Niat Irish

Lendra mendengus kesal saat masuk ke dalam kamar luasnya. Di belakangnya mengekor Natalie, yang sejak tadi mengomel tidak berhenti. Hari ini, dua hari setelah kepulangan mereka dari Sidney. Berada di sana tiga hari membuat Natalie kesal.

"Kau bisa lihat sendiri kan? Kalau nenekmu itu tidak menyukaiku."

"Kalau begitu berusahalah untuk mengambil hatinya."

"Aku sudah berusaha...."

"Mana buktinya?"

Suara Lendra meninggi karena dia pun sudah muak dengan ketidakcocokan antara Vera dan Natalie. Di satu sisi, Vera adalah nenek dari pihak ayahnya. Lendra jelas tidak bisa melawan Vera. Bahkan sekedar membujuk Vera untuk menyukai Natalie pun Lendra tidak berani. Vera sendiri adalah wanita yang selalu memegang prinsip. Sekali tidak menyukai orang, dia akan sulit mengubah pandangannya itu. Pun soal Natalie. Vera sudah menjelaskan apa alasan dirinya tidak menyukai Natalie. Hanya satu kalimat yang diucapkan oleh Vera saat Lendra bertanya.

"Dia bukan wanita baik-baik."

Lendra pun menggaruk kepalanya. Bukan wanita baik-baik? Selama ini orang yang dikirim untuk mematai-matai Natalie selalu melaporkan hal baik soal wanita itu. Tidak ada hal mencurigakan menyangkut kelakuan Natalie. Lalu dari mana sang nenek bisa berkata kalau Natalie bukan perempuan baik-baik.

Hari itu Lendra dan Natalie kembali berdebat. Hal yang selalu terjadi jika mereka membicarakan Vera. Perdebatan itu berubah menjadi panas, ketika emosi Lendra ikut naik. Dia cukup kesal karena penyelidikannya di Sidney menemui jalan buntu.

Pria itu tidak menemukan jejak Livia di kota itu. Selama tiga hari berada di sana. Lendra secara sembunyi-sembunyi mencari Livia. Teman Bian yang pakar IT mengatakan kalau transfer itu berasal dari kota itu. Lebih tepatnya salah satu ATM di The City. Dan selama di sana, Lendra sudah memantau satu ATM yang teman Bian tunjuk. Tapi sayang, Lendra tidak menemukan Livia.

Pria itu menghela nafasnya berat. Lendra sendiri heran. Sudah lima tahun berlalu, tapi bayangan Livia belum juga sirna dari benaknya. Justru wajah dan senyum wanita itu semakin menjadi merasuk ke hati dan pikirannya. Dia menikah dengan Natalie, bercinta dengan wanita itu. Tapi pikirannya tidak bisa lepas dari Livia.

Gila! Itu yang Lendra pikir. Bagaimana bisa dia stuck dengan satu wanita. Tanpa bisa berpaling, padahal dia sudah bersama wanita lain. Cintakah dia pada Livia? Pertanyaan itu terdengar menggelikan di telinga Lendra. Dia adalah buaya darat paling mematikan di masanya. Tapi itu sebelum dia bertemu Livia. Sejak dia bertemu Livia hari itu, pria itu mulai berubah. Livia perlahan bisa mengubah kebiasaan gonta ganti pasangan yang Lendra jalani.

Terlebih setelah keduanya melakoni satu malam panas yang malah menjadi akhir dari hubungan keduanya. Sejak saat itu, Lendra benar-benar berubah. Kepergian Livia membuat hati Lendra merasa bersalah. Dia tahu sudah menyakiti wanita itu. Pria itu mengakhiri julukan buaya darat yang Bian berikan untuknya.

Lendra ingin bertemu Livia. Dia ingin meminta maaf. Dia ingin memperbaiki diri. Dan kalau memang Livia hamil karena kecebongnya malam itu, dia akan bertanggungjawab. Tapi sejak hari mereka bertemu di kafe tempat Livia bekerja, sampai detik ini, Lendra tidak menemukan keberadaan Livia. Pria itu ingin bertemu Livia meski hanya sekali.

*

*

"Lalu bagaimana?"

Christo bertanya dengan raut wajah panik. Pabrik di Rungkut mengalami masalah. Dan pimpinan di sana meminta satu wakil dari Sidney untuk bernegosiasi dengan para pekerja. Para pekerja menuntut kejelasan nasib pegawai belum kontrak atau outsourching. Vera jelas tidak bisa pergi sebab dia baru saja menjalani opname dua hari karena tensinya yang tiba-tiba melonjak naik.

