Livia tampak meremas ujung uniformnya. Wajahnya gugup, melihat pria yang berdiri di hadapannya. Livia masih bingung bagaimana menjawab pertanyaan pria itu.
"Kenapa tiba-tiba berhenti?"
Suara Bian membuat Livia kembali ke alam atas sadar. Pria yang memergokinya adalah Bian. Bukan Lendra. Tapi bagi Livia, Lendra dan Bian sama saja. Jika Bian menemukannya, bisa dipastikan kalau Lendra juga akan mengetahui soal dirinya.
"Saya ada masalah pribadi."
Bian menarik nafasnya dalam. Sebenarnya Bian dan Lendra berbeda. Lendra tipe dingin, cuek, tidak banyak pertimbangan. Berbeda dengan Bian. Pria itu jelas lebih dewasa soal pemikiran dibanding Lendra. Karena itulah ayah Lendra menempatkan Bian untuk menjadi asisten sang putra, juga untuk mengawasi semua tindak tanduk Lendra.
"Denganku atau dengannya?"
Livia seketika mengangkat wajahnya. Tanpa menjawab. Memandang Bian yang berdiri di depannya. Sedikit jarak tercipta di antara keduanya.
"Apa hubungan kalian baik-baik saja?"
Livia hanya melengos mendengar pertanyaan Bian.
"Saya putus dengannya. Saya tidak mau merusak hubungan orang."
Livia menjawab lirih. Ada nada kecewa dalam jawaban Livia. Bian menarik nafasnya. Jika alasan Livia seperti itu, Bian tidak akan menahan Livia lagi. Siapa juga yang mau punya pacar brengsek seperti Lendra. Pada akhirnya Bian meninggalkan Livia, setelah wanita itu meminta Bian agar tidak memberitahu Lendra soal keberadaannya. Dan pria itu berjanji.
Sepeninggal Bian, Livia menghembuskan nafasnya kasar. Untung saja Bian bukan jenis kepo yang harus dijawab panjang kali lebar kali tinggi pertanyaannya. Pria itu jelas tahu arti privasi. Hingga diapun tidak ingin mengorek luka Livia lebih dalam lagi.
Sementara di ruangan Pasha, Lendra nampak berbincang serius dengan Pasha. Sebab Lana, sang mama memutuskan akan menggunakan hotel Pasha sebagai tempat pertunangan dirinya dan Natalie.
"Dia benar-benar mendesak mamaku."
Ada gurat terpaksa dalam suara Lendra. Dia belum ingin terikat dalam hubungan apapun. Terlebih menyangkut wanita. Pasha menarik ujung bibirnya. Dia menangkap sesuatu dari jawaban Lendra.
"Kata Bian, sekretarismu tiba-tiba berhenti."
Pancing Bian. Tidak ada Natalie saat itu. Jadi dia dan Lendra bebas bicara. Mendengar pertanyaan Pasha, Lendra seketika menghembuskan nafasnya kasar. Wajah pria itu berubah sendu. Entah kenapa sejak Livia pergi, ada sesuatu yang hilang dari hidupnya. Apa tiga bulan ini, Livia sukses memasuki hatinya. Sesaat Lendra terlihat menggelengkan kepalanya. Tidak percaya dengan hatinya sendiri. Dia mencintai Natalie, sekali lagi Lendra meyakinkan diri.
"Ya... dia berhenti."
"Kenapa? Apa karena masalah hari itu?"
Lendra mengedikkan bahu, tanda tidak tahu.
"Apa kau tidak merasa bersalah, misalnya....dia sakit hati padamu?"
Lendra menatap serius pada Pasha. Pria itu jadi curiga, apa Pasha tahu sesuatu soal Livia.
"Kenapa kamu bertanya seperti itu? Apa kamu tahu sesuatu soal Livia? Di mana dia?"
Pasha tersenyum, kini dia tahu kalau Livia punya tempat istimewa di hati Lendra. Ini akan semakin menarik. Apa yang akan terjadi jika dia membawa Livia sebagai pasangannya di pesta pertunangan Lendra.
"Tidak tahu. Aku tidak tahu di mana."
Jawaban Pasha terdengar menggantung. Ambigu di telinga Lendra. Pria itu mengerutkan dahinya. Merasa curiga dengan gelagat Pasha. Lendra dan Pasha baru dekat beberapa bulan ini, setelah dikenalkan Natalie. Jaringan hotel milik Pasha tengah berkembang, dan dia perlu jasa kontraktor dan arsitek untuk pembangunan hotelnya.
Lendra sendiri belum terlalu kenal soal karakter Pasha. Tapi ada selentingan kalau Pasha, pria licik. Kurang tahu licik dalam hal bagaimana. Lendra selama ini hanya menjaga jarak dengan Pasha. Hanya saja soal Livia kemarin, Lendra akui sedikit ceroboh. Dia seharusnya tidak melibatkan Livia dalam taruhan konyol itu. Ada sekelumit rasa bersalah di hati Lendra. Terlebih dia dan Livia sudah melampaui batas.
