Di hari pertama bekerja, Jorell sudah banyak melakukan tugas ini dan itu, membuat dirinya seakan menyerah berada di divisi itu. Namun, tekadnya sudah bulat untuk menjadi orang biasa tanpa memakai kekuasaan yang ia punya.
Jam pulang kerja pun tiba, Jorell pulang di saat semua pekerja sudah tak ada lagi yang berkeliaran di gedung. Itu karena ia akan dijemput oleh Pak Li.
Sebelum pindah ke kontrakannya, Jorell memilih baju-baju nya yang tidak bermerk agar terlihat seperti orang biasa dan tidak mencolok perhatian. Kemudian menyerahkan semua fasilitas dari mamanya di meja kerja sang mama.
Sesampainya di sebuah kontrakan kecil, di daerah gang sempit, Jorell memasukan barang-barangnya disana. Ia bahkan langsung menyuruh Pak Li untuk segera pergi dan tidak perlu membantunya.
Jorell langsung mendesain kontrakan kecilnya sesuai dengan keinginannya. Di mulai dari letak lemari, pakaian yang akan digantung hingga peralatan-peralatan kecil lainnya.
Tiba-tiba perut Jorell berbunyi.
"Ah, perutku lapar rupanya."
Jorell pun keluar rumah di malam hari dengan memakai jaket tebal karena udara sangatlah dingin.
Ketika ia sedang memesan makanan di sebuah kedai kecil, tak sengaja matanya melihat Mazaya yang sedang beradu mulut dengan bapak tua sambil membantu seorang nenek yang duduk bersimpuh di jalanan.
"Pak! Tolong kalau jalan itu lihat kanan dan kiri! Bapak membuat nenek ini terjatuh dan berdarah di lututnya!" marah Mazaya.
"Cih! Bukan salahku. Salah nenek itu sendiri yang menghalangi jalanku!"
"Minta maaf pada nenek ini!" tegas Mazaya.
Bukannya meminta maaf, bapak tua itu malah pergi begitu saja dari sana. Namun, Mazaya berhasil menahan bapak itu dan terus memaksa untuk meminta maaf. Hingga akhirnya sebuah tamparan melayang ke pipi Mazaya.
Plak!
"Kau! Berani sekali mengaturku! Sudah aku katakan aku tidak salah! Aku tidak mau meminta maaf! Nenek itu yang salah!" geram bapak tua pada Mazaya.
Mazaya mengesampingkan rasa sakit akibat tamparan itu dan masih terus memaksa bapak tua untuk meminta maaf. Namun, si nenek melarang.
"Sudah nak, biarkan saja. Orang seperti dia memang tidak tahu apa itu rasa bersalah. Nenek tidak apa-apa kok. Apa kau merasakan sakit?"
Alhasil, Mazaya pun membiarkan bapak tua itu pergi tanpa mengutarakan kata maaf.
"Aku tidak apa-apa nek. Justru nenek yang terlihat tidak baik-baik saja. Mau aku bawa ke rumah sakit?"
"Tidak usah nak. Cukup dikasih obat merah pun pasti sudah jadi lebih baik. Sekali lagi terima kasih karena kau sudah menolong nenek," ucap nenek itu.
"Sama-sama nek. Sebagai manusia kita memang harus saling tolong-menolong. Ayo aku bantu berdiri. Apa rumah nenek jauh?"
"Rumah nenek dekat kok. Jalan dari sini sekitar 3 menit juga sudah sampai."
"Ayo aku antarkan saja nek," tawar Mazaya.
Tapi nenek itu menolak. Mazaya pun tidak bisa memaksa lagi.
Setelah keributan yang dibuat Mazaya disana. Orang-orang memandangnya sebelah mata. Bahkan mengatakan bahwa Mazaya terlalu baik dan ikut campur urusan orang lain. Bahkan membuat kegaduhan hingga membuat suasana orang yang datang kesana jadi tidak enak untuk makan.
Mazaya menarik napasnya pelan-pelan. Ia merasa kasihan pada orang-orang yang tidak memiliki rasa empati sama sekali. Benar-benar manusia tanpa perasaan seperti pohon pisang yang tidak memiliki jantung.
Beda halnya dengan Jorell. Pria itu justru tersenyum karena sudah melihat sisi lain dari Mazaya yang tidak bisa ia lihat di kantor. Rupanya meski terlihat galak dan pedas bicaranya, hati Mazaya sangatlah lembut dan penuh perhatian.
Setelah mendapatkan pesanannya, Jorell mengikuti Mazaya dari belakang.
Mazaya merasa ada orang yang mengikutinya dan langsung berhenti berjalan dan membalikan tubuhnya lalu menyerang orang yang ada di belakangnya dengan jurus tentangan mematikan oleh kakinya ke bagian perut.
Brug!
Jorell terjatuh karena ia tidak ada persiapan untuk menghadapi serangan itu. Ia menyentuh perutnya yang memang kelaparan ditambah dengan rasa sakit yang Mazaya berikan.
