Saat Terberat

Adam berdiam diri diatas kursi rodanya sambil memandang ke arah kolam renang sambil termenung.

Seminggu lalu tepatnya saat ia akan melakukan terapi pertama di RS tanpa diduga Adam melihat Clara bersama Jody di dalam sebuah mobil sedang bermesraan.

Tentu saja, Adam meminta Rian mencegat mobil Jody dan membuat perhitungan.

"Hai Adam, apa kabar? Wah ternyata seorang Adam Razka Alfarezel yang gagah dan sombong kini tak lebih dari seorang pria cacat dengan kursi roda. Hahaha!" Ejek Jody saat berdiri menghampiri Adam.

"Clara, jadi Kau memilih bersama si brengsek!" Adam menatap nyalang menahan amarahnya menarik nafas sepenuh dada.

"Sorry Dam. Hubungan Kita harus berakhir. Aku tak mau sepanjang hidupku mengurus orang cacat. Karirku terlalu berharga dan kini Akupun sudah mendapat penggantimu." Tanpa dosa Clara menggandeng lengan Jody dengan mesra.

"Kalian berdua memang manusia brengsek! Pergi Kalian!" Adam meluapkan amarahnya.

"Bye Adam, selamat berteman denga kursi rodamu ya! Hahaha! Ayo Beib Kita lekas pergi. Buang waktu berbicara denga pria cacat ini!" Jody merangkul mesra Clara meninggalkan Adam yang tentu saja marah membara.

Kembali dimasa kini.

Adam mengusap wajahnya kasar.

Betapa semua terjadi begitu cepat.

Malang tak dapat ditolak. Untung tak dapat diraih.

Dari arah belakang Mom Hawa melihat putranya sedang termenung mendekati Adam.

"Dam, sedang apa?" Mensejajarkan diri dengan Adam Mom Hawa duduk di kursi taman belakang rumah mereka.

"Adam hanya sedang berpikir, apakah Adam masih memiliki masa depan Mom?" Mata Adam terpejam terlihat jelas Adam menyusut sudut matanya.

"Tentu Dam. Allah tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan hambanya. Begitupun dengan apa yang kini Kamu alami, semua pasti akan ada hikmahnya." Mom Hawa dengan lemah lembut penuh kebijaksanaan menyentuh dengan nasehatnya.

"Tapi Adam masih tak rela dengan apa yang Adam alami. Selain itu selama ini Adam begitu mencintai Clara namun tak disangka dengan mudahnya Clara membuang Adam setelah cacat seperti saat ini." Amarah yang selama ini terpendam ia tumpah curahkan dihadapan sang Ibu.

"Allah memberikan Kita ujian bukan karena Allah tidak Sayang, justru Allah sedang memberikan kesempatan bagi Kamu untuk menjadi hamba yang lebih dekat dengannya. Dan dengan kejadian ini, Allah membukakan hatimu agar lebih mengetahui mana mereka yang benar-benar tulus dengan Kamu." Mom Hawa begitu sejuk melalui tutur katanya mengisi ruang hampa di hati Adam.

"Mom ingin Kamu belajar ikhlas menerima semua yang terjadi dan tetap berikhtiar untuk kesembuhan Kamu. Mom lihat Kamu tidak mau terapi lagi? Kenapa?"

"Percuma Aku terapi namun tak ada perubahan. Adam tetap pria lumpuh Mom!" 

"Jangan pernah berburuk sangka. Jangan pernah menyerah Dam. Ayo! mana Adam yang kuat dan oprimis yang Mom kenal."

Mom Hawa memberikan ruang Adam agar sendiri memikirkan segala nasehatnya.

Disisi lain, Ayesha mulai membiasakan diri, hidup sendiri tanpa kehadiran Ayah Ridwan disisinya.

"Bu, apakah Pak Adam belum masuk ke kantor?" Ayesha menanyakan pada atasannya.

"Sebaiknya Kamu tanyakan pada Pak Rian. Beliau adalah Assisten Pak Adam."

Selama Adam tak masuk kantor memang Rianlah yang diminta Mom Hawa untuk menghandle semua urusan perusahaan.

Tok,Tok,Tok!

"Masuk!" 

"Permisi Pak. Maaf ada yang ingin Saya bicarakan dengan Bapak." Ayesha berdiri setelah meminta izin pada Rian untuk masuk ruangannya.

"Silahkan duduk." 

"Terima kasih Pak."

"Apa yang ingin Kamu bicarakan?" Rian mempersilahkan Ayesha duduk.

"Begini Pak Rian, Saya ditempatkan dalam posisi sekretaris CEO namun hingga saat ini Pak Adam belum hadir di kantor, lalu bagaimana dengan tugas Saya. Selama ini Saya memang membantu di divisi HRD. Saya mohon kejelasan status Saya Pak."