Padahal Lendra berpikir kalau dia tidak akan tergoda dengan tubuh Livia. Ternyata dia tidak bisa menahan diri, saat tubuh seksi Livia tersaji di depan matanya. Hasrat pria itu langsung tersulut kala dia terus saja mencium bibir Livia.
Haishhhh, Lendra menggelengkan kepala, menghilangkan bayangan percintaannya dengan Livia. Livia bukanlah wanita pertama yang ditiduri Lendra. Beberapa kali dia pernah tidur dengan Natalie. Tapi dia bukan pria pertama yang meniduri Natalie.
Percakapan Pasha dan Lendra terputus ketika Natalie masuk bersama Bian. Asisten Lendra itu menyerahkan daftar orang-orang yang akan terlibat dalam pesta pertunangan Lendra dan Natalie. Pasha menerima berkas dari tangan Bian. Ekor matanya sempat melirik ke arah Natalie yang langsung memeluk Lendra. Wanita itu jelas bahagia dengan pertunangannya. Berbeda dengan Lendra.
Bian sendiri tampak mengamati perilaku Pasha. Sepertinya bukan hal bagus membiarkan Livia bekerja di tempat Pasha.
*
*
Langkah gontai mengiringi ayunan kaki Lendra, begitu pria itu memasuki rumahnya. Green Hills mereka menyebutnya. Rumah yang konon katanya adalah design mama Lendra dan dibangun oleh sang papa sebagai hadiah pernikahan mereka. Rumah tiga lantai yang dibangun di atas bukit.
"Nah ni raja biang keroknya pulang."
Suara sang papa memyambut kedatangan Lendra yang langsung manyun mendengar perkataan papanya.
"Papa nih paan sih?"
Pria itu duduk di samping seorang gadis manis yang seketika menggeser bokongnya. Karena Lendra langsung merangsek tempatnya.
"Iihhh Papa, Kakak ni gangguin terus."
Gerutu si gadis manis itu.
"Makanya jangan chattingan terus sama si Hugo kayak gak ada cowok lain aja."
Si gadis melengos mendengar perkataan Lendra. Selanjutnya obrolan berubah serius ketika Lendra memprotes sang mama karena main setuju saja, saat Natalie minta pesta pertunangan dengannya.
"Lah kata dia sudah deal sama kamu. Ya mama nurut aja kan."
"Idih...Lira gak suka sama dia. Depan laki-laki lain aja dandannya seksi abis."
Gerutu adik Lendra yang bernama Lira. Lendra mengabaikan protes sang adik.
"Ma, Lendra belum ada niatan serius. Apalagi yang berhubungan dengan wanita. Nanti dulu deh."
"Sampai kapan kamu mau main-main Ndra."
"Tapi Natalie...."
"Lalu gadis yang hari itu bagaimana?"
Glek! Lendra menelan salivanya sudah payah. Papanya tahu soal Livia. Gawat ini. Melihat Lendra yang hanya diam, Vi, papa Lendra langsung memijat pelan pelipisnya. Dia pikir sifat sang papa tidak akan menurun. Mengingat dia sendiri tidak banyak tingkah. Ternyata sifat brengsek itu turun ke Lendra, putranya sendiri.
"Kayaknya aku salah kasih nama deh. Aku pikir dia bakal jadi raja yang akan menerangi gelapnya malam dengan sinar bulannya. Ternyata dia jadi raja brengsek....juga raja biang kerok."
Keluh Vi pada sang istri Lana. Di depan Vi, Lira terbahak, sementara Lendra mendengus geram.
"Pa, Lendra gak brengsek. Lendra cuma ikut rumus koleksi...seleksi....eliminasi..."
"Rumus palamu peyang itu."
Lira terkikik di belakang punggung lebar Lendra. Mendengar sang kakak diomeli oleh orang tuanya.
"Pa....Ma...please deh. Lendra belum mau tunangan. Apalagi sama Natalie."
"Kadung Ndra...Mama sudah prepare semuanya. Semua sudah on going. Jadi maaf, kamu gak punya chance buat nolak."
Tawa Lira semakin keras, seiring wajah Lendra yang semakin kusut.
Vi dan Lana pikir sudah waktunya memaksa Lendra untuk serius dalam sebuah hubungan. Mereka berharap Natalie mampu membuat Lendra berhenti dari kebiasaannya bersenang-senang dengan wanita.
Di usia 24 tahun, sudah sepantasnya Lendra mulai belajar menata hati. Soal menikah bisa dipikirkan belakangan.
"Pa....!"
"Nggak boleh protes."
Lendra seketika memanyunkan bibirnya. Protesnya ditolak. Dia tidak punya pilihan selain mengikuti kemauan kedua orang tuanya.
****
Karya ini adalah sequel dari karya The Story Of "A"
Ritual jempolnya ditunggu...🤭🤭
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
lovely
kasian livia cewek polos lugu virgin dapat cowok bobrok bekasan jalang Natalie 🥴🥵
2023-04-17
1
Mafufu Rawr
awokawok
2023-03-20
1
Mafufu Rawr
wow, penyajian kalimatnya brutal
2023-03-20
1