Tawanan Cinta Mr Cool
Di sebuah desa yang tampak damai, hiduplah seorang pengusaha kaya dan sukses. Alex Colton, dia adalah seorang pengusaha yang memiliki sebuah bisnis besar di desa itu. Orang-orang sangat mengenal Alex Colton dengan baik, karena Alex sosok yang dermawan dan senang membantu sesama penduduk desa saat mereka mengalami kesulitan.
Tahun berganti tahun, Alex Colton kini kehilangan nama dan ketenarannya. Perusahaan yang dia rintis dan dia kembangkan sejak lama, hancur sudah. Tidak ada lagi Colton Coorp yang berdiri dengan megah di desa itu.
"Pah, uang kita semakin menipis, apa yang harus kita lakukan?" tanya Lilian Colton, istri dari Alex Colton. Wanita itu telah kehilangan kemewahannya tetapi kecantikan masih terpahat dengan jelas di wajahnya.
Alex menghisap cerutunya dan menghembuskannya panjang. Segera saja asap keluar dari alat hisap itu. "Aku sudah mencoba melamar kerja di mana-mana. Tapi belum ada panggilan. Sialan juga orang-orang ini! Saat mereka susah, aku selalu membantu mereka. Sekarang, tidak ada yang membantuku!"
Seorang gadis cantik dengan gaun panjang dan pita menghiasi rambut panjangnya datang dan menyajikan dua cangkir teh di hadapan pasangan Colton. "Sebentar lagi aku akan berangkat kerja. Ini teh untuk menenangkan pikiran kalian, doakan saja supaya aku bisa membawa banyak uang hari ini,"
"Anakku Sayang, seharusnya kamu tidak mengotori tanganmu dengan bekerja, tapi apa boleh buat, kalau tidak ada kamu, kita tidak akan bisa bertahan hidup, Sayang," ucap Lilian, dia menarik tangan gadis itu dengan lembut dan menyisir rambut panjangnya dengan penuh kasih.
"Tanyakan lagi kepada Tuan Rufus, apakah dia tidak tertarik untuk memperkerjakanku?" tanya Alex.
Gadis itu mengangguk patuh. "Nanti akan aku tanyakan. Aku berangkat dulu,"
"Mia, berhati-hatilah di jalan," sahut Lilian.
Gadis yang bernama Mia itu tersenyum dan melambaikan tangan kepada orang tuanya.
Mia Colton, putri dari pasangan Colton. Begitu dia mendengar kalau ayahnya sudah tidak memiliki pekerjaan, gadis itu berinisiatif untuk membantu orang tuanya bekerja. Beruntunglah Tuan Rufus, seorang tetangga yang memiliki berhektar-hektar tanah di desa itu menawari Mia pekerjaan untuk memetik buah-buahan hasil panennya.
Namun tetap saja, pendapatan Mia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Suatu hari, Alex Colton mendengar bahwa ada seseorang dari kota yang selalu datang ke desa itu untuk menawarkan pinjaman modal dengan bunga.
"Temui saja James Arthur. Pinjam modal kepadanya dan bangunlah usahamu lagi, Alex. Anak muda jaman sekarang sudah pindah ke kota semua dan mencari kerja di sana. Kita, para tetua yang tetap bertahan di desa, kesulitan untuk membangun usaha, karena di kota lebih menjanjikan," ucap Rufus saat Alex hendak menjemput Mia dari ladang tetangganya itu.
"Kamu pernah meminjam darinya?" tanya Alex. Dia tak ingin percaya begitu saja perihal James ini.
Ibu jari Rufus mengarah ke belakang. "Itu hasilnya, Alex! Hahaha, darimana aku bisa dapat modal untuk membeli tanah dan ladang berhektar-hektar seperti itu? Itu semua berkat James,"
Alex mengangguk-angguk dan kembali berpikir. "Nanti akan kupikirkan. Kalau aku setuju, belum tentu Lilian setuju,"
"Huh! Wanita seperti Lilian pasti setuju. Dia pernah hidup di atas, pasti dia juga ingin segala kemasyhuran dan kemewahannya kembali padanya," rayu Rufus.
Mia pun datang dan berpamitan kepada Rufus. "Sampai jumpa besok, Tuan,"
"Mia, upahmu. Aku lebihkan, belilah pakaian yang bagus untukmu dan untuk ibumu. Hahaha," ujar Rufus, tertawa congkak.
Mia mengucapkan terima kasih tetapi tidak dengan Alex. Pria itu mendengus kesal dan menarik lengan anak gadisnya kasar untuk segera pergi dari sana.
Malam hari itu, Alex membicarakan niatnya untuk bertemu dengan James Arthur. "Aku akan meminjam sejumlah uang kepadanya untuk membangun usahaku kembali," jelas Alex. "Bagaimana menurutmu?"
