"Ada apa ini?" tanya seorang wanita cantik yang datang menghampiri Sonia dan Ernest bersama para pelayannya.
"Ibu? apa yang membawa ibu kemari?" tanya Ernest tersenyum ramah pada wanita itu yang tidak lain adalah sang ibu bernama Jovanka.
"Ibu datang karena ada sesuatu yang harus ibu katakan pada mu. Tapi sepertinya kau terlihat sedang sibuk saat ini, padahal ibu ingin membicarakan tentang Elena mu. Apa kau bisa meluangkan waktu mu nanti?" tanya Jovanka pada Ernest dan sesekali menatap Sonia dengan tatapan merendahkan.
"Kenapa harus nanti? kita bicarakan saja sekarang. Ayo ke ruang baca ku," ajak Ernest pada Jovanka.
"Tunggu Ernest." Sonia mencekal tangan Ernest yang hendak beranjak pergi, "Kita sedang membicarakan Elena juga kan, jadi kita selesaikan dulu pembicaraan kita."
"Ah! dia terlihat sangat khawatir sekarang, ini semakin menarik," batin Jovanka tersenyum di balik kipasnya.
Ernest melepaskan tangannya dari cekalan Sonia dan berkata, "Kita bicarakan itu nanti."
Setelah itu Ernest melangkah pergi lebih dulu menuju ruang bacanya, sementara Sonia ditinggalkan begitu saja dengan perasaan kecewa dan sedih.
"Sahabat pada umumnya mendukung hubungan sahabatnya. Tapi bukannya mendukung kau malah menikung, aku tidak habis pikir kenapa wanita bangsawan kelas atas seperti Elena mau berteman dengan orang rendahan seperti mu. Tidak hanya rendah dalam status sosial kau juga rendah dalam bersikap," hina Jovanka yang mendapatkan tatapan nyalang dari Sonia.
"Bibi jangan menghina ku seperti itu karena anda tidak akan tau siapa yang akan menjadi pendamping Ernest. Mungkin hari ini dia mencintai Elena. Tapi anda tidak akan tahu isi hati manusia yang bisa berubah setiap saat, dan mungkin saja perubahan hati itu akan terjadi pada Ernest. Lagi pula siapa yang peduli tentang sebuah hubungan saat ini, jangan kan menikung banyak wanita di luar sana merampas pria orang lain demi mendapatkan posisi yang terbaik," balas Sonia membuat Jovanka semakin ingin menghinanya.
"Kalau begitu coba gapai posisi itu jika kau bisa bahkan jika harus merangkak maka merangkaklah. Jangan lupa belajar menjilat sepatu Elena mulai dari sekarang agar jalan mu semakin mudah, jangan kecewakan aku. Satu hal lagi, aku tidak akan membiarkan kau meracuni pikiran Ernest tentang kepergian Elena ke akademik," ucap Jovanka seraya menutup kipasnya kemudian pergi menyusul Ernest.
"Sial!" Sonia menjatuhkan vas bunga di dekatnya untuk melampiaskan amarah.
"Aku tau jika wanita tua itu akan meluruskan isi hati Ernest tentang kepergian Elena. Rencanaku jadi kacau karena dia, tapi kau jangan senang dulu karena aku tidak akan diam saja. Ernest adalah milik ku," batin Sonia menghentakan kakinya dan pergi dari kediaman Ransom.
*****
Setelah melakukan perjalanan panjang akhirnya Louis tiba di akademik bulan sabit, di depan gerbang akademik Qinthia yakni adik sepupunya datang untuk menyambut Louis secara langsung.
"Lama tidak bertemu Kak Louis, aku senang bisa melihatmu di akademik ini. Mohon kerja sama mu untuk 5 tahun ke depan," ucap Qinthia tersenyum manis pada Louis.
Louis terpaksa harus membalas senyuman itu walau pun ia tidak bisa tersenyum, saat ini ada begitu banyak beban di hatinya yang tidak bisa ia lepas.
"Ayo kita jalan ke ruang pendaftaran sambil bercerita. Aku ingin tau apa alasan yang membuat kakak berubah pikiran dan melakukan pelatihan saat ini, coba katakan pada ku," lanjut Qinthia berjalan pelan di samping Louis.
"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya merasa memulai sesuatu lebih cepat itu malah lebih baik, lagi pula aku sudah menyelesaikan semua kelas pewaris. Itu saja," jawab Louis berbohong.
"Jadi nanti kakak akan menggunakan nama keluarga ku untuk mendaftar? aku tidak bermaksud apa-apa hanya saja sekolah ini tidak menerima gelar bangsawan kan, jadi dari pada menggunakan nama keluarga kerajaan yang mencolok akan lebih baik jika kakak pakai nama keluarga kami. Aku hanya menawarkan saja."
