Penuh Jebakan

Hari yang dinanti pekerja outsourcing Tania & Co tiba. Beberapa perwakilan dari pekerja itu akan mengikuti meeting yang dipimpin oleh Livia. Wanita itu akan bertindak sebagai pihak netral. Dia akan memantau jalannya negosiasi antara Pramana dan wakil dari pekerja lepas itu.

Livia mengangguk pada Atta saat meeting itu akan dimulai. Tanpa semua orang tahu, Vera dan Christo memantau meeting itu dari CCTV yang berada di seberang ruangan. Hingga Vera dan Christo mendapat sudut pengamatan terbaik mereka.

Meeting berjalan alot sejak awal. Baik Pramana maupun wakil pekerja lepas ngotot pada pendapat masing-masing. Pramana bersikeras menggunakan surat penolakan dengan tanda tangan dari Vera, sedang wakil pekerja lepas berpegang teguh pada akta perjanjian mereka saat kedua belah pihak mulai bekerjasama.

Sementara pihak Pramana sudah mengajukan pembatalan perjanjian atas akta tersebut. Tentu saja pihak lawan berkilah. Mereka tidak pernah menerima surat apapun dari Tania & Co. Livia dan Atta saling pandang. Keduanya tahu kalau Pramana menyuap beberapa dewan direksi untuk mendukung keputusannya, menghentikan pengangkatan pekerja lepas menjadi pekerja tetap setelah masa bekerja mencapai lima tahun. Dengan begitu, Pramana akan mendapat pendapatan lebih dari tunjangan yang seharusnya menjadi hak pekerja lepas tersebut.

Semakin lama, meeting semakin panas. Dua kubu itu saling hujat saat kesepakatan tidak kunjung mereka raih. Masing-masing kekeuh dengan keinginan mereka.

Hingga Livia menyela perdebatan mereka. Livia sendiri sudah mengadakan pendekatan dengan syarikat pekerja lepas tersebut. Yang mereka inginkan hanyalah kejelasan nasib mereka. Jika tidak ada pengangkatan menjadi karyawan tetap, tidak masalah, asal semua jelas. Selama setahun terakhir semua jadi kacau sejak Pramana naik menjadi pimpinan dewan direksi.

Wanita itu tidak banyak berkata-kata, hanya sebuah map yang masing-masing diserahkan pada Pramana dan wakil pimpinan karyawan lepas.

"Seperti yang Anda lihat. Itu adalah pernyataan dari Ibu Altania Vera. Beliau menegaskan kalau tidak pernah menyetujui pembatalan akta kontrak itu dengan kalian."

Pramana mendengus geram. Dia tidak menyangka jika Livia berani mengadu dirinya dengan Vera. Dia pikir, Livia tidak akan mengangkat kasus ini sampai ke Sidney.

"Dari mana kau mendapat surat pernyataan ini?"

"Saya?"

Livia mencondongkan tubuhnya. Lantas menopang dagu dengan tangannya. "Itu tidak penting. Yang penting itu asli. Jika tidak percaya......"

Livia menunjukkan stempel Vera yang memang Livia bawa. Vera sengaja memberikan stempelnya, untuk menyiratkan kalau Livia akan menjadi pemimpin di tempat itu. Tania & Co adalah salah satu aset yang sudah dialihkan atas nama si kembar, dengan wali Livia sampai si kembar berumur 20 tahun atau setidaknya lulus S1.

Semua sudah Vera pikirkan masak-masak. Christo akan mendapat 50% saham kantor pusat Sidney. Sedang 50% akan dibagi antara si kembar dan Lendra serta Lira. Ditambah Christo juga akan mendapat beberapa aset di Sidney dan Surabaya. Christo menolak mentah-mentah keinginan Vera. Tapi Vera tak kalah licik mengancam Christo, hingga pria itu hanya bisa protes dalam diam.

Pramana memandang kesal pada Livia. Pria itu jelas menanggap Livia sebuah ancaman untuknya. Pada meeting tersebut kubu Pramana kalah. Akta perjanjian akan terus dilanjutkan. Dan para pekerja lepas yang sudah bekerja lebih dari lima tahun akan diangkat menjadi karyawan tetap mulai hari ini. Dengan perhitungan gaji mulai bulan depan.

Pramana semakin geram kala Atta mengumumkan kalau Livia akan berada di sini sampai masalah pengangkatan karyawan tetap selesai. Yang berarti, wanita itu akan tinggal di Surabaya dalam satu atau dua bulan ke depan.

Wakil dari pekerja lepas sangat berterima kasih pada Livia. Mereka pikir tanpa bantuan Livia, perjuangan mereka akan sia-sia.

