"Cukup salju di Antartika saja yang dingin, kamu jangan ikutan. Kau kira aku ini beruang kutub yang bisa menahan sikap mu itu? " -Alon Reid
✺
Alon memberhentikan mobilnya pada salah satu restoran western di London, ia menghampiri pintu penumpang dan membukakan pintu untuk wanita yang masih terduduk dengan anggun. Syha mengira Alon adalah sosok yang sepenuhnya bengis, nyatanya pria itu tidak mengurangi rasa hormatnya dihadapan wanita.
Syha menyeret kakinya untuk masuk kedalam, hiasan lampu yang bergelantung indah berhasil mencuri perhatiannya.
Mereka duduk pada salah satu meja makan yang tersedia, seorang pelayan datang dengan membawa menu. Alon memesan seporsi lasagna dan kopi, Syha menyamakan makanannya kecuali minuman ia memilih jus jeruk.
5 menit berlalu dengan suasana sunyi dan canggung, Alon berdeham untuk mencairkan atmostfer yang sedikit tidak mengenakkan diantara mereka.
"Besok pergilah kerumah sakit.", tutur Alon tiba-tiba, seraya mengesap secangkir kopi.
Apa Alon punya obsesi tertentu pada kopi? ia selalu melihat pria ini meneguk minuman itu dimana pun saat mereka berpapasan.
Syha mengangkat kedua alisnya "apa maksudmu?" Tanyanya
"Aku tidak berencana melakukan hubungan bersamamu, kita akan melakukan program bayi tabung untuk mengandung anak", jelasnya
"Kenapa kau tidak ingin berhubungan denganku?" tanya wanita itu, tampak menatap serius. Ia mengira Alon akan benar-benar memaksa nya untuk berhubungan.
"aku sudah tau jawabanmu", cetus Alon sembari memperbaiki kerah jasnya "Jika kau mau, aku akan mengantarmu besok"
"Tidak perlu aku bisa sendiri"
Alon menukik alisnya, kenapa setiap saat Syha selalu menolak tawaran nya. Padahal diluar sana, banyak sekali wanita yang mengantri mengharapkan belas kasih darinya.
"Padahal sudah baik ditawarkan malah nolak" celetuk nya. "Apa ada sesuatu yang kau inginkan?"
"Tidak ada" jawabnya singkat
"Tidak perlu sungkan, katakan saja padaku apa yang kau butuhkan."
"Panti asuhan", ujar Syha memangku genggaman tangannya diatas paha.
"Hah apa?", Alon memasang telinga kembali dengan baik, apa dia tidak salah dengar?. Ia meragukan Syha sebagai seorang wanita. Selama 27 tahun ia hidup, ia tahu wanita adalah makhluk yang tidak ingin luput dari gelimangan harta, tapi Syha justru melawan hukum semesta yang Tuhan berikan pada kaum hawa.
Tatapannya ia alih kan pada meja disamping nya. "Tolong bangunkan 1 panti asuhan dan hak milik sepenuhnya diserahkan kepadaku", pintanya dengan serius.
"Kau sedang ngobrol dengan siapa sebenarnya? Apa kau tidak bisa melihat lawan bicaramu saat mengatakan sesuatu?". Alon sedikit mendengus kesal, wanita ini selalu saja mengalihkan pandangan setiap berbicara dengan nya. Entah apa maksud sikapnya itu, apa tampangnya terlalu menjijikkan untuk dilihat?
"Hak aku, kenapa jadi kau yang sibuk?"
