Braaakkkk
Terdengar suara pintu yang ditutup kasar. Livia seketika menyandarkan tubuhnya di dinding kontrakannya. Permintaan maaf dari Lendra justru membuat hatinya kian lara. Dia tidak suka saat Lendra menjelaskan apa yang terjadi.
Pria itu dengan jelas hanya memanfaatkan dirinya demi taruhan yang terdengar konyol di telinga Livia. Lendra seolah membenarkan tindakannya tanpa memikirkan perasaannya. Benci, dia semakin benci pada pria itu.
Beberapa saat berlalu, dan Livia mulai bisa menenangkan diri. Duduk sembari memeluk lututnya. Wanita itu berpikir, apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Lendra tahu dirinya bekerja di kafe itu. Bukan tidak mungkin pria itu akan datang lagi. Apa dia harus kembali melarikan diri. Dahi Livia berkerut.
Hingga akhirnya dia bertekad akan menghadapi Lendra jika pria itu datang lagi. Dia tidak bisa selamanya menghindari Lendra. Satu hal yang dia pelajari dan pahami. Masalah datang untuk dihadapi, bukan dihindari. Dan Livia akan bersiap untuk hal itu. Dia tidak akan kalah dengan masalah ini.
Sementara Lendra, pria itu justru tenggelam dalam lamunan. Rasa bersalahnya kian besar, saat melihat kebencian Livia padanya. Pada akhirnya dia mengaku salah, telah melibatkan Livia.
"Apa itu benar?"
Suara Bian membuyarkan lamunan Lendra. Pria itu lantas menegakkan tubuhnya. Seolah menegaskan pertanyaan Lendra. Bian menarik nafasnya lega, setelah tahu kalau Livia baik-baik saja. Setelahnya menjadi waktu curhat Lendra pada Bian.
"Kau mengaku salah?"
Lendra mengangguk.
"Seharusnya kau tidak melakukan itu pada Livia. Dia gadis baik dan kau seenaknya mempermainkannya. Kau memang brengsek, Ndra."
"Tapi aku ingin memperbaikinya."
"Caranya?"
Lendra terdiam mendengar pertanyaan Bian. Bagaimana dia akan memperbaiki kesalahannya pada Livia. Jika wanita itu terlanjur benci padanya. Pada akhirnya baik Lendra maupun Bian hanya bisa menarik nafasnya bersamaan. Tidak tahu jawaban dari pertanyaan Lendra.
*
*
Seperti dugaan Livia, hari-hari berikutnya menjadi hari menyebalkan untuknya. Karena Lendra jadi sering datang padanya. Menunggunya saat pulang kerja. Tentu saja hal itu membuat Livia semakin tidak suka pada mantan atasannya. Semakin Livia menghindar, semakin Lendra berusaha menemui wanita itu.
Seperti hari ini, Livia pikir bisa menghindari bertemu Lendra setelah keluar lewat pintu samping. Rupa-rupanya pria itu malah sudah menunggu di depan pintu dengan seikat mawar merah di tangannya. Ide gila yang Bian usulkan.
Livia mendengus geram mengetahui usahanya gagal untuk menghindari Lendra. "Untukmu."
Kata Lendra sambil menyerahkan buket bunga cantik itu. "Maafkan aku." Tambah pria itu. Livia terdiam sesaat. Hingga kemudian dia menerima uluran bunga cantik itu. Senyum Lendra mengembang melihat Livia yang mau menerima bunga pemberiannya. Namun tak lama, senyum itu langsung memudar, saat Livia membuang bunga itu ke tempat sampah terdekat. Lantas berlalu dari hadapan Lendra.
Rasa kecewa kembali mendera hati Lendra. Tanpa Lendra dan Livia tahu, Natalie melihat pemandangan itu dengan rasa cemburu membuncah di dada. Tangannya terkepal dengan rahang mengatup rapat. Jadi yang dirumorkan media itu benar. Sialan! Natalie tidak bisa membiarkan hal ini terjadi. Tidak boleh ada yang merebut Lendra dari sisinya. Lendra adalah miliknya.
*
*
Livia memundurkan langkah begitu melihat siapa yang ada di hadapannya. Seorang waiter memberitahu Livia kalau ada yang ingin bertemu dengannya. Berpikir kalau itu Lendra, Livia akan menemui dan secara tegas meminta Lendra untuk tidak menemuinya. Livia tidak ingin menjadi duri dalam hubungan orang lain. Terlebih Natalie menemuinya beberapa waktu lalu. Memperingatkan Livia untuk tidak menemui calon suaminya.
"Halo Livia, senang bertemu lagi denganmu."
Livia tersenyum miring melihat pria itu. Pasha, satu lagi masalah yang harus Livia hadapi.
