Linda menemani Aruna, anaknya yang sedang sarapan.
"Runa berangkat dulu Bu," ucap anak itu setelah menghabiskan sarapannya.
"Yakin tidak perlu ibu antar?" Linda berjongkok untuk menyamakan posisinya dengan Aruna. Dia tampak ragu melepas anaknya berangkat sekolah berjalan kaki.
"Kalau diantar pakai mobil ayah, Runa baru mau," jawab Aruna sambil tersenyum menunjukkan giginya yang kecil-kecil dan putih.
Hati Linda perih mendengar kata-kata anaknya. Bagi anak-anak kampung seperti Aruna, naik mobil adalah sesuatu yang istimewa. Terlebih hanya ayahnya saja yang memiliki mobil di kampung mereka.
"Kan cuma dekat sekolahnya? Masa harus diantar pakai mobil?" jawab Linda disertai senyum. Betapa miris nasib Aruna dan Linda. Setelah satu tahun memiliki mobil, Erik belum pernah sekalipun mengajak mereka jalan-jalan menaiki mobilnya.
"Ya sudah, Runa jalan kaki saja kalau begitu."
"Anak pintar." Linda tersenyum.
Setelah berjalan beberapa langkah Aruna berhenti lalu berbalik kepada ibunya.
"Apa tadi malam ayah pulang larut?"
Linda mengangguk. "Kenapa memangnya?" tanyanya penasaran.
"Karena tadi malam Runa tidak mendengar suara ayah marah-marah."
Linda tidak bisa berkata-kata mendengar jawaban anaknya. Meskipun baru berusia tujuh tahun, dia sudah bisa mengerti apa yang terjadi antara ibu dan ayahnya. Hampir setiap hari ada saja masalah yang membuat Erik marah-marah, hingga Aruna hafal tabiat sang ayah.
"Sana berangkat, nanti terlambat," usir Linda secara halus. Dia tidak ingin Aruna terus membicarakan ayahnya.
Aruna pun mengangguk. Linda mengantarkan Aruna sampai di halaman rumah mereka. Tidak lupa Linda memberikan uang saku juga uang untuk membayar iuran sekolah yang semalam Erik berikan.
Di luar rumah tampak beberapa anak tetangga mereka yang juga akan berangkat sekolah berjalan kaki.
"Tante, Aruna berangkat bareng kami saja," sapa Sella, anak tetangga Linda yang sudah kelas empat.
"Titip Runa ya," balas Risma.
"Siap Tante ... Ayo Runa kita berangkat sekarang." Aruna melambaikan tangan kepada ibunya lalu bergabung bersama anak-anak itu.
Linda tinggal di sebuah desa kecil. Latar belakang orang tua Erik yang dikenal kaya membuat mereka cukup dihormati oleh tetangga-tetangga mereka.
Rumah Erik terlihat paling bagus diantara tetangga yang lain karena itu adalah rumah peninggalan orang tuanya. Ditambah sekarang mereka punya mobil, barang mewah yang hanya dimiliki Erik seorang.
Linda masuk kembali ke dalam rumah. Dia melanjutkan pekerjaan rumahnya setelah itu lanjut menjahit. Erik masih belum bangun dan Linda membiarkannya. Dia tidak pernah berani membangunkan Erik ketika dia sedang tertidur.
Sejak dulu seperti itu. Bahkan ketika Aruna masih bayi dan menangis karena sedang ditinggal Linda mandi atau memasak pun Erik tidak pernah mau membantu. Dia justru uring-uringan karena suara tangis Aruna mengganggu tidurnya. Dan akibatnya Linda akan mendapatkan amukan dari Erik.
Linda fokus menjahit ketika dia mendengar suara berbisik di ruang makan. Itu pasti Erik sedang sarapan. Linda menoleh ke jam dinding di samping tempatnya menjahit. Sudah hampir jam sepuluh dan Erik baru bangun.
Erik membawa sarapannya ke ruangan tempat Linda menjahit lalu duduk di kursi yang ada di ruangan itu. Erik makan masakan Linda dengan lahap tanpa protes meskipun Linda hanya masak tumis kangkung dan tempe goreng.
"Sekali-kali kamu masak ayam atau daging bisa kan? Aku sudah memberimu uang untuk belanja," ucap Erik disela mengunyah makanannya. Tidak lupa dia memainkan ponsel di tangan kirinya.
