Kapan Tanggal Pernikahannya?

"Papahhh..." Teriak Melisa histeris saat keduanya sudah berada di dalam kamar bersiap untuk tidur.

"Ada apa, Ma? Kenapa histeris begitu?"

"Lihat ini." Ucap Melisa sambil memperlihatkan sebuah pesan dari putra mereka.

"Sepertinya Papa tak perlu mencarikan Ergo calon istri. Lihat bagaimana anakmu, Ma. Kemarin dia bersikeras untuk tidak menikah lalu lihat sekarang."

"Kenapa Papa jadi kesal sih. Kan kalau begini bagus. Mungkin Ergo hanya tak tahu bagaimana menolak tawaran Papa dan belum siap untuk mengenalkan calon istrinya."

"Kalau bagitu dorongan Papa ada hasilnya."

"Benar sekali. Akhirnya Mama punya calon mantu. Apa yang harus Mama masak untuk besok malam. Ah... Jadi bingung, bagaimana ini? Mama jadi ingin belanja sekarang juga."

Putra hanya bisa menggeleng maklum dengan tingkah istrinya. Sebenarnya Melisa yang selalu mendesak Putra untuk segera mencarikan Ergo calon istri. Mau tak mau dia harus membicarakan hal ini dan selalu dibenci oleh putranya itu karena terus membahas soal pernikahan.

#

Berulang kali Venita berputar-putar di depan kaca hanya untuk melihat apakah penampilannya cukup sopan untuk pergi menemui orang tua Ergo. Ini kali pertama Venita memakai gaun selama hidupnya. Dia merasa gaun yang dia pakai pada bagian depan sedikit terlalu terbuka.

Ya walaupun sebenarnya dia tidak memiliki pilihan lain jikapun dia keberatan memakai gaun ini. Lagipula Ergo hanya memberikan satu gaun khusus untuk dipakai malam ini untuk menemui orang tuanya. Venita tak diberi kesempatan untuk memilih bajunya sendiri. Mungkin Ergo tak percaya dengan selera berpakaian Venita.

Meskipun begitu Venita bersyukur Ergo masih membiarkan Venita untuk menata rambut dan juga merias wajahnya sendiri.

Juga jika memang ini gaun yang ingin Ergo pilih untuk Venita pakai menemui kedua orangtuanya, maka Venita hanya tinggal memakainya. Venita selalu lupa bahwa dirinya tak memiliki waktu untuk mengeluh.

Tok tok tok

"Nyonya, Tuan Besar dan juga Tuan Muda sudah menunggu Anda di bawah."

"Iya. Aku akan segera turun." Venita menghentikan kegiatannya di depan kaca dan mengambil tas tangannya untuk dibawa turun.

Seperti kata Ema dua laki-laki tampan sudah berdiri menunggunya di lantai bawah.

"Papa lihat! Mama cantik bang.. opss.. maksud Stevan Tante Venita cantik banget." Puji Stevan kepada Venita saat berjalan ke arah mereka.

Venita yang sudah terbiasa dipanggil 'mama' entah tiba-tiba merasa sedikit kecewa saat Stevan memanggilnya tante. Mungkin Ergo yang menyuruhnya karena mereka belum resmi menikah. Memang mungkin akan aneh jika tiba-tiba saja orang lain mendengar Stevan memanggilnya mama disaat dia dan Ergo belum resmi menikah.

"Terimakasih." Ucap Venita senang membalas pujian Stevan. Karena dia tahu pujian dari anak kecil itu sangat tulus. Bahkan lebih menyenangkan mendengar pujian dari anak kecil daripada mendengarnya dari mulut seorang pria.

"Ayo kita berangkat." Ucap Ergo tanpa mengomentari penampilan Venita sama sekali.

Venita tak terkejut mendapat reaksi seperti itu. Dia malah akan terkejut jika sampai Ergo membuka mulut untuk memujinya.

#

"Omaaaaa..." Stevan berlari ke arah omanya tepat setelah pintu rumah itu dibuka.

"Oh cucu oma sudah datang?"

"Ini pasti Venita." Ucap Melisa pada calon menantunya.

"Iya. Saya Venita." Ucap Venita tersenyum kikuk.

Melisa mengarahkan semuanya ke meja makan. Mereka juga menyapa Papa Ergo yang masih berada di ruang keluarga. Namun akhirnya Melisa membuatnya untuk bergabung dengan mereka di meja makan.

Setelah semuanya berkumpul, Venita mendadak menjadi semakin gugup. Bodohnya dia yang terlalu memikirkan penampilan sampai lupa tak mempersiapkan diri jika mereka bertanya tentang hal pribadinya.

