"Mulai saat ini aku akan diam. Semua permasalahan akan kutanggung sendiri. Tidak peduli rusak raga dan batinku."
Sepanjang perjalanan pulang Arin tak bicara sedikitpun dengan suaminya. Begitu juga saat tiba di rumah. Arin menyibukkan diri agar punya alasan untuk tidak menemani suaminya. Wanita itu membiarkan Ikbal bermain dengan Flora.
Mulai dari mencuci, menjemur hingga menyetrika baju yang jarang dia lakukan bisa dilakukan dalam satu sehari itu. "Ada gunanya aku ngambek. Kerjaanku jadi beres kaya gini," gumam Arin seraya menyeka keringat yang ada di keningnya.
Ketika Flora menangis barulah Arin mendekati anaknya. Itu pun dia tak berbicara pada sang suami. Ikbal sudah merasa jika istrinya sedang ngambek tapi dia membiarkannya. Arin sudah sering melakukan hal itu. Jika dia sedang ngambek maka Arin akan lebih banyak diam.
"Dek," panggil Ikbal. Dia sebenarnya merasa bersalah tapi mau bagaimana lagi. Saudaranya yang meminta bantuan dia tidak enak bila menolak.
Arin menoleh tanpa bicara. "Aku minta maaf ya." Dada Arin bergemuruh bukannya tidak terima permintaan maaf suaminya. Tapi dia hanya tak habis pikir dengan keputusan Ikbal.
Arin hanya mendengarkan lalu pergi. Dia memilih menemani Flora tidur. Ikbal memeluk Arin dari belakang. "Tolong maafkan aku!" ucapnya sambil mencium bahu Arin.
Ikbal sangat mencintai istrinya. Tapi jika dihadapkan dengan keluarganya dia tidak bisa menolak dengan apa yang mereka mau. Ikbal laki-laki yang tidak tegaan jadi apa yang mereka inginkan selalu dipenuhi meskipun harus menomorduakan perasaan Arin.
Setelah itu Ikbal membalik tubuh Arin. Arin menunduk dia meneteskan air mata. Ikbal mengusap air mata istrinya dengan ibu jari. "Percayalah aku melakukan ini untuk membantu saudaraku. Dia janji tidak akan melibatkan kita lagi setelah meminjam nama," kaya Ikbal meyakinkan istrinya.
Satu kecupan mendarat di kening Arin. Arin memejamkan matanya sambil meratapi nasib. Tak ada yang bisa dia lakukan. Ikbal mulai mencium istrinya di bagian bibir. Arin tak membalas tapi Ikbal masih melanjutkannya. Setelah itu laki-laki yang berstatus sebagai suami Arin itu menurun ke bagian lehernya.
Arin hanya pasrah mendapatkan sentuhan demi sentuhan dari suaminya. Mereka berpindah ke bawah takut menganggu tidur Flora. Di situlah Ikbal melakukan hubungan suami istri. Arin tak dapat menolak suaminya. Dia hanya takut dilaknat jika menolak permintaan sang suami yang menginginkan hubungan badan.
"Aku mencintaimu, Dek," bisik Ikbal di telinga Arin ketika melakukan penyatuan.
"Apa aku sebodoh ini? Hanya mendengar ucapan cinta dari suamiku hatiku sudah luluh meski dia telah menyakiti aku," batin Arin ingin menangis.
Usai melakukan penyatuan, Ikbal bangun dari tubuh istrinya kemudian membersihkan diri. Dia berlalu ke kamar mandi. Arin memunguti baju-bajunya yang berserakan. Sungguh kali ini dia merasa tidak ikhlas melakukan hubungan badan dengan suaminya.
Kalau diingat-ingat Ikbal tak mendengarkan pendapat Arin sama sekali. Wanita itu menjadi kesal. "Apa aku ini masih dianggap istrinya?"
Arin pun tidur di samping Flora hingga pagi menjelang subuh. Wanita itu menyiapkan segala keperluan suaminya seperti biasa. "Aku berangkat dulu ya, Dek." Arin hanya mengangguk.
Setelah itu Arin mengerjakan pekerjaan rumah. Tapi matanya mengantuk karena kurang tidur. Dia juga banyak menangis akhir-akhir ini. Arin pun memutuskan untuk pergi ke warung depan untuk membeli kopi susu saset.
"Rin, suamimu lagi di rumah ya? Tumben pagi-pagi begini beli kopi?" tanya ibu pemilik warung.
"Ah enggak, Bu. Ini buat saya ngantuk banget, Bu," kata Arin.
"Heleh, mesti karena suka begadang sama suami 'kan?" tanya ibu-ibu itu. Arin menjadi malu.
