Menikahlah Denganku

"Papa.. Stevan mau masuk juga. Stevan mau ngobrol sama mama juga..." Teriak bocah laki-laki itu di luar kamar.

Ergo tampak menghembuskan nafas panjang. Saat ini dokter keluarga mereka tengah mengobati luka-luka Venita. Ternyata benar dugaannya. Bahunya patah dan harus dirawat sampai beberapa hari ke depan. Venita juga disarankan untuk tidak banyak bergerak agar cideranya tidak bertambah parah.

Selain itu tidak ada luka serius lainnya. Hanya sedikit lecet di bagian lengan dan dahi.

"Papa..." Bocah itu masih saja berteriak dan membuat Dokter Ferdi tersenyum kecil.

"Maaf, Dok." Sesal Ergo.

"Tuan muda selalu bersemangat." Ucap Dokter Ferdi sambil tertawa kecil.

"Benar. Energinya luar biasa tak terkendali."

"Kalau begitu semuanya sudah selesai. Jika ada keluhan lainnya Tuan bisa menghubungi saya."

Ergo mengangguk mengerti dan kemudian Dokter Ferdi permisi untuk pergi. Hal itu digunakan Stevan untuk mencoba masuk, tapi penjaga berhasil menghalanginya. Karena Ergo sudah melarang mereka untuk membiarkan Stevan masuk.

"Apa maumu sebenarnya?" Tanya Venita pada Ergo bingung.

Kemarin pria ini sudah menolongnya dan sekarang dia sampai memanggil seorang dokter untuk mengobati luka-lukanya. Atau jangan-jangan ini salah satu taktik agar hutangnya bertambah dan dia mau menuruti kemauan pria untuk menjual diri?

"Menikahlah denganku."

Tentu saja pasti... Hah?! Apa?

"Apa?!" Tanya Venita coba mengoreksi apa yang baru saja dia dengar.

"Dengar baik-baik karena aku tidak akan mengulanginya lagi. Aku memintamu untuk menikah denganku."

"Kenapa? Kenapa aku harus menikah denganmu?"

"Karena kamu tidak memiliki pilihan lain selain menikah denganku. Anggap hal ini sebagai tawaran yang bagus."

"Kamu ingin menjadikanku sebagai simpanan? Tidak. Aku menolak."

"Apa kamu tuli atau bagaimana? Aku memintamu menikah dengangku. Bukankah sudah jelas aku akan menjadikanmu seorang istri?"

"Tapi kamu sudah memiliki anak."

"Ya, tapi belum tentu aku juga memiliki seorang istri."

Venita terdiam. Jadi pria ini duda beranak satu? Dia ingin memukul mulutnya sekarang juga. Dia tak tahu akan hal itu. Beruntung sepertinya pria ini tidak marah dengan ucapannya tadi.

"Jadi kamu ingin menikahiku secara resmi?"

"Sangat resmi."

"Semua keluargamu akan tahu saat kita akan menikah?"

"Tentu saja. Bahkan akan ada pesta pernikahan juga."

Astaga. Mimpi apa Venita semalam? Bagaimana bisa dia dilamar dengan cara aneh seperti ini?

"Tapi kenapa harus aku?"

"Bukannya aku sudah bilang, karena kamu tidak memiliki pilihan lain selain menikah denganku."

"Tidak bisa. Aku sedang dikejar banyak rentenir. Kamu akan kesulitan jika memilih menikah denganku "

"Aku tahu. Aku akan melunasi dan membayar hutang-hutangmu jika kamu bersedia untuk menikah denganku."

"Kamu serius? Kamu bahkan belum bertanya berapa nominalnya."

"Aku sudah tahu berapa jumlah hutangmu dan di tempat mana saja hutang itu berasal. Bahkan aku juga tahu tempat lain dimana orang-orang mereka belum mulai mengejarmu."

"Bagaimana kamu bisa tahu? Apa kamu mengecek latar belakangku?"

"Tentu saja. Aku tak mungkin asal memilih calon mama untuk Stevan."

Venita mengangguk mengerti. Sepertinya apa yang pria ini tawarkan cukup membuatnya tertarik. Dia tak harus berlari dan bersembunyi untuk menghindari para rentenir itu.

"Apa syaratnya? Tidak mungkin kan kamu hanya ingin menjadikanku seorang istri setelah membayar miliyaran uang."

"Kamu pintar." Ergo mengambil sebuah amplop coklat dari laci meja nakas. Dia mengeluarkan sebuah kertas dari dalam amplop. "Baca baik-baik dan tanda tangani setelahnya."