Sesungguhnya Rian sulit menjelaskan pada Ayesha, bahwa Adam tak mau berinteraksi dengan siapapun di kantor namun hal lain yang membuat Rian menahan Ayesha bertemu dengan Adam adalah, Rian khawatir akan keinginan Adam untuk meminta pertanggung jawaban atas kecelakaan yang ia alami yang melibatkan Pak Ridwan, Ayah Ayesha.

"Untuk sementara seperti biasa Kamu lakukan saja tugasmu di divisi HRD, secepatnya Saya akan bicarakan dengan Pak Adam mengenai hal ini." 

Rian akhirnya memilih jawaban itu agar meredam rasa penasaran Ayesha.

"Apa boleh Saya menjenguk Pak Adam?"

Tentu saja pertanyaan Ayesha membuat Rian kelabakan.

"Pak Adam masih dalam proses pemulihan. Beliau belum boleh bertemu banyak orang. Karena masih butuh banyak waktu untuk beristirahat."

"Oh begitu ya Pak. Baiklah. Kalau begitu semoga Pak Adam lekas sembuh dan segera sehat dan kembali beraktivitas seperti sediakala." 

"Aamiin."

"Kalau begitu terima kasih Pak, maaf sudah menggangu waktu Pak Rian. Saya permisi."

"Silahkan."

Ayesha keluar dari ruangan Rian.

Sepeninggal Naura, Rian berpikir bagaimana tentang Ayesha dan Adam. 

Cepat atau lambat mereka akan bertemu. Tentu Adam akan mengetahui siapa Ayesha.

Di sebuah swalayan,

Ayesha yang sebelum berangkat kerja mengecek isi kulkas dan ternyata dalam keadaan kosong.

Dulu Ayah Ridwanlah yang selalu melakukan hal itu. 

Kini Ayesha harus terbiasa menyiapkan sendiri segala kebutuhannya termasuk berbelanja bahan makanan untuk keperluannya.

Saat tengah memilih buah-buahan Ayesha tanpa sengaja bersenggolan dengan seseorang.

"Maaf Bu, Saya melamun. Maaf, apa Ibu baik-baik saja?" Ayesha yang melamun tanpa sengaja menabrak seorang wanita.

"Ibu tidak apa-apa Nak. Kamu sendiri kenapa melamun?" 

"Ah tak apa Bu. Oh Iya, maaf ini belanjaan Ibu? Saya ganti dengan yang baru ya. Maaf jadi jatuh karena Saya." Ayesha memungut sebuah kotak puding instan dan menggantinya dengan yang baru dari etalase.

"Tak apa Nak. Kamu sendiri?" 

"Ia Bu Saya sendiri."

"Ngomong-ngomong kenalkan Saya Hawa. Nama kamu siapa?"

"Saya Ayesha Bu."

Keduanya bersalaman. 

Mom Hawa melihat Ayesha seorang gadis yang baik dan ia gadis yang sederhana.

Entah mengapa, Mom Hawa senang sekali mengobrol dengan Ayesha.

"Nak Ayesha, Tante ingin mengajak Kamu makan. Tante malas sekali kalau makan sendiri, mau ya?" 

Melihat wajah Ayesha yang bingung Mom Hawa meraih tangan Ayesha.

"Nak Ayesha, Tante bukan penculik kok. Tante memang ada tamoang orang jahat?" Senyum Mom Hawa melihat kekhawatiran diwajah Ayesha.

"Bukan seperti itu Tante, tapi Saya sungkan. Kita baru bertemu." Jawab Ayesha jujur.

"Tak apa. Lagi pula Tanye cuma sendirian. Ga enak makan sendirian. Mau ya temani Tante makan."

Akhirnya Ayesha menerima ajakan Mom Hawa.

Keduanya masuk sebuah restoran.

Mom Hawa senang sekali, memiliki teman ngobrol seperti Ayesha.

Begitupun Ayesha sepeninggal Ayah Ridwan baru kali ini Ayesha bisa tertawa saat berbincang dengan Mom Hawa.

"Oh iya Ayesha, Tante boleh minta nomor ponsel Kamu?"

Ayesha kemudian mengetikan nomor ponselnya setelah disodorkan ponsel Mom Hawa padanya.

"Tante simpan ya. Lain waktu kalau Tante hubungi bolehkan?" 

"Boleh Tante."

"Kamu pulang naik apa? Ayo Tante antar sekalian." 

"Terima kasih Tante. Ayesha sudah pesan ojek online."

"Baiklah kalau begitu. Tante pamit ya. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati Tante."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!