Tinta Merah Noda Darah

Setelah berbicara sesingkat mungkin dengan nenek Mely. Areum menaruh ponselnya kembali. Ke atas nakas. Tuhan memberikannya kesempatan. Ia akan menggunakan kesempatan ini dengan baik. Sudah cukup di kehidupan lalunya ia menderita. Sudah cukup baginya mengemis. Ia lelah, tapi ia bertahan demi kebaikan nenek Mely. Wanita itu sangat baik, sehingga ia tidak ingin menyakitinya.

"Apakah aku bisa mencegah kecelakaan itu?"

Drt

Areum menoleh kembali ke atas nakas, dering ponselnya mengalihkan kedua matanya. Dia mengambil kembali ponsel itu dan seketika ia di buat terkejut. Sebuah nama yang selalu menyakitinya.

Dia pun mengangkatnya di iringi air mata yang telah mengalir.

"Kau tidak apa-apa?"

Deg

Hati Areum teriris kesakitan, perkataannya masih terngiang dalam benaknya. Ia meminta sedikit waktu, ia rela menjalani pengobatan apa pun asalkan bisa memiliki anak dengan pria yang berstatus suaminya.

"Areum, kau baik-baik saja?"

Suara yang begitu ia rindukan tiap malamnya. Rasa hangat yang begitu ingin ia peluk dan wajah yang ingin ia lihat setelah bangun pagi harinya. Selama ini ia sendirian hanya berteman malam yang sunyi dan sepi. Ia selalu menunggu kedatangan pria itu.

"Kenapa?" tanya Areum balik. Tumben sekali pria di depannya menanyakan kabarnya. Selama menikah, jangankan kabar. Berbicara saja acuh padanya.

Deg

Pria di seberang sana terdiam, hatinya berdenyut nyeri. Baru pertama kalinya sikap Areum acuh padanya. "Tidak, aku akan pulang malam ini," ujarnya.

Pria yang di sapa Edward itu mematikan ponselnya, kemudian mengusap wajahnya secara kasar. Edward menghela nafas, ia pun membereskan beberapa dokumen yang berserakah di atas meja kerjanya itu.

Entah apa yang di pikirkannya, yang jelas hatinya berdenyut nyeri.

...

Areum meremas ponselnya, ia tidak peduli dengan pernikahannya saat ini sekalipun dia kembali. Permainan cinta ini sudah usai baginya. Kehidupan kali ini ia hanya fokus pada nenek Mely, ia tidak boleh terjerat lagi dalam pernikahan ini. Ia ingin bebas dan bahagia.

Sudah cukup kesakitannya selama ini. Namun anehnya kenapa pria itu tiba-tiba menghubunginya?

"Apa dia tersambar petir?" Dia melirik ke arah jendela yang tirainya terbuka. "Tidak hujan,"

Dia pun mengusir pikiran anehnya itu, ia tidak peduli lagi. Di kehidupan keduanya, ia berencana mencari kebahagiannya dan memikirkan caranya untu bercerai baik-baik tentu saja atas persetujuan nenek Mely.

"Tiga bulan, iya tiga bulan aku harus bertahan sampai Helena kembali. Aku tidak boleh langsung meminta bercerai dengan Edward. Nenek Mely pasti kecewa, tidak bukan aku yang membuatnya kecewa tapi Edward. Dialah yang harus di salahkan."

"Apa yang harus aku lakukan?" Aruem turun dari ranjangnya. Saat kedua kakinya menginjak lantai, salah satu kakinya terasa sakit dan perih. "Arkhhhh!!"

Areum terduduk lagi di atas ranjang. Rasa sakitnya tidak sesakit hatinya, luka di hatinya sangat dalam. Kesetiannya di balas oleh pengkhianatan. Seandainya ia tidak mencintainya, sudah dari dulu ia meninggalkan Edward.

"Aku kuat, di kehidupan lalu aku bisa bertahan." Dia pun berdiri, dadanya terasa panas. Jadi dia kembali setelah mendapatkan luka yang di peroleh dari ibu mertuanya dan adik iparnya. Ia masih ingat betapa kedua orang itu mengerjainya habis-habisan. Luka di kakinya di peroleh saat mereka dengan sengaja menyuruhnya membersihkan gelas yang mereka dengan sengaja menjatuhkannya dan menyuruhnya melepaskan alas kakinya.

Dia perlahan bangkit kembali, melangkah dengan rasa sakit yang mendera. Bahkan mertuanya tidak mengijinkan memanggil dokter dan membiarkan lukanya di balut begitu saja.

Lantai putih itu pun ternoda dengan bekas darah di kaki kanannya. Rasa sakit itu tidak membuatnya mengurungkan niatnya. Ia membuka sebuah laci, mengambil pulpen di gelas dekat lampu belajarnya itu. Ia duduk dan menuliskan sebuah perjanjian bahwa mereka akan bercerai tiga bulan setelahnya. Mereka akan menutup diri dan masing-masing tidak akan ikut campur.

Ia mengambil sebuah gunting, di tatap gunting itu dengan kilatan kemarahan. Ia menusuk gunting itu ke jari jempolnya, hingga keluar darah. Sebuah jempol merah dengan tinta darah tercetak di kertas putih itu.

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

be s strong woman, Areum... jika pilihannya " menghancurkan atau di hancurkan " maka kau harus lebih cepat bertindak...

2024-02-10

1

Ida Blado

Ida Blado

knp jg hrs nunggu tga bulan,kn bisa sambil ngomong ama si nenek

2023-11-04

2

feby harris

feby harris

Neng belum tahu ya ada yg namanya tinta gak usah menyakiti diri pake darah

2023-03-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!