Louis menikmati segelas anggur di balkon kamarnya yang menghadap langsung ke aula perjamuan, ia memesan kamar ini secara khusus dan berharap bisa melihat Elena dari jarak itu.
Tiba-tiba saja terjadi keributan yang membuat Louis bingung, karena penasaran Louis memutuskan untuk pergi melihat sendiri apa yang terjadi. Dia hanya berdiri di depan gerbang. Tidak lama kemudian terjadi perdebatan antara Elena dan Ernest yang membuat Louis khawatir.
Setelah itu Elena keluar dari aula bersama para nona bangsawan di belakangnya, Louis ingin mendekat. Tapi saat melihat Ernest datang, Louis memilih untuk tetap diam.
"Elena." Ernest mencekal tangan Elena dengan kasar, "Hentikan semua ini. Kau tidak bisa memperlakukan aku seperti ini, tanpa izin dari ku maka kau jangan pernah berpikir untuk meninggalkan aku."
"Lepaskan aku!" Elena menarik tangannya. Tapi kekuatan Ernest jauh lebih besar darinya, dia tidak bisa melepaskan tangannya.
"Apa kau tuli? lepaskan dia," desak para nona bangsawan pada Ernest.
Ernest menatap mereka dengan tatapan nyalang seraya berkata, "Jangan ikut campur."
"Kau ikut aku." Ernest menarik Elena.
"Tunggu!" Louis menghadang jalannya membuat Ernest kesal.
"Ada apa dengan mu? kau mau ikut campur? jangan lupa putra mahkota, kau kalah dari ku saat pertandingan. Ini juga adalah urusan sepasang kekasih, menepilah!" perintah Ernest.
"Kalah ada menang adalah pilihan ku. Elena juga bukan kekasih mu lagi sejak beberapa menit yang lalu. Dan kau juga sebaiknya jangan lupa aku adalah putra mahkota, jika aku menginginkan sesuatu maka kau tidak pantas berebut dengan ku."
"Hmph. Dia adalah Elena ku. Jangankan kau menginginkannya bahkan jika kau berani menaruh niat buruk untuknya, aku akan membuat mu menyesal. Kau tidak ada di posisi yang kuat karena keluarga Ransom hanya tunduk pada kaisar."
"Ada apa ini? kenapa Louis sampai berbuat seperti ini? apa hanya karena aku membantunya berlatih atau ada hal lain?" batin Elena.
"Mari Elena." Louis mengulurkan tangannya pada Elena.
"Elena, jika kau sampai memegang tangannya maka hubungan kita berakhir, bahkan jika kau memohon sekali pun aku tidak akan maj menatap mu lagi," ancam Ernest.
"Sejak tadi hubungan kita sudah berakhir," balas Elena. Ia memegang tangan Louis, Louis menepis tangan Ernest dari tangan kanan Elena lalu ia menarik Elena pergi dari sana.
Setelah berjalan cukup jauh Elena melepaskan genggamannya dari tangan Louis, hal itu membuat Louis berhenti melangkah dan berbalik.
"Aku membantu mu berlatih dan kau membantu ku lepas dari Ernest. Sekarang kita impas kelak bertindaklah seolah kita tidak saling kenal," ucap Elena pada Louis.
"Kau bisa memanfaatkan ku sebanyak yang kau mau untuk membuat pria itu benar-benar menjauh dari mu. Dan aku berharap kau tidak akan kembali padanya, karena jika tidak sekarang maka di masa depan dia mungkin akan memngkhianati mu lagi," balas Louis membuat Elena terheran-heran.
"Kenapa aku merasa kau sangat yakin jika Ernest akan mengkhianati ku?"
"Insting seorang pria. Jadi jangan sungkan panggil aku saat kau butuh, mungkin tidak sekarang. Tapi, aku akan menunggu mu sampai kau ingin. Kembalilah lebih awal dan sampai nanti." Louis tersenyum sampai memutuskan untuk pergi lebih dulu.
Elena tidak bisa memahami Louis lebih dari sekarang, ia tidak tahu kenapa Louis membuatnya merasa kalau mereka sangat dekat. Elena ingin tau segalanya tentang Louis. Tapi ini bukan saat yang tepat untuk itu, ia tidak mau percaya pada pria mana pun lagi setelah semua pengkhianatan Ernest.
"Ini hidup ku, dan jalan takdir yang telah aku buat sendiri. Maka aku tidak perlu siapa pun untuk membantu ku, aku tidak akan berhutang pada siapa pun. Ingat Elena, kau terlahir kembali dengan tujuan yang besar maka jangan terbuai dengan semua kemanisan serta keindahan dari orang lain," batin Elena menguatkan hatinya.
