"Mau sampai kapan sikapmu ini kekanakan, Deva?"
Devanio hanya diam saat mamanya bertanya. Rasanya sudah muak, bukan sekali atau dua kali ini saja sang mama menasehati dirinya.
"Aku punya hak untuk mengatur kehidupanku, ma. Menikah dengan perempuan itu sudah aku lakukan. Lantas, apa lagi yang kurang?"
Bh Resti mengangkat wajahnya, wanita paruh baya ini tidak menyangka jika Deva akan melawan dirinya.
"Sebenarnya, apa yang kau mau, Deva?" Tanya bu Resti dengan nada yang sangat dingin.
Ia menatap anaknya dengan tatapan marah, melihat sikap mama-nya berubah, David hanya bisa menghela nafas.
"Biarkan aku menceraikan perempuan cacat itu dan aku akan menikahi Melia." Ujar Deva yang sangat keras kepala.
"Apa yang kau lihat dari perempuan manja dan sudah banyak memakan uang kita itu? Bahkan orang tuanya saja berani meminta uang kepadamu!"
"Ayo lah ma, kita tidak akan kehabisan uang sekalipun kita menolong Melia, keluarganya yang akan menjadi keluargaku juga." Ucap Deva dengan bodohnya.
"Ya, kalau begitu silahkan kau bekerja sendiri. Kamu pilih Mala atau Melia?" Tanya bu Resti yang memberikan dua pilihan.
Deva tertawa, pria ini seolah meremehkan perkataan mamanya.
"Ma, sudah pasti aku akan memilih Melia. Dia perempuan berpendidikan dan cantik. Ngapain aku milih perempuan cacat seperti itu?"
Sekali lagi Deva menertawakan.
"Baiklah, kalau begitu mulai sekarang mama akan menarik semua fasilitas kamu, rumah, mobil, pekerjaan, rumah dan semua kartu akan mama bekukan. Jika kau ingin menafkahi keluarga Melia, silahkan kamu kerja dari hasil keringat dan pemikiranmu sendiri." Ucap Bu Resti dengan tegas hingga membuat Deva terperanjat.
Sama halnya dengan David, pria ini sangat terkejut saat mendengar keputusan mama-nya yang sangat mengejutkan ini.
"Ma, tidak bisa seperti ini dong!" Protes Deva. "Aku anak mama, bukan perempuan cacat itu...!!''
Davin menghela nafas panjang, pria ini menatap adiknya yang sangat keras kepala ini.
"Deva, jangan panggil dia perempuan cacat. Ingatlah baik-baik jika dia seperti itu karena menolong nyawa mama." Ucap David mengingatkan.
"Diam mas!" Sergah Deva. "Jangan ikut campur. Kau sepertinya senang jika aku dalam masalah."
"Deva....!!" Sentak bu Resti yang tidak terima jika anaknya ini menjadi pembangkang. "Serahkan semua kartu dan kunci mobil. Cepat...!!"
"Ma....!"
"Cepat! Atau kau mau mama coret dari keluarga ini?" Ancam bu Resti yang sudah tidak tahan lagi pada kelakuan anaknya.
Dengan sangat terpaksa Deva menyerahkan semua kartu dan kunci mobil kepada mamanya.
"Pergi...!" Usir Bu Resti. "Jangan pernah kamu injakan kaki di rumah ini selama kamu tidak bisa menerima Mala sebagai istri kamu."
Deva sudah tak bisa berkata-kata lagi, pria ini langsung di seret keluar dengan penjaga rumah mamanya.
Aaaaaargh...... "Sialan! Brengsek! Semua gara-gara perempuan cacat itu."
Sumpah serapah Deva terdengar sampai ke dalam rumah. Bu Resti dan David hanya bisa mengelus dada mereka.
Sambil berjalan kaki, Deva menunggu ojek online yang baru saja di pesannya.
Satu jam kemudian, Deva pun sampai di rumah, hari sudah gelap, Mala baru saja pulang kerja. Namun, saat ia hendak masuk ke dalam rumah, tiba-tiba saja Deva menjambak rambut gadis ini lalu memukulnya berulang kali.
"Perempuan sialan!" Umpat Deva dengan nada tinggi. "Kenapa kau tidak mati saja? Semua salahmu!" Teriak Deva memenuhi seisi rumah.
Mala hanya bisa menangis sambil mengusap wajahnya yang terasa panas bahkan dari sudut bibir keluar darah mengalir.
