"Edward, kau sudah pulang?" tanya seorang wanita. Tidak biasanya Edward pulang tidak larut malam. Biasanya pria itu akan pulang di atas jam 12 malam. Mommy Amber yang saat ini sedang menonton televisi sendirian di buat keheranan.
"Mommy tidak tidur?" tanya Edward. Dia bertanya balik. Merasa enggan untuk menjawab.
Edward menaruh tas kerjanya di salah satu sofa tunggal. Dia melonggarkan dasinya dan duduk di samping Mommy Amber. "Tidak, ini masih jam berapa?"
"Kau tidak sibuk? Istri mu pasti sudah tidur. Dia memang istri yang tidak bisa memperlakukan suaminya dengan baik. Lihat saja, kau baru sampai bukannya di sambut malah tidur." Omel Mommy Amber.
Edward sudah terbiasa mendengarkan ejekan ibunya itu. "Aku ke atas dulu Mom." Ia lelah, kedua telinganya terasa pecah dan ingin meledak.
Dia pun membuka pintu kamarnya, aroma vanilla mulai menyeruak masuk ke indra penciumannya. Angin malam melambai-lambaikan gorden berwarna kuning keemasan itu. Suasana temaram itu menghiasi kesunyian ruangan itu.
Sebuah cahaya lilin dekat jendela menarik perhatiannya, api itu bergoyang tertiup oleh angin yang melewati jendela.
Dia mencari sekeliling ruangan itu, namun tidak melihat siapa pun. "Kemana dia?"
Kedua netranya beralih pada secarik kertas putih. Dia mengambil kertas itu dan membacanya, dahinya semakin berkerut, rahanganya mengeras. Di kertas putih itu tertera pernikahan mereka akan berakhir tiga bulan lagi. "Apa ini?"
"Kau sudah membacanya?" tanya seorang wanita. Dia baru saja keluar dari kamar mandi dan setelah keluar melihat seorang pria berdiri di depan nakas.
Edward memutar tubuhnya. "Apa maksud ini?" tanya Edward dingin. Dia menunjukkan kertas itu.
Areum tak ingin menangis, tidak ingin terlihat lemah di depan pria itu. "Bukankah kau menginginkannya, aku hanya mempermudahnya." Jawabnya tersenyum. Dia perlahan melangkah mendekati suami yang ia cintai selama beberapa bulan ini.
"Kau sudah tau pemeriksaannya kan? Aku tidak bisa memiliki anak. Aku sudah memutuskan, tiga bulan nanti kita akan bercerai. Kau tenang saja, aku akan berbicara dengan nenek Mely. Nenek pasti mengerti, bahwa aku tidak bisa memiliki anak."
Edward membuang kertas itu, kedua matanya masih menatap wanita di depannya. Berani sekali wanita di depannya mengajukan perceraian. "Kau ingin tarik ulur agar aku mencintai mu?"
"Tidak," ujar Areum. Dia tidak butuh lagi cinta, cintanya yang mekar itu telah layu sekalipun di siram oleh air. Kelopak bunga itu telah kering dan telah hancur.
"Aku tau kau menikahi ku hanya karena terpaksa, karena nenek Mely. Nenek akan mengerti kenapa pernikahan kita harus berakhir. Nenek akan setuju karena aku tidak bisa memiliki keturunan dan penerus keluarga Winston."
"Beraninya kau mengajukan perceraian pada ku. Kau tidak memiliki hak apa pun dalam memutuskan hidup ku." Hatinya bergetar, rasanya sangat panas dan sakit. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Perih rasanya ketika wanita di depannya memutuskan meninggalkannya.
"Kau tidak memiliki hak sama sekali. Akulah yang memiliko hak tentang hidup ku dan termasuk hidup mu."
Kejam rasanya, Areum bahkan tidak bisa memutuskan kehidupannya. Ia tidak akan melakukan hal bodoh di masa lalu. Ia tidak ingin ada tancapan duri lagi di hatinya. Sekian banyaknya duri dan siap menghancurkan hatinya. Kini ia tak ingin menambah duri lagi.
"Hadirnya aku hanyalah beban untuk. Jadi jangan mempersulit hubungan kita." Areum tam gentar, dia terus menatap kedua manik suaminya itu. Padahalnya hatinya seperti di peras. "Aku yakin hati mu untuk orang lain."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
khayalan
teruskan perjuangan mu areum..jgn mgalah of bajigan tu😤
2024-02-10
2
Sandisalbiah
Edward juga sejenis manusia munafik...
2024-02-10
0
Rini Eni
sakit ketika berumah tangga tpi hati pasangan buat yg laen
2024-01-11
0