Linda hampir mengelus dadanya mendengar kata-kata Erik. Uang belanja seratus ribu untuk seminggu dan Erik minta dimasakkan daging?
"Besok kalau sempat aku akan ke pasar membeli daging," jawab Linda. Entah bagaimana dia tidak pernah berani menolak keinginan suaminya.
Linda mungkin marah dan terkadang menangis di belakang Erik atas sikap kasar Erik kepadanya. Tetapi itu tidak akan lama. Erik tersenyum kepadanya saja hati Linda luluh dan dia langsung lupa semuanya. Linda menganggap itu karena dia mencintainya.
Bahkan setelah orang tua Erik bangkrut dan Erik tidak mau kerja pun Linda masih berusaha untuk mengerti keadaan Erik. Mungkin Erik belum terbiasa, pikirnya waktu itu.
Dulunya, Erik adalah anak orang kaya di kampungnya. Dia tidak pernah bekerja seumur hidupnya. Orang tuanya selalu memanjakan dia karena dia anak satu-satunya. Apapun yang Erik inginkan selalu di turuti. Erik memiliki semuanya tanpa harus bersusah payah.
Dan hasilnya sekarang Erik tidak bisa apa-apa. Dia tidak punya kemampuan apapun untuk menghasilkan uang. Entah dia malas atau karena memang dia tidak bisa apa-apa.
Akhirnya dengan terpaksa dia mau menjadi tukang ojek, hanya itu yang dia bisa. Itupun kalau cuaca sedang hujan atau panas terik dia tidak mau keluar dan melakukan pekerjaannya karena takut sakit. Karena hal itu pula Erik ngotot ingin kredit mobil dan beralih profesi menjadi sopir taksi online.
Linda melirik jam untuk yang kesekian kalinya. Sudah jam sebelas dan Erik belum beranjak dari tempatnya sejak tadi. Piring bekas makannya pun masih tergeletak di sampingnya. Dia belum melakukan apa-apa selain makan sejak bangun tidur dan sibuk dengan ponselnya. Dia bahkan belum bersiap-siap untuk pergi bekerja.
"Kamu tidak mencari orderan Mas?" tanya Linda sambil terus fokus di depan mesin jahitnya.
"Sebentar lagi, ini aku sedang menunggu ada orderan," jawab Erik tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel.
"Bukankah semakin pagi kamu siap, semakin banyak kamu bisa mendapatkan penumpang?"
"Lebih baik kamu diam kalau tidak tahu apa-apa!" seloroh Erik. Lalu dia pergi dari ruang menjahit Linda dan meninggalkan piring bekas sarapannya di sana.
Linda memang tidak tahu menahu soal pekerjaan Erik menjadi pengemudi taksi online. Yang dia tahu jam kerja Erik tidak menentu. Apalagi soal penghasilan Erik, Linda sama sekali tidak tahu.
Linda tidak habis pikir kenapa setiap bulan Erik tidak pernah pernah bisa membayar cicilan mobil menggunakan uangnya secara utuh. Padahal setiap hari dia pergi keluar untuk menarik penumpang. Dan herannya, Erik masih bisa membeli sepatu dan pakaian baru meski tidak bisa membayar cicilan mobil.
Hanya di bulan pertama dan kedua saja Erik bisa lancar membayar cicilan. Setelah itu, Linda harus mengambil dari tabungannya atau meminta bantuan kepada orang tuanya. Meskipun Linda bukan berasal dari keluarga berada, tetapi orang tua Linda selalu memberikan bantuan jika Linda memintanya, termasuk uang. Mereka akan mengusahakan semampunya.
Pernah juga sekali meminjam kepada Mbak Sari, kakak Linda satu-satunya. Dan sampai sekarang pun uang itu belum bisa dia kembalikan.
Linda tidak tahu lagi bagaimana jika bulan depan Erik tidak bisa mengumpulkan uang untuk membayar cicilan seperti bulan-bulan sebelumnya. Darimana lagi dia akan mendapatkan uang sementara Erik pasti akan menyuruhnya mendapatkan uang itu tidak peduli darimana asalnya.
Mana mungkin dia mengharapkan uang sebanyak itu dari hasil menjahit sementara dia juga memerlukan uang untuk belanja kebutuhan sehari-hari dan juga kebutuhan lainnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments