2 . PERTEMUAN

Juan justru mengerutkan kening melihat tatapan aneh gadis itu. "Bukan meeting itu kok," katanya, membuat Amara mendengkus panjang membalasnya. "Gue enggak akan pernah dateng ke meeting itu. Gue masih muda, ngapa pula dateng ke kumpulan tetua adat kayak mereka."

Wajah merengut Juan membuat Amara mencibirkan bibir. Dugaannya salah. Nyatanya, pertemuan yang dimaksud pemuda itu kali ini bukanlah dengan pengusaha besar, tapi dengan seseorang yang tentu saja Amara kenal. Namun, penampilan Juan sekarang tidak seperti biasanya dan membuat gadis itu semakin penasaran.

"Udah, cepet ganti baju! Keburu telat ini!" seru pemuda itu.

"Iya-iya."

***

Amara duduk di kursi sebelah Juan. Matanya sama sekali tidak berkedip sejak beberapa menit yang lalu bertemu dengan beberapa orang di salah satu meja di restoran mewah. Di sana, ia dan Juan biasa bertemu dengan seorang gadis yang duduk di hadapan pemuda itu sekarang. Gadis bersurai gelombang itu sama sekali tidak melenyapkan senyumannya sedari tadi. Amara hanya menduga jika dia membawa serta kedua orang tuanya untuk sesuatu yang tidak baik.

"Om kaget loh, kamu seganteng ini sekarang," ucap seorang pria paruh baya di salah satu sisi meja yang berdekatan dengan Juan. "Udah ... lima tahun, kan, ya sejak Gita sekolah di Amerika?"

Gadis bernama Gita yang duduk di seberang Juan tampak tersipu, sementara Amara hanya memanyunkan bibir meresponsnya.

Ketemu cuma mau sombong doang to? pikir Amara kesal.

"Terus, gimana hubungan kamu sama anak Tante?" sahut seorang wanita paruh baya yang duduk di samping Gita. "Udah jadian, 'kan?"

Amara sontak melirik Juan yang duduk di sebelahnya. Pemuda itu tersenyum tipis, lalu menundukkan pandangan.

Dia enggak lupa sama skenarionya sendiri, 'kan? tanya Amara dalam hati. Wajahnya menatap cemas pemuda tersebut.

Juan yang tadi hendak mengangkat gelas minumannya, kini urung. Ia terdiam sejenak, lalu menatap ke arah Gita serta kedua orang tua gadis itu dengan sebuah senyuman terukir di bibirnya, sementara satu tangannya justru terarah menggenggam tangan Amara.

"Maaf, Tante, Om," ucapnya di sela senyuman palsunya itu. "Juan udah punya pacar."

Amara terdiam. Bukannya tersipu, gadis itu malah berusaha menahan tawa.

Bentar lagi ada ayam berkokok tuh, batinnya.

Tiga orang di depan mereka berdua tercengang, terlebih Gita yang kemudian menggebrak meja seraya bangkit dari kursi.

"Dia lagi, dia lagi! Siapa sih cewek ini?!" hardik gadis berambut gelombang itu sambil menunjuk Amara, lalu Juan. "Lo enggak mungkin, kan, jadian sama dia? Lo udah berkali-kali bilang kayak gini ke gue, Juan. Gue enggak akan

pernah percaya sama omongan lo ...."

Orang tua Gita lantas berdiri berusaha menenangkan gadis berpakaian merah yang terlihat mulai sesak napas itu, sementara Juan masih duduk santai di kursinya.

"Kamu ini ya ..., selama ini kami sudah berbaik hati mengurusmu, tapi kamu malah bales kayak gini! Kamu anggap Gita apa, hah?!" gertak perempuan paruh baya itu sambil menunjuk-nunjuk Juan dengan kasarnya.

"Inget, Juan! Sebagian harta orang tua kamu, saya yang ngurus selama ini!" sambung si pria yang sudah berambut sedikit putih itu. "Kalau sampai kamu buat anak saya kenapa-kenapa, kamu harus tanggung jawab!"

Beberapa menit setelahnya, tiga orang aneh itu angkat kaki dari sana. Orang-orang sekitar yang tadinya menatap ke meja Juan, kini mulai kembali ke aktivitasnya masing-masing meski ada yang saling berbisik membicarakan mereka.

Juan meneguk cairan merah di gelasnya sejenak. Matanya menatap kosong.

"Dia akting, 'kan?" tanya Amara memecah lamunan pemuda itu.

Juan berdeham membalas.

"Tapi apa maksud harta orang tua lo yang—"

"Ayo pulang," potong pemuda itu lalu bangkit dari kursinya.

Amara hanya terdiam. Ia lantas mengekori langkah Juan ke luar restoran. Matanya masih menatap wajah pemuda tersebut dan memikirkan sesuatu. Pribadi Juan jadi lebih dingin, tidak seperti biasanya saat pemuda itu mengajak dirinya bertemu dengan Gita saja. Kali ini, Juan terlihat lebih serius dengan suatu hal yang terpendam dalam dirinya.

Gadis yang berjalan di samping Juan itu menghela napas. "Ada PR matematika tadi," katanya berusaha mencairkan suasana. "Ayo kerjain bareng."

Juan menghentikan langkah. Matanya menatap sejenak wajah Amara, lalu mengembuskan napas panjang. Ia mengangguk dan tersenyum setelahnya dan menuruti permintaan gadis itu. Kebiasaan inilah yang membuat Amara menolak predikat 'berhati dingin' pemuda tersebut karena Juan seolah hanya memberikan senyuman itu untuk

dirinya. Namun, tetap saja Amara membenci Juan karena tingkahnya.

Satu hal yang amat berat bagi Amara adalah ketika Juan mengajaknya bertemu dengan Gita dan membuat dirinya harus berpura-pura menjadi pacar pemuda tersebut. Meski kesal, mau tidak mau, Amara harus melakoninya demi memenuhi perjanjian setahun lalu.

Perjanjian di mana dirinya harus hidup bersama pemuda yang dianggap berhati dingin itu.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!