Mazaya sedikit terkejut ketika tahu bahwa Jorell lah yang ia tendang. Namun, ia tidak mau meminta maaf, karena ia melakukan hal itu sebagai bentuk perlindungan diri.
Jorell mengulurkan tangannya meminta bantuan untuk berdiri. Memang dasarnya tidak peka, Mazaya hanya berdiam saja. Alhasil, Jorell pun berdiri dengan sisa tenaga yang ia punya.
"Apa aku salah melihat tadi? Sepertinya kau terlihat sangat baik dan perhatian sekali pada nenek itu. Kenapa sekarang membantuku berdiri saja terlihat enggan?" ucap Jorell yang mulai berbicara.
"Aku hanya membantu orang yang layak untuk dibantu," jawab Mazaya dengan sikap cueknya.
"Aku juga layak dibantu. Aku kan kesakitan olehmu," sahut Jorell lagi.
"Salah sendiri, kenapa kau mengikuti ku?" kesal Mazaya.
"Karena aku penasaran. Juga jalan kita memang satu arah."
Mazaya tak lagi mau berbicara dengan Jorell. Ia membalikkan tubuhnya dan berjalan lagi tanpa rasa bersalah. Sementara Jorell, ia hanya bingung dengan sikap Mazaya yang berbeda. Tapi, hal itu malah membuatnya penasaran dengan Mazaya. Ia pun masih terus mengikuti Mazaya. Hingga tanpa ia sadari rupanya kontrakan miliknya berdekatan dengan kontrakan Mazaya yang hanya berjarak oleh 5 rumah saja.
Benar-benar sebuah kebetulan yang menguntungkan bagi Jorell.
Jorell pun masuk ke dalam rumahnya dan makan dengan perasaan yang gembira.
Berbeda dengan Mazaya, wanita itu tampak frustasi dengan apa yang sudah ia lakukan. Sebenarnya ia merasa bersalah dengan apa yang sudah ia lakukan pada Jorell. Tapi ia gengsi dan tidak mau meminta maaf. Saking gengsinya ia jadi kesal sendiri. Bahkan lupa jika ada bekas tamparan di pipinya.
*
*
Keesokan harinya di kantor, Mazaya dan Jorell berpapasan di depan perusahaan ketika keduanya akan memasuki pintu masuk. Mazaya bersikap cuek dan biasa saja seolah tidak terjadi apapun semalam. Wanita itu bahkan berjalan tanpa menyapa Jorell. Berbeda sekali dengan Jorell yang hendak menyapa namun tak jadi karena Mazaya yang berlalu lebih dulu.
"Cih! Menyebalkan sekali. Berpura-pura seolah tidak ada apapun. Dia bahkan tidak berniat minta maaf padaku. Ya aku sih sebenernya tidak papa juga jika dia tidak meminta maaf. Tapi apa tidak bisa menyapaku atau sekedar senyum mungkin?"
Jorell ngedumel terhadap sikap Mazaya yang terlalu kaku.
Setibanya di ruangan, Jorell sudah mendapatkan beberapa tugas di meja kerjanya. Beserta sebuah kertas yang berisikan, "Semuanya harus selesai siang nanti sebelum jam istirahat. Setelah itu, taruh saja ke mejaku."
"Dasar! Memangnya kau tidak punya mulut? Kenapa harus repot-repot menulis?" gumam Jorell sambil menggelengkan kepalanya. Ia tidak habis pikir dengan Mazaya. Ada-ada saja tingkah wanita itu.
Jorell pun mulai menghidupkan komputernya dan melakukan tugasnya mendesain gambar kemasan makanan.
Hampir dua jam Jorell mengerjakan hal tersebut. Soal desain, Jorell tidak kalah jagonya dengan Mazaya. Bahkan jika mau, Jorell bisa menyelesaikan desain itu lebih cepat. Hanya saja, itu sangat tidak mungkin. Ia takut yang lain akan curiga. Ia hanya ingin jadi karyawan biasa dan tidak mencolok perhatian. Padahal dari wajahnya saja sudah mencolok perhatian, cuma karena Jorell dianggap dari kelas rendahan oleh para karyawan wanita disana, jadi walaupun tampan, Jorell tidak cukup memikat. Jika saja mereka tahu kalau Jorell adalah anak kedua dari pimpinan perusahaan, mungkin saja banyak wanita yang mengantri untuk menjadi pasangan Jorell.
Sebelum waktu yang ditentukan Mazaya, Jorell sudah menyerahkan tugasnya.
"Ini ada beberapa desain yang aku buat. Kau bisa memilih salah satunya atau serahkan saja semuanya ke direktur. Soft filenya ada di flashdisk ini. Apa ada pekerjaan lain untukku?"
Mazaya sedikit terkejut. Karena Jorell bisa menyelesaikan tugasnya dengan waktu yang terbilang singkat. Bahkan desain gambar yang dibuat Jorell bagus semua. Mazaya akan sulit untuk memilihnya.
"Kau tidak menjiplak karya orang lain kan?" tanya Mazaya yang sedikit curiga.
