Ketiga lembar tisu yang semula terlipat, telah dibuka sempurna oleh pak boss baru. Mengibas tisu beberapa kali sambil memandang ketiga pembantunya bergiliran.
"Ini tulisan siapa?" tanya boss baru. Menunjuk lembar tisu yang berisi tulisan RIDWAN ARIL ke arah geng pembantu, dipandanginya mereka bertiga sekaligus.
Nola, Murni dan Ossa saling berpandangan. Mereka bertiga justru seperti ingin tertawa. Menyadari kesalahan menulis bisa jadi telah mereka lakukan.
"Tulisan saya itu, pak boss,," jawab Murni mengakui. Tidak lagi mampu menahan senyum lebarnya. Merasa sendiri jika telah salah menulis.
"Kenapa namaku tidak sekalian kamu tulis Ridwan Kamil saja?" tegur boss baru tanpa sedikit pun tersenyum.
"Salah ya, pak? Yang benar apa?" tanya Nola menyela. Sudah tidak sabar menunggu, seberapa benar dan salah tulisannya.
Boss baru memandang Nola dengan picingan tajam matanya. Mengacuhkan tanya Nola dengan kembali mengacungkan lembar tisu berikutnya.
"Ini, tulisan siapa?" lanjut tanya boss baru. Membuka lembar tisu yang ada tulisan Ri Johan Najil yang diacungkan kepada mereka bertiga.
"Nama pak boss yang saya tulis itu, betul atau tidak, pak?" tanya Nola berbinar. Wajahnya sedang tersenyum penuh harap.
Boss baru yang arrogant itu kembali mengacuhkan respon Nola. Kini menunjuk pada lembar tisu yang terakhir. Membuka lebar dan mengarahkan lagi kepada mereka bertiga.
Ossa berdebar, tentu saja itu milikknya. Agak was-was dengan apa yang sudah ditulis di sana. Bisa jadi benar, atau justru salah total.
"Nama pak boss yang saya tulis itu, benar apa tidak, pak?" tanya Ossa yang serupa dengan cara Nola bertanya.
Boss baru tidak menjawab. Meletakkan ketiga lembar tisu di atas meja depan Murni. Mengeluarkan dompet dan mencabut salah satu kartu dari dalamnya. Sebuah kartu bank dilemparkannya di meja berdekatan dengan tisu.
"Kamu, Marni. Bacakan namaku." Boss baru memandang pada Murniati.
Meski dengan hati penuh gerutu, boss baru suka-suka menyebut nama Murni jadi Marni, tapi begitu perhitungan dengan namanya sendiri. Diambil dan dilihatnya jugalah kartu bank itu.
"Reizoan Azril !" Murniati telah membaca nama boss baru yang tertulis di kartu bank dengan lantang.
Meletak perlahan ke meja kembali, menatap Nola dan Ossa penuh senyuman. Mungkin Murniati sedang merasa konyol pada tulisannya sendiri.
"Pilihlah, di antara ketiga tisu itu, mana yang menurutmu paling benar untuk penulisan namaku?" boss baru memandang Murniati dengan ekspresi menyuruh.
Tangan Murni perlahan mengulur pada tumpukan tisu dan memilih. Selembar tisu telah dipilih dan dipegangnya.
"Ini menurutku yang paling mendekati, pak boss," ucap Murni sambil mengulur selembar tisu pada boss baru.
"Kamu kasih pada penulisnya," ucap pak boss sambil memajukan dagunya yang nampak bekas bercukur dan bersih.
Murniati menoleh. Memandang sebentar pada Nola, kemudian pada Ossa dengan mengulurkan tisu yang dipilihnya.
Ossa melebarkan mata meski telah juga menduganya. Nama boss yang dituliskan adalah yang mendekati kebenaran. Dan memang telah diyakininya.
"Ossa yang menulisnya agak benar, pak boss," ucap Murni. Boss baru tampan itu menaikkan sebelah alisnya pada Murni.