Yang membuat Venita tak habis pikir, Ergo sama sekali tak membahas soal hal ini. Dia tak memberinya arahan apapun untuknya. Apakah dia boleh mengatakan apa adanya jika mereka bertanya?

"Mama dan Papa sangat terkejut dan juga senang saat kamu mengabari bahwa akan mengajak Venita makan malam di rumah." Ujar Melisa.

"Benar sekali. Seharusnya kamu mengenalkan Venita pada kami lebih awal." Tambah Putra.

"Sebenarnya kami juga baru mengenal satu sama lain, tapi Stevan sudah sangat cocok dengan Venita. Aku pun juga merasa sama. Jadi kami memutuskan untuk menikah sesegera mungkin."

Kedua orang tua Ergo saling menatap bingung dengan perkataan anaknya. Memang menemukan wanita yang mau menerima pria dengan seorang anak bukanlah perkara yang mudah, tapi jika mereka belum terlalu lama saling mengenal apakah ini tidak terlalu terburu-buru untuk menikah.

"Mama melihat Venita masih begitu muda. Berapa umurmu sayang? Atau karena kamu memiliki wajah baby face jadi terlihat lebih muda dari seharusnya?"

"Sebenarnya saya memang masih muda. Saya berumur 20 tahun."

"Ah..." Melisa mengangguk mengerti. Ternyata penilaiannya tidaklah salah. Venita memang masih sangat muda.

"Bagaimana dengan kedua orangtuamu? Apa Ergo sudah datang menemui mereka?"

"Venita sudah tidak memiliki orangtua." Sela Ergo.

"Maafkan aku." Sesal Melisa.

"Bukan masalah. Itu sudah terjadi cukup lama. Saya sudah terbiasa hidup mandiri."

Kedua orangtua Ergo kembali saling menatap. Kenapa mereka selalu tak mengerti apa yang sedang dipikirkan anaknya.

Sebenarnya saat pertama kali melihat Venita, Melisa dibuat terkejut. Masalahnya wanita ini terlihat masih begitu muda dan sangat bertolak belakang dengan ekspektasinya. Karena sejak dulu Ergo selalu menyukai tipe wanita yang memiliki sifat tegas dan dewasa. Sedangkan Venita terlihat lebih lembut dan manis.

Mungkin karena sisi mandiri pada Venita yang membuat Ergo jatuh hati padanya. Melisa hanya bisa menebak.

"Jadi.. kapan kita akan menetapkan tanggal pernikahan?" Tanya Ergo yang membuat Melisa hampir tersedak. Dia mengambil segelas air lalu meneguknya cepat-cepat.

"Pelan-pelan, Ma." Ucap Putra sambil mengambil gelas kosong dari tangan istrinya.

"Kenapa kamu begitu terburu-buru? Kenapa kita tidak mencoba saling mengenal satu sama lain lebih dulu sebagai keluarga?"

"Bukankah akan lebih mudah jika semuanya dilakukan setelah menikah? Lagipula bukannya Papa dan Mama senang melihatku akan segera menikah."

"Benar Oma.. Mam-em.. maksud Stevan, Tante Venita bisa tinggal di rumah kalau sudah menikah dengan Papa." Celetuk Stevan setelah mendengar kata menikah.

Stevan baru mendengar dari papanya kemarin kalau mamanya tidak bisa tinggal di rumah terlalu lama karena keduanya belum menikah. Jadi papanya meminta Stevan untuk mengizinkan Venita pulang kerumahnya, tapi Stevan tidak ingin mamanya pulang. Stevan ingin Venita terus berada di rumah bersama mereka.

Melisa tersenyum setelah mendengar Stevan memanggil 'mama' pada Venita dengan begitu lugas. Tentu saja Ergo pasti telah memikirkan semuanya sebelum memutuskan untuk menikah. Bagaimana bisa dia meragukan keputusan putranya.

"Mungkin kamu benar. Bagaimana menurut Papa? Sepertinya kita akan mendapatkan mantu lebih cepat dari dugaan kita."

"Papa ikut keputusan Mama."

Melisa mengangguk mengerti. "Baik. Bagaimana kalau kita membicarakan tentang tanggal pernikahan kalian sekarang juga? Apa Venita keberatan?"

Venita yang sedari tadi terdiam akhirnya bereaksi. Dia menggeleng kecil. Lagipula jika mereka lebih cepat menikah maka hidupnya juga lebih mudah.

#

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!