"Flora mau jajan nggak?" tanya Arin mengalihkan pembicaraan sekaligus menyembunyikan rasa malunya.
Flora menunjuk agar-agar jeli yang ada di toples. Arin pun mengambil beberapa untuk anaknya. "Totalnya berapa, Bu?" tanya Arin.
"Lima ribu aja," jawabnya. Arin memberikan uang pada pemilik warung itu kemudian kembali ke rumah.
Ketika dia sedang berjalan, Arin tak sengaja berpapasan dengan laki-laki yang dulu pernah menjadi pacarnya. "Astaghfirullah," ucap Arin sambil mengalihkan pandangan.
Laki-laki itu bernama Ridho. Usia Ridho amatlah jauh dengan Arin. Dulu mereka jadian karena Ridho memaksanya. Dia tidak enak karena laki-laki itu selalu datang ke rumahnya dengan membawa berbagai buah tangan. Ketika Ridho menembak Arin, gadis itu terpaksa menerimanya tapi sebenarnya Arin tidak cinta. Hanya rasa tidak enak bila menolak kebaikan seseorang. Saat itu Arin mencoba membuka diri pada laki-laki lain setelah putus dengan kekasihnya. Tapi hubungan Arin dan Ridho hanya bertahan dua Minggu karena Arin merasa tidak cocok.
Ridho tidak pernah nyambung kalau diajak berbicara. Cara berpakaiannya juga tidak mengikuti tren sehingga membuat Arin malu bila mengajak jalan laki-laki itu.
Namun, Ridho terlalu cinta pada Arin. Dia pun rela tidak menikah sampai sekarang hanya ingin menunggu jandanya Arin. Arin merasa kalau Ridho sangatlah berlebihan. Wanita itu jadi takut jika berpapasan dengan mantan pacarnya itu.
"Semoga lain kali aku tidak lagi bertemu dengannya," gumam Arin. Tapi tidak mungkin karena rumah Ridho masih satu kelurahan dengan Arin.
Sesampainya di rumah, Arin memberi Flora mainan. Dia meletakkan anaknya di ruang tengah sementara Arin akan menyeduh kopi.
Bu Nia yang mencium aroma kopi pun menuju ke dapur. "Rin, pagi-pagi kok sudah minum kopi? Nggak baik buat kesehatan kamu," tegur sang ibu.
"Aku ngantuk banget, Bu. Dari pada aku tidur pagi-pagi nanti malam kena penyakit kuning," jawab Arin.
"Terserah kamu ajalah," ucap ibunya cuek. Bu Nia malas jika harus mengingatkan anaknya yang sudah dewasa itu.
Tak lama kemudian Flora tiba-tiba menangis. "Kenapa Flo?" tanya Arin yang menghampiri anaknya.
Arin menyentuh kening Flora ternyata suhu badannya naik. "Kok tiba-tiba begini, Nak? Perasaan tadi baik-baik aja," gumam Arin yang khawatir.
Arin pun menggendong Flora karena dia begitu rewel. Wanita itu hanya memberi kompres panas instan yang biasa dia stok di rumah. Dia akan memeriksakan Flora ketika suaminya pulang nanti.
Sore menjelang, Ikbal kembali ke rumah. "Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Arin. Dia keluar sambil menggendong anaknya.
"Flora kenapa?" tanya Ikbal yang melihat kening Flora tertambal plester penurun panas.
"Demam," jawab Arin singkat.
"Apa sudah minum obat?" tanya Ikbal. Arin menggeleng.
"Aku menunggumu pulang. Dokter baru buka praktek sore. Selain itu uang yang kamu kasih ke aku tinggal sedikit," terang Arin.
Ikbal pun menghela nafas. Dia juga tidak sedang memegang uang karena tanggal gajiannya masih tiga hari lagi. "Ya sudah aku akan pinjam uang sama ibuku," kata Ikbal pasrah.
Arin memang sudah bilang sebelumnya jika dia tidak mau mengeluarkan uang tabungannya sedikitpun untuk memberi pelajaran pada suaminya jika membantu orang lain itu harus tahu diri. Dirinya saja kekurangan tapi sok-sokan meminjamkan nama untuk pinjaman uang senilai puluhan juta pada kakak kandungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Sri Ningsih
lanjut k seru, salam di "Pengasuh Anakku, Mantan Kekasihku" kk 😍
2023-02-08
0
🍌 ᷢ ͩ🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦 ~ Ꮢнιєz ~
liat nih y..klrga Ikbal mau bantu ga tuh..wat berobat anak nya Ikbal..eng ing eeenngg
2023-02-07
1