"Apa pendidikan kamu?" tanya boss baru. Matanya memandang pad Murni.
"Diploma satu tata boga, pak," sahut Murni dengan bangga.
"Kamu,,?" tanya boss pada Nola.
"Sarjana tidak tamat, pak," sahut Nola tanpa nada pongah dan bangganya.
"Tidak tamat?" ulang boss baru terheran.
"Saya dirayu sama mantan suami saya. Mantan suami saya orang Aceh, pak." Nola menjawab dengan galau.
"Lalu?" boss baru merasa tertarik. Tidak menyangka jika Nola ternyata seorang janda, bahkan memiliki pengalaman pendidikan.
"Suami saya itu tentara masuk desa, pak.Saya kepincut. Nikah siri deh... Diajakin ke mana-mana, saya justru suka. Kuliah yang sudah tujuh semester, rela saya tamatin sendiri. Ternyata dia kembali ke Aceh ninggalin saya. Masih untung saya nggak sempat hamil, pak,," Nola bercerita sekaligus berkeluh kesah pada boss barunya. Wajah ceria itu sedang bermendung sesaat.
Tidak ada tanggapan sepatah kata pun dari boss baru. Justru kini matanya telah bertukar sandar pada Ossa. Nola merasa begitu menyesal telah bercerita segalanya.
"Kamu?" Boss baru menunjuk Ossa dengan dagunya.
"Diploma perhotelan, pak,," jawab Ossa dengan jelas.
"Diploma berapa?" desak boss baru.
"Ahli Madya, pak boss," jawab Ossa tersenyum.
"Tamat ?" tanya boss baru dengan mata memicing.
"Tamat dong, pak. Tidak ada tentara satu pun yang masuk ke desa saya," sahut Ossa berseloroh.
Sudah diduga, wajah boss baru datar saja. Tidak ada sambut respon pada segala keterangan dari ketiga pembantunya. Meski diam-diam merasa salut pada kakak lelakinya. Arzaki sudah cukup selektif mencari pekerja untuk rumah dan penginapan.
"Ossa, coba tunjuk lagi tulisan kamu," ucap boss baru sekali lagi dengan memajukan dagunya saja.
Ossa membentang kembali tissu kusut yang sempat diremas-remas tidak sadar, saat menjawab segala tanya boss baru yang tampan di depannya. Bahkan tulisan nama dengan ejaan Rei Zoan Azril yang 98% mendekati kebenaran itu, nampak berlenggok dan agak susah dibaca.
"Jadi sudah sangat jelas tugas kalian. Meski untuk sementara juga harus serabutan." Boss baru mulai menjelaskan tugas kerja masing-masing.
"Marni, kamu memegang bagian konsumsi. Nola kamu melayani tamu hotel dan kamarnya. Dan Ossa, kamu menerima tamu dan mengatur penyediaan kamar."
"Akan kutambahkan satu orang lagi. Untuk bagian laundry dan kebersihan."
"Serta satu orang lelaki, untuk menjaga pos dan pagar di depan."
"Saat aku datang, penginapan sangat tidak aman dan tidak terjaga. Kalian tidur mendengkur di belakang dengan nyenyak. Bagaiman bisa kalian tidur pulas seperti itu? Apa kalian merasa sudah aman? Kalian tidak sadar jika di area wisata ini masih banyak kasus kriminalitas?" tanya boss baru mencecar. Dan memang seperti itulah kenyataannya.
"Kami tahu itu, pak boss. Minta maaf dengan kelalaian kami ini." Murni menanggapi dengan pengakuan jujurnya.
