Balas Dendam

Masih dengan langkah kaki yang keram, Maya perlahan berjalan menuju ruang tamu rumahnya. Tak terlihat siapapun di sana.

"Biikkk....!" Teriaknya panggil pelayan.

"Iya Nona." salah seorang pelayan berlari menghampirinya.

"Minta tolong ambilkan air dingin, buat kompres kaki!" pintanya.

"Kakinya kenapa non?" tanyanya.

"Habis jalan dari kompleks depan gara2 ojeknya mogok." jawabnya kesal.

"Oke, bentar bibi ambilkan air dingin." Baru pelayan itu berlari ke dapur.

"Makanya, ada mobil tuh dipakai, jangan ngojek mulu. Rasakan sendiri akibatnya." ucap papanya dari belakang.

"Loh, papa kok nggak ke kantor?" tak biasanya papanya siang bolong dirumah.

"Udah ada abangmy, jadi pap bisa sedikit santai." jelas papanya, Tuan Albert.

"Oh iya pa, nanti kalo Abang pulang papa harus hukum dia." ucap Maya kesal.

"Kenapa?" tanya papanya mengerutkan dahinya tak mengerti.

"Tadi itu, dia suruh anak papa yang paling cantik ini berdiri di depan kelas dari jam masuk sampe jam pulang." curhatnya.

"Kamu melakukan kesalahan-kesalahan paling." papanya tau siapa Ardi, dia tak akan melakukan menghukum orang jika orang itu nggak salah.

"Nggak, Maya cuman peluk dia. Apa salahnya coba." jelasnya.

"Apaan... orang kamu tidur di kelas." Sahut Ardi yang baru pulang dari kantor.

"Namanya aja ngantuk. Abang kalo ngantuk ngapain?" bela Maya untuk dirinya sendiri.

"Buat kopi." Jawab Ardi yang tau maksud pertanyaan adiknya.

"Nggak tidur?"

"Nggak."

"Beneran sehari Abang nggk tidur? Bisa?" Maya terus memberondong Ardi dengan pertanyaannya.

"Ya tidur, tapi ada waktunya sendiri. Nggak kayak kamu tidur di kelas."

"Emang Abang nggak pernah tidur di kelas?" Maya masih tak mau kalah.

"Nggak."

"Heleh.. mustahil."

"Tanya aja teman-teman Abang."

"Stop. Udah dewasa masih aja berantem." lerai papanya.

"Kok udah pulang?" tanya tuan Albert pada ponakannya itu.

"Iya om, sudah selesai dan kita menang dalam proyek besar itu." ucap Ardi senang.

"Kamu memang kebanggaan papa." Ucap Tuan Albert bangga sambil memeluk Ardi.

Meskipun sudah tinggal selama 10 tahun bersama keluarga ini, Ardi masih aja belum bisa manggil kedua orang tua Maya dengan sebutan Papa dan Mama. Padahal Tuan Albert sering memintanya untuk memanggil keduanya sama seperti Maya.

"Ya udah, papa naik ke atas dulu ya. Mau istirahat. Kalian lanjut aja ngobrol, udah lama nggak ketemu kan? Masa nggak kangen?" ucap Tuan Albert.

Sepergian Tuan Albert, Ardi langsung merebahkan tubuhnya di shofa tepat samping Maya duduk "Pijitin Abang dong May. Capek banget Abang." ucapnya sambil memejamkan mata.

Karena Maya melihat peluang besar untuk balas dendam dengan, semangat Maya langsung memijat Ardi.

"Enak juga pijitanmu, belajar mijit di mana?" tanya Ardi.

"Maya gitu loh."

"Habis tangan gantian kepala ya.." Sebenarnya Maya kesal tapi masih berusaha untuk sabar.

Tak lama kemudian Ardi tidur pulas, giliran Maya beraksi. Ia mengambil liftiknya yang ada di tas. Pelan-pelan ia gambar wajah abangnya menjadi badut. Setelah itu ia kabur ke kamarnya.

Hatinya sangat senang, bentar lagi ibu-ibu arisan teman nenek sihir akan datang dan Ardi akan menjadi bahan tertawaan mereka. Dan disitulah Maya sudah meminta salah seorang pelayan kepercayaannya untuk merekam momen langka itu.

Ning nong....

Suara bel berbunyi tanda ibu-ibu arisan datang. seorang pelayan membukakan pintu tanpa membangunkan Ardi yang masih terlelap.

"Silahkan masuk nyonya-nyonya. Nyonya Albert masih berdandan di kamar." ucap pelayan itu.

"Memang Risa dari dulu nggak berubah. Andai ada lomba paling lama dandan dia psti juaranya." ucap salah seorang tamu.

