14. Teman Bicara

Ben sudah kembali lagi ke rumahnya, dia sekarang sedang mengamati data yang diberikan oleh Deo. Sebenarnya sangat disayangkan jika dia kembali tadi, padahal Ben ingin sekali melihat ekspresi anggota keluarga Lin dan juga Dean jika dia sedang bersama dengan Clarie, hanya berdua saja. Tapi apa boleh buat karena Clarie memaksa.

Clarie Lin, umur 20 tahun, pernah mengalami kecelakaan di umur 13 tahun. Poin terakhir menarik perhatian Ben, karena dia juga terlibat dalam kecelakaan 7 tahun lalu. "Kakak waktunya makan malam, cepat kemari sebelum makanannya jadi dingin," teriak Martin dari dapur. Ben tidak menjawab dan segera beranjak dari tempatnya.

Martin, Deo, Diena, dan Lena sudah berkumpul di meja makan. "Terima kasih sudah bekerja keras, aku sangat puas dengan data yang kalian berikan," ucap Ben. Semua memandangi Ben, khususnya Diena, tatapannya membuat Ben bingung.

Ben duduk dan mulai mengambil menu makanan yang tersedia di meja makan. "Kak," Diena memanggil Ben yang sedang menyuapkan nasi ke dalam mulutnya.

"Hm," Diena menghembuskan napas sedikit kesal mendengar jawaban singkat dari kakaknya.

"Kak, beberapa hari ini Kak Ben di rumah Kak Clarie kan?" tanya Diena, matanya sambil melirik ke ketiga saudara lainnya.

"Iya, dia dijebak oleh saudari angkatnya. Disekap di dalam gudang dan dia dipukuli sampai lebam," mata keempat orang yang lain mendadak membulat. Mereka jelas terkejut dengan hal ini, itu sangat keterlaluan.

"Bagaimana keadaan Kak Clarie sekarang ini Kak? Apa lebamnya sudah sembuh atau belum?" Martin langsung menanyakan serentetan pertanyaan. Kemudian Ben menjelaskan semua kejadian secara runtut.

Ping! Satu pesan masuk ke handphone Ben, Clarie. Ben membuka pesan itu, Diena yang duduk di dekat Ben berusaha mengintip isi pesan yang dikirim Clarie. Ben, kamu sibuk? Boleh aku meneleponmu? Sedang butuh teman bicara :( Begitu isi pesannya.

Tanpa pikir panjang lagi Ben menelepon Clarie, nada sambung terdengar beberapa saat.

"Halo," sapa Clarie diujung telepon. "Apa saya membuat Anda khawatir dengan pesan yang baru saja saya kirimkan?" lanjutnya lagi.

"Halo, ada apa? Apa yang ingin kamu bicarakan Clarie?" tidak ada jawaban yang terdengar oleh telinga Ben. Namun kemudian terdengar suara helaan napas. "Besok kamu sekeluarga akan mulai menyiapkan pernikahan Rena dan Dean, dan aku harus ikut. Em, bisakah kamu menemaniku besok? Aku...tidak ingin sendirian, dan aku juga ingin membahas tentang tawaranmu itu. Aku sudah menemukan jawabannya,"

"Baik, sesuai keinginanmu. Kirim saja nama tempat yang akan kamu dan keluargamu kunjungi, dan aku akan menyusul. Selamat malam," setelah Ben menutup teleponnya, dia menatap Deo, Diena, Lena, dan Martin secara bergantian.

"Besok Clarie akan memberi tahu keputusannya,"

......................

Papa dan mama memberi tahu bahwa mereka akan berangkat pukul sepuluh pagi dari rumah. Pertama-tama mereka akan mengunjungi toko kue, kemudian ke toko pakaian langganan mereka. Hanya dua tempat saja karena hal-hal yang lain sudah diurus oleh papa beberapa hari lalu.

Pukul sembilan pagi Clarie mulai bersiap-siap, memilih pakaian yang akan dia gunakan nanti. Dress pendek, kemeja, celana jeans, kaus, dan setelan baju yang lainnya. Dia bingung harus memakai pakaian seperti apa.

"Nona, ini teh Anda," pelayan yang melayani Clarie sedikit terkejut dengan tampilan kamar Clarie saat ini. Berantakan, baju berserakan di mana-mana.

"Bibi, apa yang sebaiknya aku pakai untuk hari ini?" tanya Clarie putus asa dengan semua pilihannya, dia merasa tidak ada yang cocok satu pun.

Bibi meletakkan teh Clarie di meja belajar, kemudian mendekati gadis itu. Tangannya menggenggam tangan Clarie, "Nona Clarie, Nona hanya perlu menjadi diri Nona sendiri. Pakaian apapun yang Anda kenakan, Anda tetap cantik. Tapi saya merekomendasikan Anda sebaiknya memakai rok hari ini, Anda pasti terlihat cantik dengan itu," Clarie menangguk dan segera memilih pakaian. Sedangkan bibi kembali ke dapur.