Bahkan Murni juga tidak pernah lupa. Kurang lebih tiga tahun lalu, penginapan ini pernah didatangi segerombol perampok. Untung security saat itu cukup cerdas. Berhasil menghubungi seorang polisi yang bertugas di kepulauan Seribu, dan polisi datang cepat tepat waktu. Sehingga perampokan waktu itu, gagal total dilakukan. Lebih bersyukur lagi, tidak pernah terjadi perampokan lagi di kemudian hari. Hingga detik ini..
"Oke, kalian bertiga baik-baiklah di rumah. Aku akan ke kota mengambil dua orang pekerja dari agency."
"Aku akan kembali nanti malam," ucap boss pengganti sambil bergerak berdiri.
"Pak boss, ini masakan saya tidak di makan? Anda tidak mencobanya?" tanya Murniati dengan risau. Kecewa jika lelahnya tidak mendapat apresiasi.
"Kalian makan saja. Aku tidak selera," ucap boss pengganti sambil berlalu dengan abai. Lupa dengan bagaimana kecewanya perasaan tukang konsumsi.
"Mak, aku lapar. Boleh tidak kuhabiskan semuanya?" tanya Ossa dengan duduk cepat-cepat.
Selain untuk menghibur, tapi rasanya sungguh lapar dan lelah. Boss pengganti sangat lama membuat mereka berdiri. Hingga lelah kaki menyangga bergantian antara kanan dan kiri.
Kini mereka telah makan dan berusaha tidak peduli. Mengabaikan sikap boss pengganti yang bersikap arrogant sekali.
"Mak, aku nggak jadi beli ponsel. Uang bonus dari pak Arzaki akan kubelikan baju-baju bagus saja sebagian. Demi kelancaran bertugas," ucap Ossa tiba-tiba.
"Kamu akan ke kota?" tanya Murni di sela sibuk makannya.
"Ah, jauh sekali ke Jakarta kota, mak. Aku nyari online saja. Di bukabapak atau di bling-bling saja,," jawab Ossa sambil mengeluarkan ponselnya. Mak Murni terbengong memandang kroco cantiknya, tak paham.
Nola menjewer telinga Ossa tiba-tiba.
"Aduuuuh," keluh Ossa terkejut.
"Ngomong yang betul. Bikin orang tua bingung saja," tegur Nola dengan terus menjewer sengaja.
"Di Bukalapak dan di Blibli, maak,,!" ralat Ossa dengan cepat. Nola memang terbiasa menjewer telinga jika dirinya tidak benar berbicara.
"Siapa yang akan ke kota? Aku nitip belikan cincin,,," tanya Murniati kemudian. Nola memandang seketika padanya.
"Tenang, mak. Jika penginapan buka, biasanya kamu disuruh belanja ke pasar besar. Pergilah kamu, mak. Tapi aku nitip,," sahut Nola dengan wajah berbinar.
"Nitip apa kamu, Nol?" Murni memandang Nola penasaran.
"Belikan vitamin-vitamin di apotik, mak. Untuk kehamilanku,," ucap Nola berbisik. Khawatir jika boss pengganti datang kembali dan mendengar.
Murniati menghela nafas dan mengangguk.
"Iya, Nol. Kamu tulis saja semua nama vitaminnya. Aku takut salah," ujar Murni menyanggupi. Nola pun mengangguk.
"Ossa, kamu ingin nitip nggak?" tanya Nola pada Oqtissa. Gadis yang ditanya menggeleng.
"Enggak, mbak. Aku beli online saja," sahut Ossa buru-buru. Sedang memotong empal empuk dengan garbu dan pisau. Sepertinya gadis itu memang sedang kelaparan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
M akhwan Firjatullah
astaga astaga bukabapak...atau bling-bling...Aiya perutku keram eui
2023-03-08
0
M akhwan Firjatullah
huhahaha ossa lucu banget...tidak ada tentara yg masuk k desa saya pak ... hahahaha lucu dan polos
2023-03-08
0
M akhwan Firjatullah
hahahaha Ridwan Aril...kok bukan eril sih... ngakak atuh gaes
2023-03-08
0