Venita membaca beberapa baris kalimat yang ada di kertas itu. "Hanya ini?" Tanyanya tak percaya.

Ergo mengangguk yakin. "Kamu bisa menolaknya, aku tidak akan memaksa."

Venita terdiam sejenak. Sebenarnya hanya ada satu syarat dan hal itu sangat mudah. Venita hanya tak mengerti apa yang sedang pria kaya ini lakukan. Apa dia hanya sedang kelebihan uang dan bingung untuk menghabiskannya kemana?

"Mana bolpoinnya?"

Ergo menunjuk pada laci meja nakas. Venita membuka dan menemukan sebuah bolpoin di dalamnya. Tanpa ragu dia menandatangani surat perjanjian itu. "Sudah."

Ergo menerima surat yang telah Venita tanda tangani "Baik. Pertama kita sembuhkan dulu lukamu. Sebelum kita memperkenalkanmu pada keluargaku."

Venita masih tak percaya mendengar kalimat yang Ergo ucapkan. Astaga dia akan benar-benar menikah. Bahkan pernikahan ini akan sangat resmi. Bukan sebagai istri siri atau simpanan. Dia benar-benar akan menikah secara resmi.

Saat Ergo keluar Stevan langsung melesat masuk ke dalam kamar. Anak itu menyelinap begitu gesit.

"Mama masih butuh istirahat." Ucap Ergo pada putranya.

"Iya Stevan tahu. Stevan hanya mau menyapa mama." Ucah bocah kecil itu menghampiri tempat tidur Venita.

"Apa Mama baik-baik saja? Apa kata dokter?" Tanya bocah itu pada Venita.

Venita masih bingung saat kembali dipanggil mama oleh anak ini. Rasanya masih sangat canggung. Dia bahkan masih berusia 20 tahun dan sekarang sudah memiliki anak sebesar ini?

"Mama baik-baik saja. Walaupun bahu mama cidera, tapi semuanya akan baik-baik saja setelah beberapa hari." Ucapnya kemudian mengikuti peran yang bocah itu berikan padanya.

Wajah bocah itu terlihat sendu. Namun beberapa saat kemudian kembali tersenyum bahagia. "Apa Mama mengingatku?" Tanya bocah itu antusias.

Sebenarnya memang ada rasa familiar saat Venita menatap Stevan. Bukan karena Stevan mirip dengan Ergo, tapi rasanya mereka seperti pernah bertemu.

"Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" Tanya Venita tak yakin.

Mendengar pertanyaan Venita membuat Stevan mengangguk semangat. Dia tersenyum senang saat mengetahui Venita dapat mengingatnya.

"Tapi dimana?" Tanya Venita pada dirinya sendiri.

"Di taman. Saat itu Mama memberikanku roti cokelat."

"Ah..." Akhirnya Venita ingat siapa bocah ini. Dia anak yang bermain ayunan sendirian di depan taman mini market tempatnya bekerja.

Saat itu Venita mendapat shift siang dan akan berangkat kerja. Namun dia dihentikan oleh anak kecil yang sedang menangis sambil menghampirinya. Padahal sebelumnya anak itu baik-baik saja saat bermain ayunan sendirian.

Merasa bingung dan tak tahu harus berbuat apa. Akhirnya Venita memberikan roti ditangannya pada anak itu. Padahal roti itu makanan satu-satunya yang dia miliki. Dia bahkan belum makan dari semalam. Roti itu harusnya menjadi makan siang sekaligus pengganjal perutnya dihari itu.

"Jadi kamu anak itu." Tambahnya lagi.

Awalnya Venita pikir Stevan hanya anak kecil yang mungkin rumahnya tak jauh dari mini market. Dia berpikir anak itu sedang bertengkar dengan temannya atau bagaimana. Namun siapa sangka bahwa anak yang dia ajak bicara merupakan anak dari duda muda kaya raya.

"Aku senang Mama yang akan menjadi mamaku." Ucap Stevan gembira. Venita hanya bisa menanggapi ucapan Stevan dengan senyuman.

"Kalau begitu sebaiknya Stevan pergi. Mama harus beristirahat. Dadah Mama..." Stevan mencium pipi Venita sebelum melambai riang pergi keluar kamar.

Tepat setelah Stevan pergi seorang pelayan datang untuk mengantarkan sarapan untuk Venita. Ah, Venita sampai lupa kalau dia belum makan apapun dari kemarin.

#

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!