Damar telah tiba di Jakarta setelah melakukan perjalanan ke Hongkong bersama ayah mertuanya. Disampingnya di rumah hari sudah malam, rumah terlihat begitu berantakan layaknya rumah yang sudah ditinggal lama oleh penghuni. Botol minuman berserakan dimana-mana, pakaian yang tercecer dilantai serta banyak sekali bungkusan makanan yang berserakan di lantai. Damar memandang keadaan rumahnya yang begitu mengkhawatirkan, padahal baru saja dia menggantikan pembantu rumah mereka. Suasana rumah begitu sepi, seolah tidak ada siapapun. Damar terus memanggil nama Jessica, dia butuh penjelasan Jessica karena keadaan rumah mereka yang berantakan seperti ini. Saat tiba di kamar, ternyata Jessica berada disana. Dirinya terlihat begitu rapi dengan dress mini, nampak begitu seksi di mata orang yang memandangnya. Tidak seperti pasangan suami istri lainnya, biasanya saat suami pulang makan istri akan menyambut kedatangan mereka dengan pelukan. Namun itu tidak berlaku untuk Jessica, dia seolah tidak perduli dengan kedatangan Damar di rumah.
" Jess, kenapa keadaan rumah menjadi berantakan seperti ini?" Tanya Damar menuntut penjelasan.
" Aku sudah memecat pembantu kita," jawab Jessica tanpa menengok sama sekali kearah suaminya.
" Jess, sampai kapan kamu begini terus, hah! Udah berapa kali aku mencarikan pembantu baru untuk mengurus rumah." Ujar Damar. Karena sudah beberapa kali mereka mengangkat pembantu rumah, namun selalu dipecat oleh Jessica. Damar sangat frustasi sebenarnya pembantu macam apa yang Jessica inginkan.
" Pembantu itu gak becus dalam bekerja, dia terkadang gak mengikuti apa perintahku." Jawab Jessica tanpa rasa bersalah.
Damar berdecak kesal, karena selalu alasan sama setiap Jessica memecat pembantu rumah tangga mereka. " Sebenernya apa yang kamu perintah sampai pembantu itu gak mau menuruti perintahmu." Tanya Damar karena pokok permasalahannya ada pada Jessica.
" Apapun itu, namun mereka selalu membangkang." Ucap Jessica.
" Jessica, sampai kapan kamu terus begini, hah! Jika aku mencari lagi gak akan ada yang mau bekerja di rumah kita. Karena belum satu bulan kamu sudah memecat mereka."
" Aku gak perduli." Ucap Jessica santai.
Ucapan itu membuat Damar kesal kepada istrinya itu, dia sudah capek-capek kerja. Saat pulang istri tidak memperdulikan belum lagi masalah pembantu rumah tangga mereka yang selalu Gonta ganti karena Jessica. Damar menarik tangan Jessica agar gadis melihatnya.
" Jessica! Berhentilah bersikap seperti ini!" Bentak Damar.
" Apa sih! Kamu berisik banget deh, lama-lama kamu itu menjadi seperti ayah." Ujar Jessica mendorong Damar agar menjauh darinya. Jessica mengambil tasnya dan pergi berlalu begitu saja, tanpa pamit bahkan memeluk suaminya.
" Jess, kamu mau kemana?" Teriak Damar mengejar Jessica.
" Aku mau pergi bersama teman-temanku." Jawab Jessica dengan santai tanpa merasa bersalah, karena sudah meninggalkan suaminya yang baru saja datang dari perjalanan bisnis.
" Aku baru saja pulang, lalu tiba-tiba kamu pergi. Kamu gak sambut aku! Aku ini suami mu."
Mendengar perkataan Damar membuat Jessica tertawa, Damar mengakui dirinya sebagai suami. Padahal selama ini dia sibuk dengan pekerjaannya, bahkan tak pernah sekalipun dia memberikan perhatian kepada Jessica. Sekarang dia ingin Jessica menghargainya sebagai suami, namun sayangnya sudah tidak berlaku lagi bagi seorang Jessica.
" Aku mau pergi." Ucap Jessica,
Saat hendak pergi Damar menarik tangannya, Damar tidak mengizinkan Jessica pergi begitu saja. Sebagai seorang istri seharusnya dirinya melayani Damar, dan tidak akan pergi apalagi hari sudah malam seperti ini.
" Jess, hari sudah malam. Besok saja. Aku baru saja pulang dari perjalanan bisnis, kamu sama sekali gak perduli pada suami mu ini." Ujar Damar dengan lembut agar Jessica bisa luluh.
