Di perjalanan, menuju Jakarta di atas mobil pickup di antara tumpukan sayuran Kimora terlihat sendu, bahkan cairan bening dari matanya terus menganak sungai, terus mengalir tidak bisa Kimora kendalikan. Karena itu menggambarkan betapa sedih dan bingungnya Kimora, sebab tiba-tiba ia harus terpisah dari sang Ibu.
Sedangkan selama ini ia tidak sedikitpun berpikir akan pergi meninggalkan Ibunya, atau akan terpisah dari sang Ibu.
Bagaimana Kimora tidak terpukul dengan kejadian itu, ia anak semata wayang segala sesuatu biasa dilakukan bersama Ibunya, tapi kini tanpa persiapan ia harus dipaksa pergi.
'Bagaimana aku setelah ini, bagaimana nanti aku di sana, bisakah aku hidup tanpa mu Bu…?' Itu pertanyaan di benak Kimora.
...
Sementara Bu Inah sedang berada di bawah tekanan pak Hasan.
Pak Hasan terus saja mengancam Bu Inah agar mau menyetujuinya untuk menikahi Kimora.
"Tapi anak saya sudah pergi pak!" Ucap Bu Inah sebagai alasan.
"Saya bisa menyusulnya dan membawa dia pulang, lalu saya nikahi dia." Desak pak Hasan.
"Istighfar pak Hasan! Kimora seumuran dengan anak Bapak, ia lebih pantas jadi anak Bapak ketimbang jadi istri Bapak, lagi istri Bapak sudah dua, kenapa Bapak belum puas mengumbar hawa nafsu Bapak dengan ingin menikahi Kimora…" Bu Inah mengingatkan pak Hasan.
Dan itu membuat pak Hasan naik pitam.
"Sialan kamu Bu Inah berani-beraninya kamu menceramahi saya!" Pekik Pak Hasan sambil melempar gelas di hadapan Bu Inah.
"Pray..." Suara gelas pecah.
Alangkah terkejutnya Bu Inah, ia sampai memejamkan mata tidak sanggup melihat amukan Pak Hasan.
Bu Inah pasrah apa pun yang terjadi di padanya asalkan Kimora tidak jadi pelampiasan hawa nafsu bandot tua itu, pikir Bu Inah.
Bu Inah pun hanya diam dengan berusaha tetap tenang.
"Jadi maksudnya kamu ingin Darman yang menikahi Kimora? Hah,,, hah,,, hah,,, pintar sekali kamu Bu Inah!" Seru Pak Hasan.
"Cuih…" Pak Hasan meludah
" Tapi bagus juga saranmu Bu Inah, aku bisa jadi kan dia babu di rumahku tanpa harus membayarnya…!" Sambung Pak Hasan penuh emosi.
Melihat Bu Inah tidak bergeming, Pak Hasan makin geram karena tidak mendapatkan perlawanan atau penolakan dari Bu Inah.
"Hutang mu sudah sangat besar, sudah bertahun-tahun tidak kamu lumasi Bu Inah."
"Apa maksudmu…?" Tanya Bu Inah tidak mengerti, sementara Bu Inah rajin sekali menyicil hutangnya, mengapa Pak Hasan berucap seperti itu, sedangkan ia juga tidak pernah meminjam uang kepada Pak Hasan selain bekas berobat Almarhum suaminya.
"Selama ini Kamu hanya membayar bunganya saja, dan kadang kamu pun menunggak, sudah jelas hutangmu makin bertambah." Jelas Pak Hasan, membuat Bu Inah syok mendengarnya.
Pasalnya tidak pernah ada perjanjian hutang akan berbunga ketika Bu Inah meminjam uang tersebut.
"Dasar lintah darat…!" Gumam Bu Inah.
"Hah… hah … hah…" Pak Hasan tertawa puas melihat ekspresi Bu Inah.
"Jika kamu tidak mau menikahkan Kimora dengan ku kamu harus segera melunasi semua hutang-hutangmu, untuk jaminannya serahkan surat tanah peninggalan suamimu sampai kamu bisa melunasi semua hutangmu." Ancam Pak Hasan.
"Aku akan berusaha untuk segera melunasi semuanya, tapi jangan ambil apapun dari rumah ini, termasuk surat tanah itu." Bu Inah tetap bertahan.
Kemudian Pak Hasan menyuruh anak buahnya untuk mengeledah rumah Bu Inah mencari surat tanah tersebut.
"Ayo cepetan geledah rumah ini...!"
Dua orang suruhan Pak Hasan segera melaksanakan perintah tuanya dengan langsung masuk ke kamar Bu Inah untuk mulai mencari surat tanah tersebut.
Bu Inah mengekor di belakang merek untuk mencegahnya.
Namun mereka makin beringas mengobrak-abrik seluruh isi kamar Bu Inah.