"Berapa bunganya? Apakah kamu sanggup membayarnya nanti?" tanya Lilian.
Alex kecewa karena istrinya tak langsung menyetujui usulnya. "Kamu meragukanku? Saat perusahaanku berjaya, kamu juga yang menikmati semua hasil jerih payahku, 'kan? Pantaskah sekarang kamu meragukan kemampuanku? Pasti aku akan sanggup membayarnya,"
Melihat suaminya sangat yakin, Lilian pun setuju dengan usul Alex. "Baiklah, ayo kita temui James Arthur,"
Maka, mereka pun menunggu kedatangan James di sisa minggu itu. Sampai pada akhirnya, pasangan itu bertemu dengan James Arthur.
James Arthur, sosok pria kurus berambut klimis dan celana cutbray dengan bahan korduray. Itu saja yang selalu dia pakai kemana pun.
"Namamu?" tanya James saat melihat pasangan Colton ikut mengantri.
"Alex Colton dan Lilian Colton," jawab Alex. Pria itu tampak salah tingkah dan *******-***** topi koboinya untuk menghilangkan kegugupan.
James menulis dengan asal dan tulisannya sangat berantakan seperti ceker ayam. Entah bagaimana dia bisa mengingat daftar panjang para kliennya itu. "Berapa pinjamanmu?"
Alex menjawab tanpa berpikir. "Pinjaman tertinggi yang bisa kau berikan,"
James mengangkat wajah dekilnya. "Apa jaminanmu?"
"Rumah kami dan segala harta benda yang ada di dalamnya," jawab Lilian memastikan kalau mereka sanggup membayarnya.
Sang Pemberi Hutang itu menatap kedua mata pasangan Colton selama beberapa saat, lalu kembali menulis dan memberikan sejumlah uang dalam koper sesuai yang diminta oleh Alex. "Bunga akan dikenakan setiap bulan, usahakan bayar tepat waktu atau kalian akan segera menjadi pengemis bulan depan!"
"Ba-, baik, Tuan Arthur. Kami akan membayarnya bulan depan lengkap beserta bunganya," janji Alex dan Lilian.
Janji tinggalah janji saat usaha yang didirikan Alex sama sekali tidak mendapatkan keuntungan. Wajar saja, tetapi tidak untuk Alex yang harus sudah membayar tagihan pertamanya.
"Apa yang salah? Semua sudah kulakukan dengan benar!" kening Alex berkerut-kerut saat dia memeriksa laporan serta SOP yang telah dia lakukan bertahun-tahun lalu.
Uang pinjaman yang dipinjam oleh pasangan itu, habis hanya untuk membayar hutang. Sedangkan usaha mereka belum menampakkan hasil sama sekali.
Hingga bulan kelima, uang pinjaman mereka tidak cukup untuk membayarkan pinjaman serta bunga yang ditetapkan oleh James Arthur.
"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Lilian ketakutan. Dia bahkan belum menggunakan uang pinjaman itu sepeser pun untuk dirinya sendiri.
"Kita akan meminta kebijakan dari Tuan Arthur. Beliau pasti mengerti keadaan kita," harap Alex, berusaha menenangkan istrinya.
Lilian menautkan kedua tangannya seperti berdoa. "Semoga saja. Kalau dia tidak mengerti, bersiaplah untuk menjadi gelandangan. Kasihan sekali Mia,"
Alex memeluk istrinya dan berharap semua akan berjalan baik-baik saja. "Tenanglah, aku akan melakukan apa saja supaya kita tidak jadi gelandangan,"
James pun datang dan menagih hutang kepada pasangan Colton. "Kalian belum ada uang? Hah! Alasan macam apa itu!"
"Benar, Tuan Arthur. Kami mohon, mengertilah. Usaha kami belum mendapatkan keuntungan dan bahkan tidak ada yang tertarik untuk membeli sesuatu di tempat kami. Maafkan kami, Tuan Arthur," Alex dan Lilian bersimpuh di bawah kaki James dan memohon belas kasihan dari pria kurus itu.
"Hei! Ambil semua barang-barang yang ada di rumah ini! Bawa semuanya dan jangan ada yang disisakan!" titah James. Dia menyelipkan cerutu Alex di mulutnya.
Pasangan Colton menangis dan menahan kaki James untuk memberikan keringanan kepada mereka. Para warga di desa itu segera saja memadati rumah Colton dan berbisik-bisik tentang mereka.
"Kasihan sekali, yah," tukas salah seorang warga.
"Harusnya ada yang memberitahukan kepada mereka bagaimana berhutang pada James. Dia tidak mengenal belas kasihan," ujar yang lain lagi.
Di tengah kerumunan itu, seorang gadis berusaha menerobos dan menyeruak kerumunan yang memenuhi rumahnya. Kabar tentang pasangan Colton yang berhutang dan ditagih oleh James akhirnya sampai di telinganya.
