dengan anda, kami bukan orang yang gila kerja seperti anda. Jadi tolong, sesuaikan jam kerja yang sewajarnya". Lanjut ririn serius.

"Baik, senin sore saya minta kabarnya" ucap ayyana akhirnya, ia pun meninggalkan tempat itu begitu saja setelah menutup rapat hari itu

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!