"Kau boleh mengutuk ngata diriku, tapi tolong jangan pukul aku." Pinta Mala dengan isak tangisnya.
"Kau itu pantas untuk dipukul, sejak kau hadir dalam keluargaku, sekarang hidupku menjadi kacau. Dasar kau perempuan murahan!"
Sekali lagi Deva memukul Mala bahkan menendang istrinya sendiri. Kebencian Deva kepada Mala semakin dalam terasa. Pria ini memutuskan untuk kembali ke kamarnya karena mau pergi pun ia tidak memiliki kendaraan.
Semalaman Mala hanya bisa menangis, entah sampai kapan penderitaannya akan berakhir. Sejak ia dilahirkan sampai dengan hari ini, belum pernah Mala merasakan kebahagiaan.
Keesokan paginya, sesuatu yang tak terduga pun terjadi. Ternyata ada beberapa orang suruhan dari bu Resti yang mengusir Deva dan Mala dari rumah tersebut. Deva yang berusaha melawan, tapi tetap saja ia kalah lawan.
Mau tidak mau, Deva dan Mala keluar dari rumah tersebut. Sekali lagi, sudah pasti Mala yang akan sasaran kemarahan Deva.
Sepanjang perjalanan, Deva terus mengomel sambil menghardik Mala. Tapi, tetap saja Mala diam tidak melawan, percuma saja karena sudah pasti kemarahan Deva semakin menjadi jika ditanggapi.
"Aku tidak mau tahu, kau harus memikirkan bagaimana caranya bisa mendapatkan tempat tinggal dan kau harus memberi aku makan dan segala kebutuhanku." Ucap Deva yang tidak mau tahu.
Mala hanya diam, gadis ini terus menunduk sambil menuntun sepeda bututnya. Deva yang merasa kesal langsung memukul kepala Mala.
"Hai bodoh! Apa kau dengar?"
"Ya, aku dengar!" Jawab Mala.
Keduanya terus berjalan, Deva yang merasa lelah memutuskan untuk duduk di pinggir jalan yang tidak begitu ramai.
"Aku akan mencari kontrakan, jika kau mau, kau bisa menunggu di sini. Nanti, kalau sudah dapat, aku akan menyusulmu."
"Tidak butuh!" Seru Deva. "Aku akan tinggal di apartemen milik Melia."
Mala tidak menanggapi, gadis ini pun kembali melanjutkan langkahnya sedangkan Deva yang baru bisa menghubungi Melia, hanya bisa menunggu sampai Wanita itu datang menjemput.
Setengah jam kemudian, Melia datang menjemput, mereka pun pulang ke apartemen sedangkan Mala sudah pergi sejak tadi untuk mencari kontrakan.
"Jadi, sekarang kamu nggak punya apa-apa lagi dong?" Tanya Melia yang merasa terkejut.
"Ya, begitulah. Mama mengambil alih semuanya. Bahkan sekarang aku tidak punya uang sepeser pun."
Melia hanya diam, wanita ini mulai ragu untuk melanjutkan hubungannya dengan Deva karena tujuan utama wanita ini hanya untuk uang.
Mereka pun sampai di apartemen, Deva langsung merebahkan tubuhnya di atas sofa. Meskipun mereka sering berdua, entah kenapa Deva sama sekali tidak pernah tidur apa lagi melakukan tindakan yang jauh dengan Melia.
"Sayang, terus sekarang bagaimana?"
"Apanya bagaimana? Untuk sementara waktu, aku akan tinggal di apartemen ini."
"Hah...?"
Tiba-tiba saja ekspresi wajah Melia seperti orang gugup dan takut. Tentu saja Deva merasa heran dengan sikap Melia.
"Ada apa?"
"N-nggak, nggak kenapa-kenapa. Kamu sudah makan?"
"Belum, masakin mi sana!" Titah Melia.
"Aku, masak?" Tanya Melia yang tidak percaya.
"Ya terus siapa? Kamu itu calon istri aku, wajar dong bantu aku yang sedang kesusahan ini."
Melia menelan ludahnya kasar, mau tidak mau wanita ini memasak mi instan padahal mereka bisa memesan makanan secara online.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Tika Loebis
melia g bisa masak pastinya kayak mala
2023-03-11
1
🌸ReeN🌸
baru ketahuan nih belangnya melia....
2023-03-03
1
☠ᵏᵋᶜᶟ尺მȶɦἶ_𝐙⃝🦜
psti ada selingkuhannya
2023-02-08
1