Vard berlari dari ruang keamanan Cctv, dalam rekaman ia melihat Queena dalam pelukan seorang pria diluar hotel. Dia berlari ke arah Queena berjalan, ke arah kiri itu adalah tempat mobil-mobil terparkir.
"Hosh... hosh... Queena, sayang... maafkan aku. Aku mohon jangan lari lagi, aku salah..." lirih Vard. "Aku akan menemukanmu, tunggu aku." Vard akhirnya tak menemukan Queena disana.
Di dalam rumah Justin melihat Daddy-nya berlari keluar hotel melalui iPad di tangannya, "Kacau! Aku telat menghapus Cctv diluar hotel, apa dia akan mencari Mommy? Tidak, aku harus menghalanginya..."
Bocah jenius itu terus bergumam merencanakan rencana-rencananya, Justin sebenarnya mengerti dari perkataan kakeknya Darish jika Daddy-nya sangat menyayangi dan merawat Mommy-nya sejak kecil tapi dia juga mengerti Mommy-nya masih membenci pria yang adalah Ayah kandungnya itu.
"Jika Mommy menyukai seorang pria, aku akan mendukung Mommy. Dan kau Daddy! Jika kau memang mencintai Mommy, buktikan itu padaku dan Mommy!"
Di halaman rumah, Esther turun dari dalam mobil di kursi penumpang, Xavier memaksa untuk mengantarnya pulang. Pintu rumah terbuka, Justin keluar menyambut Mommy-nya.
"Mom wajahmu pucat, Mommy sakit?" pura-pura bocah itu padahal sudah mengetahui semuanya.
"Sedikit pusing, tapi sudah baikan."
Justin menoleh pada pria yang mengantar sang Mommy, "Siapa Anda, Tuan?"
"Teman Mommy-mu, siapa namamu?" Xavier tersenyum.
"Justin, Anda?"
"Xavier, panggil aku Paman Xavier saja. Aku hanya membantu Mommy-mu pulang."
Justin mengangguk, "Mommy, biarkan Paman ini masuk. Bukankah tidak sopan mengusirnya setelah dia menolong Mommy."
Akhirnya Esther tersenyum, "Uhhh, putra siapa ini sangat sopan dan pintar." Esther lalu berbalik pada Xavier. "Silahkan masuk Tuan Xavier."
Mereka bertiga berjalan masuk ke dalam rumah yang di dalamnya sangat luas, tapi minim foto-foto yang terpajang. Di dalam bingkai-bingkai foto Xavier hanya melihat wajah Esther dan putranya serta seorang Pria berumur sekitar 50 -an.
"Itu adalah kakekku," ujar Justin menjelaskan tanpa ditanya.
Xavier tersenyum senang ternyata putra Esther sepertinya sangat mudah untuk diajak bicara. "Kalian tinggal bertiga?"
"No, kami berdua. Kakekku tinggal di tempat lain."
"Ohhh..."
"Duduklah, Paman. Mommy sepertinya sedang berganti pakaian." Justin mengajak Xavier ke ruang tamu.
"Anda ingin minum apa, Paman?"
"Di rumah ini ada apa saja?" Xavier terus meladeni Justin.
"Kecuali minuman keras, mungkin semua ada."
"Kalau begitu minuman dingin, terima kasih."
Justin berjalan ke lemari pendingin mengambil satu minuman dingin lalu membawanya ke meja menaruhnya begitu saja. "Ini, Paman."
Kemudian Justin duduk di seberang Xavier, bocah itu menatap intens pria dewasa yang duduk di hadapannya. "Apa Mommy-ku cantik, Paman?"
"Uhukkkkk..." Xavier tersedak minumannya.
Justin tersenyum jahil dia sengaja mengajukan pertanyaan disaat pria dewasa itu sedang menegak minuman.
"Cantik, tentu saja." Jawab Xavier.
"Paman menyukai Mommy-ku?"
"Aku-"
"Justin! Itu bukan pertanyaan dari seorang anak kecil, masuk sana... Mommy mau bicara dengan tamu kita. Kalau ada PR kerjakan, taruh juga hasil ulanganmu di meja kerja Mommy nanti Mommy akan lihat."
"Belajar lagi, PR lagi... membosankan." Rutuk bocah itu seraya berjalan ke kamarnya sendiri.
Esther menggeleng, entah kenapa putranya malas sekali belajar bahkan nilai-nilai nya kadang kurang memuaskan tapi Justin adalah putranya dia tidak ingin memaksakan semuanya. Meskipun bukan anak pintar dan malas belajar, Justin adalah hidupnya.
Setelah Justin pergi, Esther menatap Xavier. "Tuan, terima kasih untuk hari ini. Dan mengenai perkataanmu di ruangan hotel tadi, aku akan melupakannya."
"Kenapa kamu ingin melupakan pengakuanku?"
"Karena aku tidak berniat untuk menjalin hubungan dengan siapapun." Tegas Esther.
"Karena trauma-mu?"
"Ya."
"Tapi bisakah memberikanku kesempatan agar kamu bisa lebih mengenalku, aku bukan pria yang akan memaksamu jika akhirnya kamu tetap tidak bisa menerimaku."
Esther menghela nafas, "Tuan... aku tidak ingin memberimu harapan apapun."
"Bukan kamu yang memberiku harapan, tapi aku sendiri yang dengan sadar berharap." Xavier tetap dengan ucapannya.
"Kenapa Anda menyukaiku? Hanya karena aku cantik?" tanya Esther.
"Itu adalah hal wajar bagi seseorang menyukai wajah cantik atau tampan, tapi aku menyukaimu karena selain kamu cantik dan pintar kamu juga selalu menarik diri dan bersikap terlalu sopan pada laki-laki yang bertemu denganmu. Kamu terlalu menarik perhatianku dengan sikapmu yang menjaga jarak dari setiap lelaki. Kini aku tau, itu karena kamu tidak nyaman berdekatan dengan pria karena trauma-mu. Itu bahkan alasan lain aku semakin menyukaimu, aku ingin membuktikan padamu jika tidak semua pria akan memaksakan kehendak mereka."
"Anda yakin dengan perkataan Anda? Sifat dasar lelaki adalah mendominasi, mereka ingin wanita menuruti mereka. Aku membenci sifat pria yang seperti itu, dan aku tidak tau Anda seperti apa, bukan? Karena pria yang sudah aku kenal lama saja, bisa menyakitiku. Bukan tidak mungkin, Anda yang baru saja aku kenal bahkan akan berbuat seperti itu."
Xavier terdiam, perkataan Esther memang fakta. Kebanyakan laki-laki selalu ingin mendominasi termasuk dirinya. Tapi, dia ingin berusaha mencoba menjadi pria yang di inginkan Esther. "Aku ingin mencobanya, aku ingin menjadi seorang pria yang kamu inginkan. Aku akan berusaha, Esther."
Esther terdiam, dia menatap dalam Pria di hadapannya. Xavier sepertinya bersungguh-sungguh dengan ucapannya. "Kita lihat nanti, Xavier."
Xavier tersenyum lebar saat Esther memanggil namanya tanpa panggilan embel-embel Tuan, itu membuktikan Esther mulai membuka diri padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Femmy Femmy
jelas mommy Justin sangat cantik😁
2024-10-25
0
HNF G
visualnya mana thor
2023-12-27
2
watashi tantides
queen🥺🙏
2023-04-02
1