"Gara-gara si Natnat, tensiku langsung meroket naik."

Maki Vera setengah berbisik pada Christo. Di depan mereka Livia berjalan sembari membawa paper bag. Sementara Irish berjalan dalam gandengan Retno.

"Bagaimana jika aku yang pergi."

Suara Livia membuat Vera dan Christo menoleh pada Livia. Mereka sudah berada di rumah Livia.

"Tapi, kita tidak tahu kapan urusannya clear. Kalau lama, nanti tu barbie mewek lagi gak lihat maknya."

Christo berucap sembari menunjuk Irish dengan dagunya. Sementara yang disebut barbie hanya menjulurkan lidahnya. Tidak tahu kenapa Irish dan Christo akhir-akhir ini jadi sering ledek.

"Irish kan minggu depan mulai libur akhir tahun, Nek. Nenek pasti sudah pulih kan kondisinya. Jadi bisa nyusul kalau urusannya belum selesai. Sekalian liburan."

Christo dan Vera saling pandang. Mereka tahu Livia rindu ibunya. Selama ini wanita itu hanya mengirim uang. Menelepon sekali sekala. Tapi beberapa bulan ini, Livia belum menghubungi sang ibu lagi.

"Nanti Nenek bicarakan dengan Christo dulu. Paling lama besok, Nenek akan putuskan kamu, atau Christo atau yang lain, yang akan pergi ke sana.

Livia mengangguk paham. Wanita itu paham, jika masalah ini tidak segera diselesaikan bisa berdampak pada produktivitas pabrik mereka. Dan itu akan merusak image dan nama baik pabrik yang puluhan tahun dibangun susah payah oleh sang Nenek. Sekaligus Livia ingin membalas budi pada Vera, dengan sedikit meringankan permasalahan wanita itu. Dia tahu bantuannya tidak sebanding dengan apa yang sudah wanita itu lakukan untuknya dan si kembar.

Meski keputusan Vera belum final. Tapi malam itu, Livia mulai bicara pada sang putri. Dia menceritakan kalau tempat bekerja Nenek sedang ada kesulitan. Jadi dia ingin membantu. Livia meminta Irish untuk tinggal dengan Nenek dan Retno selama dia pergi ke sana.

Gadis kecil itu mengangguk begitu Livia berkata ingin membantu tempat bekerja Nenek Vera. Dia tahu benar kalau Nenek Vera sangat sayang pada dia, sang kakak dan ibunya. Jadi Irish tidak masalah berpisah selama beberapa hari ke depan.

"Memang tempatnya di mana, Bu?"

Livia menghela nafasnya. Kembali ke kota itu sebenarnya hanya mengorek luka di hati wanita itu. Livia sudah lama berusaha melupakan kejadian itu. Tapi bagaimana Livia bisa melupakan peristiwa itu, jika bekasnya selalu membayangi setiap langkahnya. Irish dan Isac adalah kenangan tak terhapus dari kejadian itu. Terlebih si kembar mewarisi wajah dan kepintaran Lendra.

"Irish tahu kota Surabaya, di Jawa Timur. Indonesia. Ibu akan ke kota itu. Nanti kalau minggu depan Ibu belum pulang, Nenek akan membawa Irish ke sana. Sekalian liburan bagaimana?"

Bukan soal liburan yang membuat Irish diam seribu bahasa. Gadis itu seolah tengah mengingat sesuatu. Hingga mata Irish berkaca-kaca. Livia tengah berada di kamar mandi, membersihkan wajahnya, setelah tadi membantu Irish gosok gigi dan cuci kaki.

"Kakak, Irish akan ke Surabaya. Irish akan menemukan Ayah."

Bisik gadis kecil itu sembari menggenggam gelang Isac yang kini dia pakai bersama gelang miliknya. Irish buru-buru menyeka air mata yang menggenang di pelupuk mata bulat besar miliknya. Saat Livia masuk kembali ke kamar mereka.

***

Up lagi readers

Jangan lupa ritual jempolnya.

****

Terpopuler

Comments

Hana Fitria

Hana Fitria

Irish 😭

2023-06-23

1

sarah shen

sarah shen

sedih...
andaikan kk masih hidup 🥺

2023-05-12

1

Mafufu Rawr

Mafufu Rawr

Lendra

2023-03-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!