"Ada apa Anda ingin bertemu saya?"
Nada dingin yang Livia hadirkan membuat Pasha sedikit ragu. Pada akhirnya Pasha pun menjelaskan soal kejadian waktu pertunangan Lendra. Meski Livia sudah melupakannya. Wanita itu tidak ingin mengingat hal yang hanya membuatnya kesal. Setelah Pasha selesai menjelaskan, Livia beranjak dari hadapan Pasha. Livia pikir sudah cukup banyak mendengar ucapan Pasha. Yang bagi Livia tidak penting sama sekali.
"Tunggu, Liv."
Pasha menahan tangan Livia, saat itulah Lendra masuk ke kafe itu. Dan salah paham pun terjadi.
"Jadi karena dia, kamu tidak mau memaafkanku."
Suara Lendra sontak membuat Livia menoleh. Dilihatnya Lendra yang berdiri di hadapannya. Hanya terhalang sebuah meja.
"Iya, sekarang kamu paham kan. Jadi jangan pernah menemuiku lagi."
"Apa tidak ada kesempatan untukku?"
Tanya Lendra memelas. "Tidak! Karena dia akan menikah denganku sebentar lagi. Dan kau....bukankah pernikahan kalian enam bulan lagi."
Livia seketika menatap Pasha. Tidak percaya jika Pasha akan berkata seperti itu. Tidak tahu apa tujuan Pasha kali ini. Sementara Lendra langsung membulatkan mata. Dia lebih-lebih tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Pasha akan menikahi Livia. Ini pasti bohong.
Lendra baru saja akan berucap ketika Livia lebih dulu berkata. "Jadi Anda sudah dengar, silahkan pergi dan jangan ganggu saya lagi." Seringai penuh kemenangan terukir di bibir Pasha. Livia mau diajak bekerjasama dengannya.
"Sekarang Anda juga silahkan pergi!"
Usir Livia, saat Lendra sudah lebih dulu pergi dari sana. "Kamu mengusirku?"
"Urusan kita selesai. Terimakasih atas bantuannya."
Livia berlalu dari hadapan Pasha. Mengabaikan panggilan bahkan teriakan pria itu. Begitu sampai di ruang kerjanya, Livia menghembuskan nafasnya kasar. Tanpa Livia sadari, semua kejadian hari itu diketahui oleh Diaz. Tentu saja, pria itu langsung melapor pada Christo.
Christo dan Vera saling pandang. Hingga satu perkataan dari Vera membuat Christo mengangguk setuju.
*
*
"Nek, tunggu di sini. Akan aku panggilkan Rafi."
Vera mengangguk panik. Menatap seorang wanita yang terbaring lemah dengan kepala bersimbah darah. Kepala wanita itu berada di pangkuan Vera. Sementara Diaz, menunggu di luar mobil yang di parkir sembarangan di depan UGD. Wajah Diaz tidak kalah cemas.
Tak berapa lama sebuah brankar dan sebuah kursi roda sampai di sana. Christo dengan sigap mengangkat tubuh Livia yang terkulai lemah. Tidak sadarkan diri, dengan darah yang mengalir deras di beberapa bagian tubuhnya. Membaringkannya ke atas brankar pasien, yang langsung didorong masuk ke ruang tindakan di UGD rumah sakit tersebut.
Ya, wanita itu adalah Livia. Christo dan Vera datang ke kafe bermaksud untuk bicara dengan Livia. Tanpa keduanya sangka, mereka malah menemukan tubuh Livia yang terkapar di aspal dekat jalanan kafe.
"Raf, lakukan yang terbaik."
Pria yang dipanggil Rafi itu mengangguk paham. Di belakangnya tampak Vera yang terlihat shock, hingga Diaz terpaksa menggunakan kursi roda untuk membawa Vera.
"Bagaimana Chris?"
"Rafi akan mengurusnya."
Air mata Vera luruh, ini pertama kali baginya ingin bertemu Livia, dan dia tidak menyangka akan menemukan Livia dalam keadaan di luar dugaan.
"Katakan pada Rafi untuk merahasiakan semua ini. Bahkan dari L sekalipun. Kita akan menyelidiki kecelakaan ini."
Christo dan Diaz saling pandang. Hingga dua pria itu mengangguk paham. Ketiganya menatap ke arah ruang UGD yang pintunya tertutup rapat. Berharap tidak ada hal buruk yang terjadi pada Livia dan bayinya.
***
Hai...up lagi readers...
Jangan lupa ritual jempolnya....
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Mafufu Rawr
palingan ulah Nat
2023-03-22
3
Mafufu Rawr
pasti Livia
2023-03-22
1
Mafufu Rawr
goblok sih menurut gw :/
2023-03-22
1