" Pekerjaan ya? Itu hanya untuk dirimu. Biarkan aku pergi." Ucap Jessica tegas.
" Gak bisa. Aku bekerja untuk kamu juga Jess." Damar terus memegang bahu Jessica istrinya agar tidak bisa pergi.
" Untuk aku? Justru itu semua untukmu. Asal kamu tahu, kamu bisa seperti ini karena menikah denganku. Kebahagiaan mu menikah ya karena ingin bekerja dan sukses bersama ayah ku. Tetapi kamu gak tahu apa kebahagiaan ku, kebahagiaan ku bukan ini. Lepaskan aku, biarkan aku pergi!" Ujar Jessica dengan kasar melepaskan tangan Damar yang memegangi bahunya dan pergi berlalu begitu saja.
Perkataan Jessica seolah menampar hati Damar, padahal selama ini dia bekerja bukan untuk dirinya namun juga untuk Jessica. Dia ingin Jessica bahagia apalagi sekarang ayah Jessica sudah mulai menyetujui hubungan mereka berdua. Lalu apa yang membuat Jessica masih belum juga merasakan kebahagiaan yang dia berikan. Damar mengambil botol bir di kulkas, meminumnya dengan sekali tegukan. Dia melihat foto pajangan pernikahannya dengan Jessica. Rasa sakit menusuk dihatinya, apakah hubungan mereka akan seperti ini? Padahal Damar sudah berusaha untuk membahagiakan Jessica dan menjadi suami yang baik untuknya.
Laras tersenyum hatinya berbunga-bunga. Benih cinta baru saja bertumbuh dan bermekaran didalam hatinya. Dirinya tengah duduk dekat jendela kamar hotelnya sambil melihat cincin yang tadi sore Denis pasangan pada jari manisnya. Dengan hati bahagia, dia memotretnya dan membagikan momen bahagia itu ke media sosialnya. Agar ingin semua orang tahu jika hari ini dirinya sudah naik status menjadi calon istri. Rani baru saja masuk kedalam kamar, melihat Laras yang sedang tersenyum menatap cincin di jarinya.
" Kayaknya, saudaraku ini sedang berbunga-bunga." Ucap Rani menggoda Laras.
" Apaan sih!" Ucap Laras malu saat dirinya digoda seperti itu, padahal memang jelas adanya jika dirinya sedang berbunga-bunga pada malam itu.
" Laras, hati-hati.. awalnya memang membahagiakan tapi endingnya bisa saja menderita." Ucap Rani.
Ucapan Rani seolah menghentikan Laras saat dirinya tengah menatap cincin dijari manisnya. Ucapan itu seolah menarik perhatiannya. " Kenapa kamu bisa mengatakan hal seperti itu?" Tanya Laras dengan menghampiri Rani dan duduk bersama dipinggir kasur.
" Aku hanya takut kamu akan seperti diriku. Dulu saking aku merasa bahagia aku lupa jika itu akan membuat ku menderita. Buktinya sekarang aku kehilangan orang tua, dan berakhir bersama denganmu." Ujar Rani.
" Apaan sih, kamu itu ponakannya ibu, jadi wajar dong jika kamu terus bersama ku." Ujar Laras tidak terima jika Rani selalu meratapi nasibnya.
" Iya, tapi aku ingin kamu hati-hati saja. Sebuah pilihan itu layaknya pohon, jika kamu memilih benih dan menanamnya, kamu pasti gak akan tahu ke depan akan seperti apa, apakah itu bisa membahagiakan atau menderita." Ujar Rani lalu naik ke atas kasur untuk berbaring.
Laras menatap cincin di jarinya, dia lalu berpikir jika ini adalah pilihan tepat. " Tapi, jika kita menanam sebuah benih, agar benih itu tumbuh dengan baik kita harus memberinya pupuk, menyiraminya dan juga menyingkirkan rumput liar yang berada disekitarnya. Dengan merawatnya maka itu bisa katakan bentuk cinta kita terhadap dirinya." Ujar Laras karena menurutnya padangan Rani ada benarnya tapi ada juga pandangan akan hal itu.
Rani terbangun lalu dirinya berucap, " Tergantung benih apa yang kamu taman, apakah benih itu benih yang bagus yang bisa membawakan kebahagiaan atau benih yang buruk yang nantinya akan membuatmu menderita. Itu tergantung pilihan. Sudahlah, lebih baik kamu tidur, aku juga sudah mengantuk." Rani lalu menarik selimutnya dan tertidur. Laras pun bangun dan ikut berbaring disampingnya Rani.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments