Qinthia tersenyum pada Elena, ia berusaha membuat dirinya terlihat baik di depan Elena.
Setelah menatapnya cukup lama Qinthia menarik tangan Elena lalu meletakan botol kecil di tangannya, seraya berkata, "Aku berikan ini untukmu. Punyaku sangat banyak dan tidak aku butuhkan, jadi aku berikan satu untukmu. Ini Pil Sian, pil yang akan membantu memperkuat tenaga dalam mu selama bermeditasi."
"Wah! penghinaan secara tidak langsung yah, jika saja aku tidak mengena lmu maka aku akan berpikir kau itu seorang dewi," batin Elena.
"Terima kasih banyak untuk niat baik mu kak, aku sangat beruntung bertemu dengan mu," balas Elena memasang senyuman palsu.
Setelah itu Qinthia pergi dari kamar Elena. Sedetik kemudian teman sekamar Elena langsung menghampirinya untuk memuji kebaikan Qinthia yang mereka jadikan sebagai panutan.
*****
Keesokan harinya Jovanka sudah berpakaian serapi mungkin untuk pergi ke Akademik Bulan Sabit. Dia ingin meminta penjelasan langsung dari Elena tentang alasan kenapa dia pergi ke akademik tanpa pamit padanya, ia tidak suka karena Elena tidak patuh padanya. Sebagai calon duchess, Jovanka ingin Elena mengambil kelas pewaris bukan pergi menjadi petarung.
Sementara itu di sisi lain Elena memulai kelas pertamanya bersama Adrian. Pada umu.nya kelas pemanggil paling banyak menghafal mantra untuk memanggil monster, binatang roh, dan sejenisnya.
Adrian menjelaskan banyak mantra pemanggil dari berbagai level. Saat ini Elena baru saja mencapai Level dasar tingkat 1, jadi ia belum bisa memanggil satu pun monster atau sejenisnya untuk membuat kontrak. Adrian hanya menjelaskan meditasi untuk memperkuat tenaga dalam Elena sampai saat di mana Elena bisa memanggil.
"Selesai." Elena merentangkan tangannya setelah selesai bermeditasi selama 3 jam.
"Pak Adrian di mana?" batin Elena saat ia tidak melihat siapa pun di sampingnya.
"Hei kau!" panggil Qinthia pada Elena.
Melihat Qinthia yang bisa masuk ke area kelas pemanggil membuat Elena bingung. Lebih membingungkan lagi bagi Elena adalah kemarahan yang tersirat dari tatapannya.
"Apa maksudnya ini?" tanya Qinthia yang melempar botol pil ke kaki Elena.
"Apa maksud kakak bertanya pada ku seperti itu? dan ada apa dengan botol ini?" Elena balik bertanya seolah dia tidak tau apa pun.
"Semua botol ku punya simbol keluarga ku di bagian bawah, dan aku menemukan botol itu ada di tempat sampah. Terlebih lagi itu masih ada isinya. Siapa saja mungkin bisa membuangnya. Tapi jika itu ada di tempat sampah depan kamar asrama mu, berarti itu kau yang buang kan? kemarin, selain kau tidak ada yang aku berikan pil di kamar itu. Jadi jelaskan padaku apa maksud dari perbuatan mu ini."
"Jika aku tau kakak punya kebiasaan menbongkar tempat sampah, maka aku tidak akan membuangnya di sana. Tapi apa hubungannya dengan kakak walau pun aku membuang botol pil itu? pil itu telah menjadi milikku, jadi aku bisa melakukan apa saja dengan itu. Hal ini seharusnya bukan urusan kakak kan."
"Rupanya kau juga adalah wanita bermuka dua yah. Aku tidak mengira dibalik wajah mu yang polos itu, kau adalah wanita sombong. Pil itu mungkin akan habis dan siapa saja yang menerima pil itu langsung dari ku, mereka tidak akan membuang botolnya untuk menghargai kebaikan ku. Lalu kau malah membuangnya saat isinya masih penuh. Sombong sekali kau."
"Kebaikan mu? jangan membuat ku tertawa. Kau tidak tau atau berpura-pura tidak tau jika kau menghina ku secara tidak langsung dibalik kata kebaikan mu itu. Kau wanita berhati iblis yang menggunakan topeng seorang dewi. Aku sangat kasihan pada orang-orang tertipu dengan topeng itu," ejek Elena membuat rasa kesal Qinthia tidak terbendung lagi.
"Cambuk api." Qinthia mengeluarkan senjata kekuatannya. Elena tersenyum melihat itu.
"Rasakan ini dasar wanita tidak tau diri," teriak Qinthia mengayunkan cambuk yang menyala-nyala ke arah Elena.
Bukannya melukai Elena justru cambuk itu di tangkapnya dengan sangat muda, "Eh! apa ini? lemah sekali."
Qinthia terkejut saat melihat kekuatan Elena, "Aku berada di Level dasar tingkat 7. 6 tingkat di atasmu. Bagaimana bisa kau bisa menahan kekuatan ku?"
"Tingkat 7? kekuatan tingkat 7 itu seharusnya begini," ucap Elena mengangkat tangannya.
"Angin datanglah dan patuhi perintahku," ucap Elena membuat angin berhembus semakin kencang di sekitar mereka.
"Sampai jumpa lagi. Hempasan angin." Elena mengarahkan tangannya ke arah Qinthia seiringan dengan itu tubuh Qinthia terhempas oleh angin kencang ke bawah area kelas.
"Woah, manusia terbang. Indah sekali," ucap Elena tersenyum bahagia. Lalu ia melempar cambuk Qinthia mengikuti pemiliknya.
"Waktunya istirahat." Elena berbalik meninggalkan area kelas menuju ke kantin akademik.
*****
"Qinthia," panggil Louis saat masuk ke ruang kesehatan. Tadi ia langsung berlari ke sana, saat mendengar kabar jika Qinthia jatuh dari ketinggian.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Louis menyentuh pundak Qinthia.
"Kakak." Qinthia meneteskan airmata dan langsung memeluk Louis.
"Aku sangat konyol masih bertanya saat keadaan mu seperti ini," ucap Louis menatap perban di kaki dan tangan Qinthia.
"Tuan Louis, apa anda tau jika ini semua terjadi karena ulah murid baru bernama Irene. Dia sangat sombong hanya karena dia seorang ahli pemanggil. Dia tau kalau identitasnya akan sangat di hormati, mengingat seorang pemanggil hanya sedikit saja keberadaannya. Lalu tadi dia menantang kakak. Kakak tidak berani melawannya karena dia adalah murid baru. Tapi lihatlah apa yang dia lakukan pada kakak," ungkap Alice.
"Jangan mengatakan omong kosong. Itu salahku bukan dia," sela Qinthia seraya melepaskan pelukannya dari Louis.
"Irene? dia seorang pemanggil jadi dia bukan Elena yang menyamar. Sulit rasanya untuk percaya jika mereka sangat mirip. Tapi bukan orang yang sama, lagi pula keluarga Elena adalah keluarga yang di cintai oleh angin," batin Louis merasa sedikit kecewa.
"Saat menyebut nama Irene dia langsung melamun, dia mengabaikan sekelilingnya hanya karena sebuah nama. Aku tidak tau sepenting apa nama itu bagi kakak," batin Qinthia memukul pelan ranjangnya.
"Aku mau kembali ke asrama. Ayo!" ajak Qinthia pada Alice, Alice mengangguk lalu membantu Qinthia turun dari ranjang.
"Akh!" Qinthia meringis kesakitan saat mengerakan kakinya, membuat kembali Louis tersadar dari lamuannya.
"Apa yang kau lakukan?" teriak Louis menarik Qinthia dengan lembut ke atas ranjang.
"Kakak melamun tadi. Aku pikir kakak punya banyak urusan dan masih saja memaksa datang ke mari. Jika aku kembali ke asrama sekarang maka kakak bisa kembali lalu menyelesaikan urusan kakak," jawab Qinthia berbohong.
"Tidak ada yang lebih penting darimu bagiku. Aku akan merawatmu jadi jangan berpikir untuk pergi ke mana pun tanpa aku, kau sangat berarti untuk ku Qinthia," tutur Louis membuat Qinthia tersenyum senang.
"Apa kau dengar?" tanya Louis, Qinthia mengangguk pelan sebagai jawaban.
"Ternyata aku salah paham pada kakak. Aku tidak tau apa hubungannya dengan Irene. Tapi kakak tetaplah milik ku, tidak ada yang peduli pada ku seperti ini selain kakak," batin Qinthia.
"Qinthia Arsena." Panggil Adrian yang menatapnya dengan tatapan tajam.
"Masuklah Irene!" teriak Adrian lalu tidak lama masuklah Elena yang terluka di sekujur tubuhnya, luka itu adalah luka cambuk.
"Bisakah kau jelaskan apa yang terjadi padaku?" tanya Adrian pada Qinthia, membuat wajah dewi akademik itu berubah menjadi pucat pasi.
*****
Bersambung.
Silakan tinggalkan jejak and dukung selalu author, karena dukungan kalian sangatlah berarti😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
kutu kupret🐭🖤🐭
emang salah babi menentang vermillion 🤣🖕🖕
2023-05-07
0
Livyana 171
Wahhh ky nya bkln muter nih cerita nya ,klo elena penasaran dgn siapa yg memolongnya dimasa lalu dan pangeran mahkota jg sdh salh paham tuh kynya soal identitas nya elena🤭
2023-04-30
2
Frando Kanan
apaan sih?! krg kerjaan lo jovanka?
2023-03-06
0