"Tolong jangan seperti ini…!" Cegah Bu Inah.
Tapi orang-orang itu tidak menggubrisnya.
Saat mereka menemukan apa yang mereka cari Bu Inah berusaha meraihnya untuk mengambil surat tanahnya.
Tapi apa yang terjadi? dua orang suruhan Pak Hasan malah mendorong tubuh Bu Inah sampai Bu Inah terpelanting, dan membuat kepala Bu Inah terbentur ujung ranjang tempat tidurnya.
Sehingga mengakibatkan kening Bu Inah terluka dan mengeluarkan banyak darah.
Seketika itu tubuh Bu Inah terasa Lemas, dan kepalanya terasa pusing, pandangannya buram, semakin buram lalu gelap.
Bu Inah hilang kesadarannya.
Setelah itu dua orang suruhan Pak Hasan malah keluar tanpa mempedulikan kondisi Bu Inah.
"Ini juragan…" Mereka menyerahkan apa yang di inginkan oleh Pak Hasan.
"Kerja bagus…!" Ucap pak Hasan puasa sambil mengacungkan jempolnya kepada dua anak buahnya.
"Ya sudah, ayo kita segera pergi dari sini.!" Pak Hasan mengajak anak buahnya untuk meninggalkan rumah Bu Inah.
"Tapi gan, bagaimana dengan kondisi Bu Inah yang tidak sadarkan diri." Ucap salah satu dari anak buah Pak Hasan mengkhawatirkan kondisi Bu Inah.
"Alah bersetan dengan dia, perempuan licik, ingin untung sendiri.!" Sergah pak Hasan.
Kemudian mereka segera berlalu untuk pergi.
Tapi mereka malah berpapasan dengan Darman yang hendak menemui Bu Inah, setelah Darman mengantar Kimora.
"Bapak…" Gumam Darman
"Kamu Darman…" Ucap Pak Hasan.
"Iya pak, bapak abis ngapain di rumah Bu Inah?" Tanya Darman pura-pura tidak tau.
"Bukan urusanmu…!" Jawab Pak Hasan.
Lalu segera bergegas pergi.
Darman langsung masuk dan mencari keberadaan Bu Inah.
"Bu… Bu Inah!" Seru Darman mencari - cari Bu Inah.
Tapi tidak ada jawaban dari Bu Inah.
Darman begitu panik melihat keadaan rumah Bu Inah yang berantakan, tapi Bu Inah nya sendiri tidak ada.
Darman lari ke arah dapur, menyangka Bu Inah sedang berada di dapur tapi Darman tidak menemukannya di sana.
Kemudian Darman melihat pintu kamar Bu Inah terbuka.
Dengan langkah perlahan, karena ragu Darman mulai masuk untuk memastikan keberadaan Bu Inah dan kondisi Bu Inah, karena Darman merasa curiga telah terjadi sesuatu kepada Bu Inah.
Dan benar saja kecurigaan Darman.
Ketika ia melihat, Bu Inah tergeletak di lantai dengan dahi yang penuh darah.
Darman langsung mendekati Bu Inah dan memastikan jika Bu Inah masih bernafas.
Darman mengecek pernafasan Bu Inah dan denyut nadinya.
"Alhamdulillah…" Gumam Darman. Karena Bu Inah masih bernafas.
Darman langsung memangku tubuh Bu Inah dan memindahkannya ke tempat tidurnya.
Lalu Darman bergegas ke dapur mengambil air untuk membersihkan luka di dahi Bu Inah.
Setelah membersihkan luka itu, Darman mengobatinya.
Kemudian Darman mencoba untuk menyadarkan Bu Inah dengan minyak angin yang ia hirupkan di hidung Bu Inah seperti yang sering orang-orang lain lakukan saat menyadarkan orang pingsan.
"Bu Inah…!" Seru Darman.
Sepertinya Bu Inah mulai tersadar.
Perlahan Bu Inah membuka matanya, lalu memegangi kepalanya.
"Bu Inah sudah sadar?" Tanya Darman.
"Ibu apa yang terjadi kenapa bisa seperti ini, Apa yang dilakukan oleh bapak ku dan anak buahnya?" Darman mencecar Bu Inah dengan pertanyaan, karena ia penasaran apa yang dilakukan oleh bapaknya, sehingga Bu Inah bisa seperti itu, dengan keadaan rumah yang berantakan.
"Sssst…!" Bu Inah kesakitan.
"Bu… Ibu tidak apa-apa kan?" Darman panik dan sangat khawatir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Sky darkness
kasihan
2023-04-05
2
Sky darkness
sungguh berat
2023-04-05
1
rinasti
Darman lelaki yang baik. Berbanding terbalik dengan bapaknya.
2023-04-02
1