Elena pun kembali ke kamarnya untuk memulai rencana yang baru, ia harus membawa keluarganya ke tempat yang tinggi sampai semua kekhawatiran dalam hatinya hilang.
*****
Jovanka terus mengetuk kakinya ke lantai dengan perasaan gelisah. Saat Ernest masuk ke ruangannya Jovanka langsung berdiri dari tempatnya, melihat Jovanka ada di sana Ernest langsung menunduk.
"Wah. Drama yang bagus, sangat bagus. Seharusnya kau jadi aktor teater saja dari pada menjadi putra ku, aku melahirkan seorang duke ke dunia ini bukan seorang aktor," ejek Jovanka yang berjalan mendekati Ernest.
"Bukan hanya sekali aku mengingatkan pada mu untuk tidak mendekati Sonia. Tapi kau selalu saja membantah, lihat apa yang wanita itu lakukan? kau bukan hanya kehilangan Elena, kau juga telah kehilangan semua kehormatan mu. Entah bagaimana aku menatap wajah para nyonya bangsawan saat perkumpulan nanti," lanjut Elena.
"Maafkan aku, ibu. Ini semua salah ku," jawab Ernest.
"Tidak, sayang. Ini bukan salah mu. Aku yang salah, semua kesalahan ada pada ku."
"Ku mohon jangan berkata begitu ibu. Kau tidak pernah salah seumur hidup mu."
"Aku sudah melakukan kesalahan besar dalam hidup ku ini. Kesalahannya adalah Melahirkan anak bodoh seperti ini, seharusnya aku memungut anak dari panti asuhan saja untuk ku jadikan anak ku."
"Tidak bu, tidak. Aku akan memperbaiki segalanya, ku mohon jangan marah pada ku. Apa saja yang ibu mau akan kau penuhi semuanya."
"Baiklah. Mulai dari sekarang ibu mau kau jadi pria yang egois, mulai besok jangan temui Elena. Tapi buat dia kembali dengan sendirinya pada mu, bertindaklah seolah kau tidak merasakan kehilangan atau sejenisnya. Dengan begitu maka Elena pasti akan menyadari kesalahannya sampai mengemis dikaki mu," perintah Jovanka. Ernest membalasnya dengan anggukan.
*****
Aaron dan Carlos langsung kembali ke kamar Elena karena khawatir padanya, Aaron tidak sempat mengumumkan pertunangannya dengan Qinthia sebab mereka semua khawatir pada Elena. Keluarga Qinthia juga bersedia menunda pengumuman itu karena mereka merasa sayang pada Elena.
Sesampainya di kamar Elena, Aaron langsung masuk. Namun keadaan di dalam kamar Elena membuat Aaron tidak bisa berkata-kata, Carlos yang baru saja sampai sama terkejutnya dengan Aaron.
"Ah! kalian sudah pulang rupanya. Selamat datang," ucap Elena pada kedua kakaknya, setelah itu ia kembali fokus bermain kartu dengan Mimi serta beberapa pelayan lain.
Aaron mengusap kasar wajahnya lalu bertanya pada Elena,"Apa ini?"
"Apanya yang apa ini? kau tidak lihat kami sedang bermain?" Elena balik bertanya dengan nada ketus.
"Bermain? yang benar saja kau ini. Apa kau tidak terguncang lagi? di aula tadi kau sangat terpukul melihat Ernest bersama Sonia. Lalu saat kembali ke sini kau malah terlihat bahagia."
"Tentu saja dia bahagia," sela Qinthia yang baru saja datang. Ia langsung masuk ke kamar Elena dan duduk bersama yang lain.
"Adik ipar, apa maksud mu? kau tadi lihat kan sendiri bagaimana perdebatan mereka. Kenapa Elena harus bahagia setelah itu semua? apa dia sudah berbaikan dengan Ernest lagi?" kali ini Carlos yang bertanya.
Qinthia dan Elena saling menatap satu sama lain kemudian tertawa terbahak-bahak, mereka berdua membuat Carlos serta Aaron benar-benar kesal sekaligus bingung.
*****
Bersambung.
Silakan tinggalkan jejak and dukung selalu author, karena dukungan kalian sangatlah berarti😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
Livyana 171
Seneng bnget Elena dan Qinthia bs menjd sahabat plus calon kk ipar😌
2023-04-30
2
Frando Kanan
heh 😏....hrs jdikn pria yg egois? nth knp gw merasa familiar....😏😈
2023-03-06
1
Frando Kanan
memungut anak panti asuhan? knp gw jd mendadak curiga ya???
2023-03-06
1