"Baiklah aku turuti", ujar Alon mengalah, ia mengangkat bendera putih jika Syha memancing perdebatan bersama nya. Karena ia tahu, tidak akan pernah menang melawan wanita "Ah iya kita belum berkenalan, bagaimana jika kita mulai berkenalan dan mengenal satu sama lain"
"Aku Alon Reid"
"Ya aku mengenalmu, dan aku juga tidak perlu mengenalkan diri. Tanpa ku lakukan pun kau sudah tau siapa aku", desis Syha cuek
Urat kekesalan terlihat bertekuk di sekitaran pelipisnya, Alon menahan kemelut amarah yang berlabuh di hati kecilnya. Ia tidak pernah menduga, wanita yang pernah ia kenal beberapa tahun silam berubah menjadi pribadi yang selalu mengekang ucapan orang lain. Yah, wajar saja Syha tidak mungkin mengingat tentangnya.
"Yah kalau begitu ceritakan tentang dirimu" paparnya kembali, mencoba membangkitkan topik pembicaraan diantara mereka.
"Bukannya kau sudah cukup tau tentangku?" protes wanita itu
Alon menarik nafas, menghela dengan berat
"Kau kira aku apa? Tuhan? Dewa? Sampai aku harus tau semua tentangmu"
Hati Alon terus menjerit meminta wanita ini mengindahkan ucapan nya, Syha seperti memiliki aura mistis yang mampu membuat nya terlihat mengemis meminta pengertian.
"Ya", ucap wanita itu ketus
Deg! Seperti tersambar, Alon merasa ketabahan menghadapi wanita ini bak sudah diujung lembah, menariknya untuk terjun bebas. Tapi, respon itu justru membuat nya semakin bersemangat untuk melontarkan banyak pertanyaan.
"Apa kau tidak merasa kita seperti pernah bertemu?"
"Entahlah"
"Ku dengar kau bisa berbahasa mandarin"
"Ya, benar"
"Sudah berapa tahun kau belajar bahasa itu?"
"Kau bawel sekali ya?" cecar Syha yang menginginkan ketenangan menikmati hidangan yang membuat seisi perutnya mengamuk, ia mengira tipe pria seperti Alon akan bersikap sangat dingin. Kenyataan justru berbanding sebaliknya, Alon tidak bisa mengistirahatkan mulutnya dari pembicaraan yang tidak berbobot.
"Lebih baik kau makan"
"Apa kau ingat kecelakaanmu di umur 18 tahun?", Alon menekan ucapannya kembali, seolah ia meminta Syha untuk menjawab rasa penasaran nya.
Alon sangat ingin mengetahui tragedi tragis yang menimpa dirinya beberapa tahun silam, tapi wanita itu sama sekali tidak bisa mengingat nya. Dipaksakan sejauh mana pun, tidak ada satupun momen yang tertinggal, mungkin hanya beberapa saja yang masih menetap di memori.
"Kau ni bicara apa? Tutup mulutmu dan makan", Syha menyuapi mulutnya dengan sesendok lasagna, memakannya dengan khidmat.
"Apa ada lagi yang ingin kau ketahui dariku?", Syha melirik ke arah Alon, memastikan pria ini sudah selesai memperagakan wartawan yang mencoba menginvestigasi.
"Apa kau masih mencintai mantan kekasihmu?" wanita itu membelalakkan matanya, tersedak di saat Alon melontarkan pertanyaan itu. Ia segera meneguk jus jeruk dengan gelisah, ia tidak tahu harus menjawab bagaimana. Pertanyaan Alon benar-benar menguji perasaan nya, walau ia masih belum menerima perselingkuhan Zein bersama Hannah. Tapi ia masih sangat mencintai pria itu, dan perasaan nya masih belum berubah hingga detik ini.
"Ya masih"
Akhir dari pertanyaan itu, tidak membuat Alon berkutik apapun. Ia hanya terdiam, sibuk menyelesaikan makanan nya. Sepertinya Alon sudah merasa puas menggali tentang nya.
Setelah menyelesaikan perbincangan yang cukup melelahkan, Syha melangkahkan kaki untuk keluar dari restoran. Ia berdiri didepan pintu masuk, menuruni beberapa anak tangga, menginjakkan kakinya di jalan setapak.