"Terima kasih karena sudah memikirkan aku. Tapi aku datang dengan persiapan, aku punya nama keluarga yang cocok untuk ku," tolak Louis secara halus, mendengar penolakan itu membuat Qinthia kecewa padahal ia berharap nama mereka bisa menyatu.
"Dan Qin …." Louis terdiam saat tatapannya tertuju pada seorang gadis yang membawa tas melewati dia dan Qinthia.
"Apa itu benar-benar Ana?" gumam Louis. Namun terdengar jelas oleh Qinthia, karena penasaran Qinthia pun berbalik menatap siapa orang yang mencuri perhatian Louis darinya.
Sayangnya wanita itu telah berjalan jauh di depan, sehingga Qinthia tidak bisa melihat wajahnya. Walau pun tidak bisa melihat wajah wanita itu Qinthia tetap membencinya karena Louis menatap wanita itu dengan tatapan berbinar, ia tidak suka ada orang mencuri perhatian Louis darinya.
"Kakak." Qinthia memegang tangan Louis membuatnya tersadar kembali lalu mengalihkan tatapannya dari wanita yang telah menghilang dari pandangannya.
"Maafkan aku. Tadi aku melihat orang yang ku kenal, mungkin aku salah lihat karena orang yang aku kenal itu tidak mungkin ada di sini. Ayo!" Louis melepaskan tangan Qinthia darinya.
Qinthia menatap tangannya untuk waktu yang lama, ini bukan pertama kali Louis melepaskan tangannya lebih dulu. Kali ini Qinthia hanya perlu bersabar karena tidak lama lagi, Louis akan menjadi tunangannya.
Sementara itu di sisi lain Elena akhirnya sampai di depan pintu ruang pendaftaran, Elena menghela nafas pelan kemudian melangkah masuk menuju meja pendaftaran.
"Selamat siang, aku ingin mendaftar sebagai murid tahun pertama," ucap Elena berusaha menahan rasa gugup.
Wanita tua di meja itu menatapnya selama beberapa saat lalu ia mengeluarkan buku dan pena dari dalam laci meja seraya bertanya, "Siapa nama mu?"
Akademik Bulan sabit di kenal dengan sebagai satu-satunya akademik terbaik di Kekaisaran Oswlad, itu karena akademik ini lebih mengutamakan persaingan dengan potensi diri sendiri tanpa mendapatkan dukungan dari keluarga mereka.
"Namaku Irene Castiello, panggil saja begitu," jawab Elena mengarang namanya sendiri.
"Baiklah, silahkan pergi ke ruangan sebelah kanan. Kau perlu melakukan ujian untuk menentukan apa keahlianmu," ucap wanita itu menunjuk pintu berwarna merah, Elena mengangguk dan pergi ke ruangan itu.
Brak!
Louis membanting pintu ruang pendaftaran karena terlalu tergesa-gesa ingin memastikan apa wanita yang ia lihat tadi benar-benar kenalannya atau tidak. Tapi dia terlambat karena wanita itu sudah menuju ruangan yang lain, itu adalah ruangan khusus wanita yang membuat Louis tidak bisa ke sana.
"Hei nak! di mana sopan santunmu? apa begitu caranya membuka pintu?" teriak wanita tua di meja pendaftaran pada Louis, karena ulah Louis ia hampir saja kena serangan jantung.
"Maafkan aku, aku tidak sengaja tadi," jawab Louis merasa sangat malu.
"Katanya tadi mungkin salah lihat. Tapi dia berjalan kemari secepat kilat seperti orang kesetanan," batin Qinthia.
Wanita tua itu menghela nafas dan kembali duduk lalu ia bertanya, "Katakan apa yang kau butuhkan lalu pergilah."
"Aku ingin mendaftar sebagai murid tahun pertama. Tapi bisakah aku sendiri yang menulis namaku di buku itu?" tanya Louis membuat wanita itu semakin kesal.
"Apa alasanmu sampai ingin melakukan itu? bukan hanya tidak punya sopan santun, kau juga sangat lancang ternyata. Aku tidak percaya ini," balas wanita itu.
"Nama keluargaku sangat sulit untuk di tulis jadi biarkan aku tulis sendiri, ku mohon."
"Sesulit apa pun bisa aku tulis jika kau eja satu persatu hurufnya, jadi jangan memohon lagi."
"Aku sangat ingin menulisnya sendiri, biar aku tulis sendiri nyonya."
"Ada apa dengan kakak? kenapa dia ingin sekali menulis namanya sendiri?" batin Qinthia penasaran.
*****
Bersambung.
Silakan tinggalkan jejak and dukung selalu author, karena dukungan kalian sangatlah berarti😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
kutu kupret🐭🖤🐭
ouoohhhh🖕
satu pereekk lagi🖕🖕💣
2023-05-07
1
Livyana 171
Menarik nih mereka🤭
2023-04-30
1
Frando Kanan
ternyata pke nma samaran
2023-03-06
1