"Saya hanya meluruskan peraturannya. Dan ini adalah hak kalian. Terima kasih sudah sudi berjuang bersama kami."

Livia membungkukkan badannya, sebuah ucapan terima kasih yang membuat wakil pekerja lepas itu melongo. Utusan dari Sidney bersedia membungkuk pada mereka. Satu sikap yang tidak pernah mereka dapat dari petinggi perusahaan tempat mereka mengadu nasib selama ini. Sederhana tapi bermakna begitu dalam.

"Hebat, Liv."

Atta mengacungkan dua jempolnya pada Livia. Diikuti Meta, sekretaris Livia. Ketiganya masuk ke ruang kerja Livia. Setumpuk berkas sudah berada di atas meja Livia. Sepertinya pekerjaan yang dia handle tidak sesederhana yang dia bayangkan. Livia baru saja mendudukkan tubuhnya ketika Pramana menerobos masuk. Pria itu terlihat marah.

"Apa yang kau lakukan ha?"

Marah Pramana. Atta sudah pasang badan, tapi Livia mengkode untuk menahan diri.

"Maksud Tuan Pramana?"

"Kau membela mereka bukannya nama baik perusahaan!"

Livia tersenyum mengejek. Pria ini benar-benar berseberangan konsep soal pengelolaan pabrik dengan Livia. "Dengar Tuan Pramana, nama baik pabrik ada karena kerja keras mereka. Kita bukan apa-apa tanpa mereka. Jadi jika Tuan Pramana menganggap tindakan saya salah, bukankah ini sama saja dengan Anda sedang menunjukkan siapa diri Anda yang sebenarnya."

Perkataan Livia yang sarat makna membuat Pramana terkejut. Apa wanita ini tahu apa yang sudah dia lakukan? Wah, gawat kalau Livia tahu apa yang sedang dia lakukan. Menyabotase kepemimpinan Tania & Co.

Livia tersenyum melihat raut terkejut Pramana. Sepertinya apa yang Christo duga tidak sepenuhnya salah. Rumor kekosongan pemimpin setelah Vera lengser mulai menyebar. Hal ini membuat beberapa orang mulai menunjukkan sifat aslinya. Tamak dan haus akan kekuasaan. Termasuk Pramana yang sudah mengambil start untuk menguasai Tania & Co.

"Kau...lihat saja. Ini belum berakhir! Kau akan membayar karena sudah membuatku malu hari ini!"

Pramana keluar dari ruangan Livia dengan wajah geram menahan amarah. Pria itu jelas tidak akan tinggal diam. Dia sudah terlalu jauh melangkah. Jadi dia tidak mungkin kembali lagi.

Selepas kepergian Pramana, Livia langsung menghubungi Vera. Melaporkan hasil meeting yang sebenarnya tidak perlu. Karena Vera dan Christo sudah melihatnya.

"Baik, mari kita mulai bekerja."

Livia berkata sembari meraih berkas di atas meja, yang sudah Meta sediakan.

*

*

"Apa kau tidak merasa aneh?"

"Soal apa?"

"Lima tahun lalu, kau bilang kalau Livia akan menikah dengan Pasha. Tapi sampai sekarang tidak ada satupun berita mengenai pernikahan mereka. Kalaupun benar mereka menikah di Thailand, setidaknya foto colongan paparazi pasti ada kan."

Lendra mengusap dagunya mendengar perkataan Bian. Pasha tidak pernah terlihat jalan berdua dengan Livia. Tiap kali Lendra bertanya di mana Livia. Pria itu menjawab kalau Livia tinggal di Thailand. Pasha memang punya properti di Negeri Gajah Putih itu. Mengingat dia memiliki darah negara itu dari ibunya.

"Ini mencurigakan, Ndra."

"Lalu apa aku harus mengejarnya sampai Thailand?"

"Kau ini sebenarnya bagaimana sih? Kau tiap malam kelonan sama NatNat, tapi kalau siang isi kepalamu hanya Livia."

Lendra menendang kaki Bian yang berada di bawah meja. "Asal aja kalau ngomong."

"Tapi bener kan? Sebenarnya bagaimana perasaanmu ke Livia? Kau ini cinta atau sekedar merasa bersalah atau kepo dengan kabar Livia?"

Skakmat. Lendra terdiam seketika. Dia tidak bisa menjawab pertanyaan penuh jebakan dari Bian.

****

Up lagi readers,

Jangan lupa ritual jempolnya.

****

Terpopuler

Comments

Mafufu Rawr

Mafufu Rawr

"kelonan" kata yang menarik

2023-03-25

1

Mafufu Rawr

Mafufu Rawr

villain yg tipikal

2023-03-25

1

Mafufu Rawr

Mafufu Rawr

kekeh atah kekeuh yang benar sih?

2023-03-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!