"Biar ku antar pulang", Alon berdiri tepat disamping nya, tersisa beberapa centi saja jarak diantara mereka. Syha menggeser kakinya, membawa tubuh itu untuk sedikit menjauh.
"aku pulang sendiri saja", ujarnya sembari membalikkan badan
"Ini sudah malam, cuaca juga dingin. Sulit mencari taksi di saat begini", Syha memutar tubuhnya, memicingkan mata kepada pria itu dengan sinis.
"Aku ingin mampir ke toko kue, terima kasih atas tawarannya", Syha melenggang, meninggal kan Alon disana dengan rasa yang tidak berdaya, baru kali ini untuk kesekian kalinya seorang wanita menolak tawarannya
"tidak bisa dibiarkan" pekiknya dalam hati
"Aku ikut bersamamu", Alon masih terus mencoba menaklukkan bongkahan salju disamping nya. Padahal ia sudah menyulut api sebesar mungkin, tapi bongkahan ini sama sekali tidak mau meleleh. Dengan cara apa ia harus membuat wanita ini berhenti bersikap dingin kepada nya?
"Pulang saja sana", decak Syha, ia menahan rasa berdenyut dikepalanya. Entah kapan pria ini bisa membiarkan nya tenang sesaat saja.
Titah itu tetap membuat Alon membuntuti Syha, ia tidak peduli. Seolah prinsip hidup nya mengatakan "larangan adalah perintah"
Sesampainya di toko kue, Syha memesan cake slice rasa Stroberry dan brownies coklat, kemudian melakukan pembayaran dikasir.
"Dia ingat apa yang dia sukai, tapi dia tidak pernah ingat kehadiran diriku", Alon membatin dalam diam, seolah takdir bertindak tak adil padanya.
"Apa kau sangat suka dengan kue stroberry", Alon mencoba berbasa-basi, berharap Syha dapat membalas bertanya apa yang ia suka.
"Ya" jawab Syha
Alon mengusap wajahnya gusar, sekarang ia percaya alasan orang-orang diluar sana berpikir untuk tidak perlu menaruh harapan pada manusia, karena pada akhirnya akan berujung kekecewaan.
"Dasar jual mahal" geram Alon dengan nada kecil
"Dari pada jual diri", sahut Syha, pria itu reflek beralih pandang ia tidak menyangka ucapan nya terdengar oleh wanita itu. Rasa segan membuatnya kehabisan kata-kata.
"Apa itu berat? Biar ku bantu bawakan", tawar Alon
"Tidak perlu", Syha menghentikan langkahnya sejenak lalu melanjutkan ucapannya
"sampai sini saja. Aku akan ke rumah sakit sesuai permintaan mu besok"
Alon membisu ditempat ia berdiri, ternyata tidak mudah membuat wanita itu untuk takluk kedalam dengkapan nya. Sama seperti waktu dulu.
Alon tersenyum pasrah "aku harus berjuang dari nol kembali ya?".
•••
"Kenapa sekarang dia harus berbeda?", Alon menopang dagu dengan telapak tangannya, ia berkutat di meja kerja yang dipenuhi tumpukan kertas yang sedikit berantakan.
"Apa dia tidak sadar sikapnya itu sangat mengesalkan!", raungan nya terdengar menggema didalam ruangan, seolah gema itu menjadi saksi bisu pada seorang pria yang tampak depresi hanya karena wanita.
°•°
"Dasar pria aneh", Syha menghempaskan tubuhnya diatas ranjang, merogoh saku coat yang ia kenakan, lalu menatap pada sebuah benda yang berkilau di jari jemari nya.
Syha memandang kelereng yang ia buat, isinya terdapat kuncup bunga mawar putih.
Syha teringat perkataan Alon di restoran
"Apa kau tidak merasa kita seperti pernah bertemu?"
Entah kenapa ia merasa pertanyaan Alon membangkitkan ingatan nya akan sesuatu, apa maksud ucapannya itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments