Debby kini menatap pemandangan kota malam di depannya dengan tatapan kosong. Pemandangan kota padahal kini terlihat begitu indah dari kamarnya berada. Lampu yang bersinar indah membantu city light begitu memanjakan matanya. Namun hal tersebut sama sekali tidak menarik untuk nya.
Ingatannya kini kembali pada kejadian yang baru saja menimpanya. Serangkaian demi rangkaian peristiwa yang bak kaset rusak terus saja berputar di kepalanya. Hingga tanpa sadar air matanya menetes kala ia mengingat. laki-laki yang bahkan tak pernah berbicara kasar padanya dan selalu melindunginya ternyata kini meninggalkannya untuk kakaknya.
Debby tahu jika kekasihnya tersebut tengah berada dalam kendali dari otak licik kakak tirinya, hanya aja ia tak menyangka pada akhirnya laki-laki yang begitu dicintai dan begitu ia percaya akan melukainya pada akhirnya.
“Kau masih saja memikirkan tentang mantan kekasihmu?” suara yang penuh wibawa dan ketegasan dalam setiap kalimatnya mengalun dengan begitu indah di telinga Debby, meskipun ucapan tersebut syarat akan sikap arogan namun Debby tak dapat menampik suara tersebut memang begitu indah.
Eric kini hanya fokus menatap ke depan, melihat pemandangan indah dari balkon kamarnya tersebut. Tanpa memperdulikan Debby yang kini menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Ada tatapan kesedihan, kekecewaan, juga lelah dalam tatapan tersebut.
“Aku hanya tak menyangka jika akhirnya aku akan kehilangan dia,” jawab Debby dengan senyuman sinisnya dan menundukkan kepalanya.
Tangan yang saling bertaut antara satu dengan yang lain itu tersebut. Eric yang awalnya menatap ke arah city light di depannya kini mengalihkan atensinya pada gadis di samping tersebut.
“Bukankah hal tersebut biasa untuk manusia? Datang dan pergi, dekat lalu menjauh, dan akhirnya mengingat untuk melupakan. Bukankah manusia seperti itu?” tanya Eric dengan menaikkan sebelah alisnya tanpa menghilangkan wajah datarnya.
Debby yang mendengar ucapan Eric justru terkekeh membuat Kenrick menaikkan sebelah alisnya mendengar tawa Debby. Namun tak bisa untuk Eric tampik, tawa tersebut begitu menangkan, masuk ke telinga nya dengan permisi, begitu sopan.
“Kau mengatakan hal seperti itu, seolah kau bukan manusia Tuan,” ucap Debby masih dengan tawanya.
Hingga saat tersadar dengan melihat raut wajah Eric yang kini menatapnya dengan begitu lembut dan dalam Debby menghentikan tawanya.
“Maafkan aku Tuan,” ucap Debby merasa tak enak karena menertawai laki-laki yang bisa Debby tebak jika umurnya lebih tua darinya. Mungkin laki-laki di depannya itu seumuran dengan Luis.
Eric sama sekali tidak menanggapinya dan lebih memilih untuk menatap ke arah lampu yang bersinar indah di depannya. Menatap Debby terlalu lama tak akan bagus untuk nya.
“Beristirahat lah, aku akan pergi,” ucap Eric yang sudah akan pergi namun Debby malah menahan tangan laki-laki tersebut.
Erick kini menatap Debby dengan menaikkan sebelah alisnya bingung.
“Terima kasih telah membantuku. Tapi bisakah Anda melepaskan saya Tuan?” tanya Debby dengan tatapan penuh harapan.
Walau ia tak tahu kemana ia akan pergi, namun ia ingin pergi dari mansion besar yang lebih mirip istana tersebut. Debby hanya tak ingin merepotkan laki-laki yang sudah menolongnya tersebut. Atau mungkin ia sudah tersadar jika kini ia tengah di culik, mengingat laki-laki tersebut juga laki-laki yang menahannya di rumah sakit dengan alasan membantunya.