"Apa tampang-tampang sepertiku ada keahlian untuk memplagiat? Jika tidak percaya kau bisa cek sendiri di soft filenya," balas Jorell menanggapi.
"Bisa saja kan? Aku kan hanya bertanya."
"Kau bukan bertanya tapi menuduh," balas Jorell lagi.
"Kau bahkan tidak mau meminta maaf setelah membuat kesalahan, lalu sekarang mau menambah kesalahanmu lagi? Kau sudah berhutang dua permintaan maaf padaku," tambah Jorell lagi dengan mengungkit hal semalam.
"Tolong bedakan antara urusan pribadi dan pekerjaan. Kita sedang da di kantor."
"Ya, ya, ya, baiklah."
Setelah mengatakan itu, Jorell keluar dari ruangan Mazaya dan ditatap oleh Stefani dan Joseph yang penasaran.
"Kenapa kalian berdua?" tanya Jorell yang merinding dengan tatapan keduanya.
"Kau lama sekali di ruangan Mazaya. Kau tidak dimarahi habis-habisan olehnya, kan? Huh! Dia itu kalau marah menyeramkan, apalagi kalau sedang mengkritik desain yang kita buat terlihat tidak menyatu peraduan warnanya. Kata-kata yang keluar dari mulutnya sungguh mematikan mentalmu," jawab Stefani. Joseph pun mengangguk menyetujui ucapan Stefani.
"Aku tidak dimarahi olehnya. Dia hanya sedikit menuduhku menjiplak karya orang lain. Itu saja," jawab Jorell.
"Dan kau tidak sakit hati? Kalau aku, aku sudah pergi keluar dari ruangan dan menangis di rooftop," ucap Stefani lagi.
"Aku paling pergi ke luar gedung untuk merokok." Joseph pun ikut-ikutan menjawab jika dirinya dicurigai seperti itu.
"Haha, kalian ini terlalu diambil ke hati ucapan Mazaya. Santai saja. Namanya juga bekerja. Mau dikritik dengan ucapan kasar, pedas atau baik itu semua ya untuk meningkatkan kinerja kita kan? Jadi ya, aku terima-terima saja," ucap Jorell.
Stefani dan Joseph saling bertatap. Sepertinya, Jorell adalah orang yang tidak akan terpengaruh oleh kata-kata dari Mazaya.
*
*
Waktu pun berlalu, jam istirahat pun tiba. Jorell dengan sikap ramah dan senyum manisnya menunggu di depan ruangan Mazaya untuk mengajak wanita itu makan bersama di kafetaria perusahaan.
Ceklek!
Suara pintu ruangan Mazaya terbuka dan keluarlah Mazaya dari ruangannya. Jorell mendekat dan berjalan di sisi Mazaya.
"Mau makan siang kan? Ayo makan bersama. Katanya menu makan siang hari ini adalah nasi kuning, nasi goreng dan nasi rawon," ucap Jorell memberitahu.
Mazaya berhenti berjalan dan Jorell pun jadi ikut berhenti juga.
"Memangnya kita sedekat itu hingga makan siang bersama? Maaf, aku tidak terbiasa makan dengan orang lain," tolak Mazaya.
"Tunggu dulu! Kau tidak bisa menolak secepat itu dong. Ya, mungkin kita memang baru saling mengenal, tapi jika tidak saling berinteraksi, gimana mau dekat? Semuanya kan diawali dengan kata biasa lalu lama-lama terbiasa," ucap Jorell yang masih kekeh ingin makan siang bersama Mazaya.
Mazaya hanya berjalan begitu saja tanpa mau menjawab perkataan Jorell.
Setibanya di kafetaria, Jorell melihat Mazaya yang duduk sendirian. Ingin sekali ia duduk di depan Mazaya, akan tetapi Stefani dan Joseph keburu memanggilnya dan meminta Jorell untuk ikut bergabung bersama mereka.
"Tidak usah heran dengan Mazaya. Dia memang seperti itu. Kalau bukan urusan bisnis, dia tidak mau makan bersama orang lain," ucap Stefani yang sepertinya banyak tahu mengenai Mazaya.
"Oh begitu. Pantas saja tadi dia menolak ajakanku untuk makan bersama," ucap Jorell membuat Stefani dan Joseph terbatuk-batuk.
Sudah dikatai menjiplak karya orang oleh Mazaya, Jorell masih saja ramah dan mau berinteraksi dengan Mazaya. Benar-benar laki-laki tangguh menurut Stefani. Padahal dirinya saja, hanya berinteraksi dengan Mazaya untuk urusan pekerjaan saja. Untungnya ada Joseph di sampingnya, jika tidak ada mungkin dirinya akan cepat bosan dengan rutinitas kerjanya yang terlalu monoton tanpa teman kerja yang humoris seperti Joseph.
*
*
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
lovely
smoga saja ada visualnya ganteng cantik novel sebelah juga aura blm ada visualnya Thour 🤔
2023-02-17
0
Ida Maswati
lanjut thor...
2023-02-12
0
Jayanti Saputri
menarik......
2023-02-09
1