"Wajar lah jeng, namanya juga wanita." timpal satunya lagi.

Tanpa menunjukkan tempat, para ibu-ibu muda itu langsung menuju ke ruang tamu. Mereka terkejut saat melihat pria tidur di sofa dekat ruang tamu itu. Kulit wajah Ardi yang sudah disulap Maya menjadi warna merah dengan sedikit lukisan kumis tipis dan leher yang terlihat seperti berdarah membuat ibu-ibu mud berteriak takut.

"Ada orang mati!!" ucap seorang sambil menutup matanya.

Ardi yang mendengar suara teriakan itu spontan berlari menghampiri sumber suara.

"Dimana mayatnya?" tanyanya gugup.

"Mayat hidup!!" Teriak lagi melihat kebangkitan pria itu.

Maya yang mendengarnya di kamar tertawa terbahak-bahak.

"Mayat hidup?" Ardi masih bingung.

Ardi berusaha mendekati mereka namun ibu-ibu itu malah lari ketakutan. Nyonya dan Tuan Albert juga terburu-buru ikut turun. Melihat wajah pria asing dirumahnya dengan muka merah dan leher berdarah seketika mengambil kemoceng karena itu barang terdekat.

"Siapa kamu? mau ganggu yaa..?? Atau mau rampok??" tanya tuan Albert sambil memukul Ardi dengan kemocengnya. Sedangkan ibu-ibu arisan itu berlari di belakang Nyonya Albert.

"Om, ini Ardi om." ucap Ardi tak dihiraukan.

Nyonya Albert yang tak takut sama sekali langsung menghampiri mereka berdua "Pa, sudah pa. Ini Ardi." mendengar penjelasan istrinya baru tuan Albert menghentikan pukulannya.

"Beneran Ardi?" tanya Tuan Albert pada pria itu masih dengan keraguan.

"Iya om. Ardi ini. Massa om nggak ngenali pArdi?"

"Ya mana bisa tau, tuh lihat wajahmu di cermin!" Tuan Albert mengajak Ardi berdiri di depan cermin terdekat.

"Loh... kenapa muka Ardi berubah merah?" Ardi pun juga terkejut melihat dirinya. "Ini apa pula merah-merah di leher." Ia menggosok lehernya dan mencium warna merah itu. Ternyata liftik dan ia sudah tau siapa pelakunya.

"MAYAAAA....!!!" teriaknya berlari menuju kamar Maya.

Dok...dok...dok...! pintu kamar Maya terus digedor tapi tak kunjung keluar penghuninya.

"May, buka pintunya!"

Tanpa menghiraukan, Maya malah menyalakan musik keras sambil merebahkan tubuhnya yang lelah.

Karena tak dibuka-buka akhirnya Ardi menyerah pergi dengan sendirinya.

"Siapa pemuda tadi ya?" tanyanya pada dirinya sendiri flashback mengingat kejadian adu jotos dengan preman di kompleks sebelah.

Di bawah para ibu-ibu masih membahas Ardi. Selama ini ia tak tau kalo keluarga mereka juga memiliki anak laki-laki. Ketika mereka ke rumah ini hanya Maya yang terlihat.

"Dia anak dari saudara Mas Albert dan Bru pulang dari China." jelas Risa atau nyonya Albert.

"Tante.. Ardi keluar dulu ya. Ada urusan." pamit Ardi dengan pakaian santai.

"Tapi kamu makan malam di rumah kan?" tanya Nyonya Albert memastikan.

"Iya, Ardi cuman sebentar."

Ibu-ibu muda yang melihat wajah Ardi setelah dibersihkan menjadi terpesona akan ketampanannya.

"Hati-hati ya Ardi." sahut ibu-ibu genit. Ardi hanya tersenyum sedikit agak malu dan merinding melihat wajah-wajah genitnya kaum hawa.

"Itu udah punya pacar belum ris?" tanya temannya.

"Kurang tau, soalnya dia baru dirumah tadi pagi dan kami tidak pernah membahas masalah cewek." mengingat pula, Risa juga baru menikah dengan papa Maya 2 tahun. yang lalu.

"Aku soalnya ada anak cewek, cantik dia sekarang jadi dosen di Universitas Negeri Malang."

"Aku juga ada, dia lulusan universitas di Belanda."

"Anakku malah sudah sukses di usia muda. Dia sudah memiliki perusahaan sendiri."

Yang awalnya untuk arisan berubah menjadi ajang pencarian jodoh. Risa hanya menanggapi dengan senyum sambil berkata "Tenang, kalo jodoh tak akan kemana."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!