BAB 5

Selesai dengan urusan perut di pagi hari, Luna segera membereskan beberapa alat makan yang baru saja digunakan.

"Lun, setelah selesai ada yang mau aku bicarakan"ucap Delon.

"Baiklah, tunggu di depan saja"balas Luna tersenyum. Luna segera menyelesaikan pekerjaannya. Dia tak tau apa yang akan di bicarakan oleh Delon. Sepertinya sangat serius. dapat dia lihat dari raut wajah Delon tadi.

Selesai dengan urusan dapur, Luna menghampiri Delon yang duduk santai di depan tv yang menyala namun dirinya sibuk sendiri dengan ponsel di tangannya. Ahh, definis tv nonton orang bukan orang nonton tv.

"Ada apa?"tanya Luna. Mendengar suara Luna, Delon segera menyimpan ponselnya di atas meja.

"Begini, kemarin bapak memberi kita uang 10 juta dan kamu tau itu, tapi uang itu tak akan cukup untuk kebutuhan kita seterusnya, kamu butuh uang buat periksa kandungan, belum kebutuhan yang lainnya, apalagi nanti saat kamu melahirkan"ucap Delon.

"Jadi mau kamu gimana?"tanya Luna.

"Aku sempat berfikir jika uang itu kita gunakan untuk modal berjualan, kita buka warung, dengan uang segitu pasti masih ada sisa buat kebutuhan kita sehari hari"jelas Delon.

"Gimana?"tanya Delon.

"Kalau aku nurut aja apa kata kamu, toh kalau aku kerja sepertinya nggak mungkin, ijazah cuma SMP, apalagi aku lagi hamil, nggak ada yang mau terima kerja"jawab Luna.

"Iya, aku paham, makanya kamu di rumah aja jaga warung, nanti kita kepasar buat beli dagangan yang mau di jual sekalian beli kebutuhan sehari hari"ucap Delon.

"Aku juga kepikiran buat cari kerja, kerja apa aja yang penting menghasilkan uang"lanjut Delon. Luna tersenyum. Dirinya tak menyangka jika Delon akan bersikap sedewasa ini. Luna menghambur kepelukan Delon.

"Makasih udah terima aku dan bayi kita"ucap Luna terisak.

"Ssttt, sudah, dari awal aku yang salah, aku yang maksa kamu, jadi sekarang kita hadapi ini sama sama"jawab Delon. Dia melonggarkan pelukannya menghapus air mata Luna yang ada di pipi.

"Yuk ke pasar, keburu siang. Nanti pulang dari pasar aku bakal cari kerja"ucap Delon. Luna mengangguk dan tersenyum. Dan kini sepasang suami istri muda itu mengendarai motor bebek peninggalan Diman yang ada di rumah itu untuk ke pasar.

.

.

.

Seperti apa yang Delon katakan, sepulang dari pasar Delon pergi lagi untuk mencari kerja. Kerja apa saja yang penting dirinya memiliki penghasilan. Bermodalkan ijazah SMP, Delon mengitari kota yang agak jauh dari kampungnya dengan motornya. Karena memang kampung yang Delon tempati agak jauh dari kota, jadi perlu waktu sekitar 30 menit untuk mencapai kota.

Sampai di kota Delon istirahat sebentar di sebuah warung untuk membeli minum. Disana cukup banyak orang, sepertinya mereka karyawan cafe depan warung itu. Pikir Delon.

"Maaf mas"ucap Delon.

"Ya, kenapa?"tanya salah satu karyawan cafe yang makan di warung itu.

"Apa di cafe itu ada lowongan?"tanya Delon.

"Adek yang kau kerja?"tanya karyawan itu balik.

"Iya mas, memang kenapa?"tanya Delon.

"Memangnya kamu nggak sekolah"ucap karyawan itu. Delon terdiam. Dia tak menjawab ucapan karyawan cafe itu. Dia tak mungkin menceritakan apa yang dia alami pada orang lain.

Karyawan cafe itu menggelengkan kepalanya melihat Delon yang diam saja. Dari tampilannya dapat dia lihat bahwa Delon berasal dari keluarga yang berada. Mana mungkin anak orang kaya nggak sekolah, pikir karyawan itu.

"Sekolah aja yang bener"ucap karyawan itu seraya pergi meinggalkan Delon. Delon menghela nafas berat. Susah ternyata mencari pekerjaan, pikir Delon.

Delon meninggalkan warung itu setelah membayar minuman yang dia pesan. Dia kembali menyusuri jalan mencari pekerjaan. Barangkali ada yang membutuhkan tenaga anak remaja itu.

.

Berbeda dengan Delon, Luna di rumah tengah sibuk menata dagangan untuk warungnya. Beruntung diteras rumahnya itu ada bagian kecil yang memang di buat untuk berjualan. Entah itu bekas warung atau baru di bangun karena mau di tempati, Luna juga tak tau. Yang pasti itu menguntunhkan buat Luna sendiri.

"Permisi"sapanya.

"Iya bu, ada apa ya?"tanya Luna.

"Maaf neng, perkenalkan, nama ibu Ningsih, ibu dulu yang di pekerjakan pak Diman untuk merawat rumah ini"ucap bu Ningsih.

"Ahh, iya bu, saya Luna"balas Luna tersenyum.

"Neng Luna menantunya pak Diman?"tanya bu Ningsih.

"Iya bu"jawab Luna.

"Ya sudah neng, saya cuma memastikan saja apa benar rumah ini di tempati anak dan menantunya pak Diman"ucap bu Ningsih.

"Iya bu, benar saya menantu pak Diman, dan Delon suami saya baru keluar bu"jelas Luna.

"Neng Luna lagi ngapain?"tanya bu Ningsih.

"Ehh, ini bu lagi beres beres dagangan, rencananya mau buka warung, saya rasa warung agak jauh ya bu dari sini"jelas Luna.

"Wahh, lebih deket neng kalau ada warung disini"ucap bu Ningsih senang.

"Ya udah neng, nanti saya promoin ke ibu ibu disini kalau ada warung baru"lanjut bu Ningsih.

"Kalau begitu saya permisi neng, kalau ada apa apa jangan sungkan sama ibu, rumah ibu yang sebelah sana"ucap bu Ningsih sambil menunjuk rumahnya.

"Baik bu, terima kasih bu sudah mau promosiin warung saya"jawab Luna tersenyum. Bu Ningsih mengangguk dan tersenyum pada Luna sebelum akhirnya pergi meninggalkan pekarangan rumah Luna.

Luna menatap punggung bu Ningsih yang semakin menjauh. Senang. Itulah kesan pertama Luna saat bertemu bu Ningsih. Dia bersyukur ada tetangga yang mau mempromosikan warung barunya. Semoga berkat bu Ningsih warungnya rame, doa Luna dalam hati.

TBC

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!