"Hei, Tuan!" Mia menarik baju James. "Apa yang kau lakukan kepada orang tuaku? Dan, apa-apaan ini? Kenapa orang-orang ini mengambil semua barang kita? Ayah, apa yang terjadi?"
Mia berusaha mengambil kembali barang-barang yang dibawa oleh anak buah James. Tarik-tarikan pun terjadi, tapi tenaga para pria itu lebih besar dari Mia, sehingga gadis mungil itu pun jatuh tersungkur.
James melihat Mia dengan tatapan tertarik. "Tunggu! Ini anakmu?"
Kedua manik Mia memandang tajam James, dia tidak takut dengan James Arthur atau siapa pun!
"Ya, itu anak kami, Tuan," jawab Lilian masih bersimpuh.
James menyentak kedua kakinya sehingga pasangan Colton terjungkal. "Ayah! Ibu!" pekik Mia. Dia segera berlari dan menghampiri orang tuanya.
"Hehehe, cantik juga. Baiklah, aku akan melunaskan hutangmu, dengan syarat, anakmu yang cantik ini aku ambil," ucap James. Sambil bersiul, pria itu mengitari Mia dan memandangnya dengan liar. "Aku akan menjual putri kalian dengan harga tinggi, jika harganya sesuai dengan hutang kalian, maka aku akan menghapus hutang kalian beserta bunganya. Tapi, kalau dia tidak laku, aku akan menuntut kalian! Hahaha, tapi aku yakin sekali, anak gadis ini akan laris manis," James mencium pipi Mia.
"Ayah, ibu, apa maksud pria ini?" suara Mia bergetar, dia mulai ketakutan.
"Ikutlah bersamanya, Mia! Maafkan kami," kata Lilian tanpa berani memandang wajah putrinya.
Dengan kasar, James menyeret Mia. Gadis itu tak tinggal diam, dia berteriak meminta tolong kepada kedua orang tuanya. Namun, seakan tulis, baik Alex maupun Lilian tidak menghiraukan tangisan serta teriakan Mia.
"Aku akan menjualmu sesuai dengan hutang yang ada pada orang tuamu," kata James keesokan harinya.
Dia memakaikan gaun cantik pada Mia serta mahkota bunga untk rambut bronzenya yang terurai panjang. "Kamu sangat cantik, aku yakin banyak yang akan menawarmu, hehehe,"
Namun, bayangan James melesat jauh. Ketika hari mulai petang, hanya Mia yang masih berada di Pasar Budak. James memasang harga terlalu tinggi sehingga orang yang menginginkan Mia tidak bisa menawar gadis cantik tersebut.
Tak patah arang, James menghubungi seorang kawan lama. "Tuan Walter, hahaha. Apa kabar? Aku ingin menawarkan barang bagus kepada Anda. Lihatlah pesan yang kukirimkan, apakah Anda berminat?"
Terdengar suara bass yang sedang membalas tawa James dari seberang. ("Hahaha, aku baik, Arthur. Tunggu aku lihat, wow! Darimana kau dapatkan barang ini, hah? Hahaha, luar biasa. Berapa kau buka harga untuk gadis ini?")
Hati James bersorak girang. "Murah saja, Tuan Walter. Akan kuantarkan sore ini, supaya kau bisa cepat bermain dengannya. Bagaimana, Tuan?"
Lagi-lagi suara tawa kegirangan terdengar dari sebrang. ("Hahaha, kau selalu tau yang kumau, Arthur. Bawalah kepadaku, aku akan menikahinya dan akan kupamerkan kepada orang-orang kalau aku mempunyai istri cantik yang kubeli darimu, hahaha!")
"Hahaha, jadi Anda ingin menikahinya? Luar biasa sekali, bergerak cepat bagai seekor cheetah yang mengejar mangsanya, hahaha! Aku suka itu. Baiklah, akan kuantarkan sekarang," jawab James dan mengakhiri panggilannya.
"Hei, Cantik! Beruntunglah, ada yang ingin membelimu. Kalau tidak, nasib orang tuamu akan habis malam ini tapi mereka beruntung. Kau tidak hanya dibeli tapi pria kaya itu ingin menikahimu juga, hahaha! Nikmatilah dia, Cantik!"
Mia menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Tidak! Aku tidak mau!"
Namun kesadarannya perlahan menghilang, saat James menutup mulutnya dengan sehelai saputangan.
"Aku tidak mau menikah," batin Mia dalam hati.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Lina A.
Kak Olive, aku datang.....ternyata kita sama-sama ikutan event terjerat benang merah ya 😁
2023-02-13
0
𝓐𝔂⃝❥Ŝŵȅȩtŷ⍲᱅Đĕℝëe
Aduh semoga Mia ngga kenapa-kenapa 🥺
2023-02-08
0
Noviyanti
mampir kemari.. itu karyamu kenapa dihapus
2023-02-07
0