Norin dan Shin menuruni satu persatu anak tangga yang cukup panjang dengan tangan yang saling bertautan. Senyum pun tak lepas dari bibir mereka dan sesekali mereka saling pandang serta melemparkan senyum satu sama lain. Namun ketika mereka baru mendaratkan kaki di lantai dasar, Norin menghentikan langkahnya, Shin di buat bingung olehnya dan kemudian dia bertanya dengan rasa penasaran."Ada apa, kenapa berhenti sayang?" tanpa melepas tautan tangannya.
Norin melirik ke arah samping kanan dimana sang suami tengah menanti jawabannya kemudian dia berkata,"aku....aku tidak sempat membuatkan sarapan dan bekal untuk mu pagi ini."
Shin tertawa renyah, dia pikir ada hal yang sangat serius sehingga istrinya terlihat cemas."It's okey honey, bibi Liu pasti sudah menyediakan nya untuk kita, kamu tidak perlu cemas,"kata Shin, menenangkan kecemasan Norin.
"Apa kamu tidak marah?" tanya Norin memastikan. Shin menyunggingkan senyum hangat kemudian membelai pipi mulusnya sambil berkata,"mana mungkin aku marah pada bidadari ku yang menggemaskan ini." Norin tersipu malu, dia menundukkan sedikit wajahnya dan disaat Norin lengah sebuah kecupan singkat mendarat di pipinya, hal itu sontak saja membuat Norin terkejut atas apa yang Shin lakukan padanya secara tiba tiba.
Dengan wajah di tekuk dia berkata,"jangan di ulang lagi, bagaimana jika daddy dan mommy atau pelayan di rumah ini melihatnya? apa kamu tidak malu?" Norin protes sekaligus mengingatkan Shin untuk tidak menciumnya di sembarang tempat.
"Tidak, untuk apa malu aku mencium istriku sendiri meskipun itu di tempat kerumunan orang." Shin menjawabnya dengan enteng dan hal itu membuat Norin mendengus kesal kemudian wajahnya di tekuk kembali sedemikian rupa. Shin tertawa kecil melihat raut wajah sang istri yang terlihat menggemaskan, bagaimana istrinya menjadi seorang pemalu di luar namun liar di dalam kamar.
"Let's go honey, aku sudah lapar sekali." Shin beralasan kemudian menarik pelan lengan Norin dan membawanya menuju ruang makan. Shin tak ingin melihat istrinya terus menerus memasang wajah cemberut karena kelakuannya.
Dari jarak beberapa meter terlihat Nyonya serta tuan Hoon sudah berada di kursinya masing masing.Tiba tiba, kedua kaki Norin terasa kaku serta detak jantungnya berdegup dengan kencang melihat kedua mertuanya berada tidak jauh darinya. Norin memang selalu gugup jika bertemu dengan kedua mertuanya namun tidak separah pagi ini, dia merasakan gugup yang luar biasa bahkan untuk menggerakkan kedua kakinya saja rasanya sulit. Bukan tanpa sebab Norin seperti itu, mengingat hasil testpack yang telah menunjukan angka negatif lah penyebab dia merasa sangat gugup serta ketakutan. Dia takut kedua mertuanya akan mempertanyakannya kembali.
"Sayang, kamu kenapa?" raut wajah Shin berubah cemas melihat Norin tiba tiba terdiam dan tubuhnya bergetar. Shin segera melingkarkan satu tangannya pada pinggang Norin dia takut istrinya terjatuh.
Tuan serta nyonya Hoon menyadari kedatangan anak serta menantunya setelah mendengar suara cemas Shin. Kemudian mereka menoleh dengan wajah datar namun tak lama mereka mengalihkan kembali pandangannya ke arah meja makan.
"Apa kamu sakit sayang? kita kembali ke kamar saja okey? bujuk shin, dia mengira Norin sakit namun Norin segera menggelengkan kepalanya dan berkata "Ti..tidak sayang, aku..mau menemanimu sarapan."
"Apa kamu yakin?" tanya Shin memastikan.
Kemudian Norin menarik nafas panjang lalu menghembuskan nya perlahan. Setelah detak jantungnya terasa stabil dia berkata," it's okey, aku baik baik saja."
Shin tersenyum lalu membelai pipinya sembari berkata,"kamu bikin aku khawatir saja sayang. Kau tau, aku tidak ingin terjadi apa apa denganmu."
Norin tersenyum tipis mendengar kekhawatiran Shin padanya kemudian dia beralasan."Maaf, tadi aku hanya sedikit kram perut saja." Untuk kesekian kalinya Norin beralasan dan tidak berkata jujur pada Shin.
"Good morning, dad, mom," sapa Shin setelah mereka tiba di meja makan.
"Hem." Tuan Hoon menyahuti sapaannya namun enggan melirik ke arahnya. Sementara nyonya Hoon hanya memiringkan sebelah bibir nya saja tanpa bersuara. Sikap orang tuanya yang seperti itu sudah dianggap biasa oleh Shin dan dia sendiri tidak pernah mempedulikannya karena sedari kecil mereka memang sudah bersikap demikian padanya.
Setelah itu, Shin menarik sebuah kursi tepat di hadapan tuan serta nyonya Hoon dan mempersilahkan Norin untuk mendudukinya. Dengan perasaan ragu Norin menuruti perintahnya. Shin sering kali menunjukan sikap romantis di hadapan orang tuanya dan hal itu membuat nyonya Hoon semakin tidak menyukai Norin karena dia merasa Shin lebih memperhatikan Norin dari pada dirinya sebagai ibu kandungnya.
Norin berusaha bersikap setenang mungkin di hadapan nyonya Hoon yang bersikap sinis serta tuan Hoon yang bersikap dingin padanya.
"ehm...Sayang, kamu mau sarapan apa?"tanya Norin, pandangannya mengarah pada bermacam macam hidangan di atas meja.
"Aku....sarapan roti selai madu saja!" jawab Shin.
"Hanya roti? nothing else?" Norin memastikan.
Shin mengangguk pelan. Sebenarnya dia ingin sekali memakan hasil olahan sang istri namun tidak ada pilihan lain karena Shin sendiri di buru oleh waktu untuk segera berangkat ke kantor.
"Minum nya?" tanya Norin lagi.
"Air putih saja." Norin mengangguk, kemudian dengan cekatan dia mengambil dua lembar roti tawar kemudian mengolesinya dengan selai madu. Setelah itu, Norin menuangkan air putih ke dalam sebuah gelas kaca.
Gerak gerik Norin tak luput dari perhatian empat pasang mata yang tengah duduk di hadapannya termasuk tuan Hoon. Jauh di dalam lubuk hatinya yang terdalam, dia mengagumi sosok menantunya yang patuh dan taat pada Shin dan melayaninya dengan baik, tidak seperti dirinya yang tidak pernah di layani manis oleh istrinya dari sejak menikah karena nyonya Hoon sendiri merupakan wanita karir dan sibuk dengan urusannya sendiri. Namun, tuan Hoon menepis rasa kagum itu, dia lebih mementingkan ego nya yang besar menuntut Norin untuk segera memiliki keturunan dengan alasan selain usianya yang sudah lanjut, Shin merupakan anak semata wayangnya dan satu satu nya harapan dia untuk memiliki seorang keturunan.
Shin mulai memakan rotinya namun baru dua suapan dia melirik ke arah sang istri yang hanya diam sembari memperhatikannya.
"Sayang, kenapa kamu hanya memperhatikan ku saja? apa kamu tidak menyukai makanan semua ini? biar aku panggil bibi Liu dulu agar dia membuatkan makanan yang kamu mau." Shin hendak beranjak dari duduknya namun Norin menahannya dan menggelengkan kepalanya dengan pelan.
"Bukan, bukan seperti itu, aku....aku sedang berpuasa sunah." Norin menjawabnya dengan jujur.
"Puasa sunah!" Shin mengulang dan Norin mengangguk pelan. Shin meletak kan garpu serta pisau di atas piring, menyenderkan punggungnya, menghela nafas pendek kemudian bertanya," kenapa kamu tidak memberi tahu aku kalau hari ini kamu sedang berpuasa?"
Tiba tiba, nyonya Hoon berdecak dan berkata,"untuk apa menahan lapar sepanjang hari, lebih baik kau makan yang banyak dan bergizi agar peranakan mu subur." Nyonya Hoon menyindir dengan sinis di tengah tengah obrolan Shin dan Norin, karena obrolan mereka tak lepas dari perhatian tuan dan nyonya Hoon sejak dari tadi.
Norin menundukkan wajahnya mendengar sindiran nyonya Hoon, sementara Shin menoleh ke arah ibunya dan berkata," mom, aku dan istriku tidak memiliki masalah dengan kesuburan kami karena kami sudah memeriksanya dan hanya tinggal menunggu waktunya saja."
Nyonya Hoon mencebik kan bibirnya mendengar pembelaan Shin kemudian menimpalinya dengan nada menyudutkan." Jika benar subur tidak perlu menunggunya hingga berbulan bulan. Kau tau Hoon, mama mengandung mu ketika usia pernikahan kami satu bulan. Ini istrimu sudah enam bulan belum saja menunjukan kalau dia hamil. Apa jangan jangan istrimu memang wanita yang tidak bisa memberi keturunan."
Norin semakin menundukkan wajahnya, dadanya mulai terasa sesak kembali dan sekuat mungkin dia menahan untuk tidak mengeluarkan air mata. Shin melirik ke arah Norin, dia tau bahwa istrinya pasti sedang sedih telah di sudut kan oleh ibunya kemudian dia memegang telapak tangannya dengan erat.
Shin menoleh kembali pada nyonya Hoon dan menatapnya dengan kesal."Jangan pernah menyudutkan istri ku lagi mom, bagaimana jika diriku sendiri yang tidak bisa memberikan keturunan?"
"Tidak mungkin,"ucap nyonya Hoon dengan suara tinggi.
Shin berdecak kemudian berkata,"apa nya yang tidak mungkin, itu bisa saja terjadi. Oleh karena itu aku minta pada mu mom, jangan pernah lagi menuntut seorang keturunan pada kami."
"Itu tidak mungkin, keluarga Hoon tidak ada yang tidak bisa memberikan keturunan...."
Brakk....
Suara gebrakan meja membuat nyonya Hoon bungkam seketika. Tuan Hoon kesal mendengar perdebatan antara istri dan anaknya di sela sela sarapan mereka.
"Kalian persis seperti seekor kucing dan tikus bertengkar tidak tau tempat. Kalian tidak menghargai ku..."
"Sayang, antar aku ke depan aku mau berangkat kerja sekarang." Shin memotong ucapan tuan Hoon, dia sudah tidak mood lagi untuk menghabisi sarapannya dan tidak ingin mendengar perkataan tuan Hoon.
Norin mendongak lalu menggelengkan kepalanya, dia tidak setuju dengan sikap Shin yang kurang sopan pada orang tuanya meskipun norin tau bahwa Shin membela dirinya.
"Sayang, habis kan dulu sarapan mu. Kamu tidak..."
"Aku bisa sarapan di kantor nanti." Shin memotong perkataan Norin. Dia berdiri lalu meraih tangan Norin untuk ikut dengannya meninggalkan meja makan. Norin sempat melirik ke arah nyonya serta tuan Hoon yang sedang menatap kesal ke arah mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
ciru
cakeep
2023-07-09
0
Maulana ya_Rohman
ego yang di tinggikan...... 🤧
2023-04-12
2
Susi Nora Cerahwati Silitonga
lanjut thor,,😍😍
2023-02-08
4