“Tidak akan, sudah lah. Cepat istirahat,” tegas Eric yang setelahnya langsung pergi dari sana meninggalkan Debby yang kini hanya menatap kepergian Eric dengan tatapan kesalnya.
“Apa aku akan terus terkurung di tempat ini?”
***
Eric kini tengah duduk di meja makan bersama dengan kedua orang tuanya juga adik perempuannya dan adik laki-laki nya.
“Ayah lihat belakangan ini kau begitu sibuk Eric,” ucap Frid, ayah Eric yang kini menatap anaknya itu dengan datar.
“Hanya masalah di dunia manusia Ayah, juga mengurus beberapa pengkhianat,” ucap Eric sambil memakan makanannya.
Bagi kedua orang tuanya tentu mereka tak akan heran jika Eric akan terus sibuk dengan urusannya. Karena semnenjak ayahnya menyerahkan jawabantannya pada Eric, laki-laki berusia dua puluh enam tahun itu begitu sibuk tak hanya di dunia immortal tapi juga di dunia mortal.
“Ayah akan meminta Miguel untuk membantu urusan mu di dunia mortal,” ucap Fried yang masih fokus dengan makanannya. Hingga tak menyadari jika kini Eric juga istri nya Shirley tengah menatapnya.
Miguel adalah anak kedua Fried dari selirnya, Fried memang memiliki seorang selir. Namun karena peraturan kerajaan laki-laki itu tak bisa membawa Selir nya ataupun anak dari selir nya untuk satu meja makan.
“Aku sudah memiliki Arthur yang membantu ku,” tegas Eric menolak tawaran ayahnya.
Bukannya tak menyukai adiknya sendiri. Hanya saja Eric tak bisa begitu saja mempercayai orang. Apa lagi ia memang tak dekat dengan Miguel. Miguel adalah anak selir terkadang ada saja rasa iri dan serakah yang bisa diajarkan oleh orang tuanya.
Apalagi ibunya pernah bercerita jika ibu Miguel, Selir Ketheleen pernah menginginkan posisi ratu. Eric tentu tak akan tenang jika hasil kerja kerasnya dicampuri oleh tangan orang lain yang ingin mengambil alih perusahaannya. Perusahaan yang dengan susah payah ia bangun selama ini menjadi perusahaan paling besar di dunia mortal.
“Ayah bisa memberinya pekerjaan atau jabatan lain di dunia imortal tanpa harus mencampuri urusan ku di dunia mortal,” tegas Eric seolah tak menerima bantahan.
Eric membersihkan mulutnya lalu menegak minumannya hingga tandas. Dan setelahnya ia segera berlalu dari ruang makan setelah memberi hormat pada kedua orang tuanya yang hanya menganggukkan kepalanya.
“Apa Miguel memiliki masalah dengan Eric?” pertanyaan dari Fried membuat Shirley menoleh ke arah suaminya.
“Aku tak mengetahuinya King,” ucap Shirley dan melanjutkan makannya.
Sedangkan Fried kini hanya menghembuskan nafasnya sambil menggelengkan kepalanya.
Eric kini berjalan dengan langkah besarnya. Dengan jubah kebesarannya yang membuat semua pelayan juga pengawal akan menunduk hormat saat Eric lewat di depannya.
“Kita kembali ke dunia mortal,” tegas Eric pad Arthur yang kini sudah mengikuti di belakangnya semenjak ia keluar dari ruang makan.
Arthur begitu tahu, saat sedang marah seperti ini hanya Debby lah yang bisa membuat rajanya itu terkendali. Debby sudah seperti obat penenang untuk Eric.
“Baik, Putra Mahkota,” ucap Arthur dengan tegas.
“Tak akan aku biarkan siapapun mengusik dunia ku,” ucapan tegas tersebut terdengar begitu menyeramkan bagi Arthur yang sudah mengetahui bagaimana sikap dari rajanya itu yang memang terkenal begitu menyeramkan.
“Saya rasa Tuan Muda kedua tak akan berani untuk membantah jika Anda berkata tidak, Putra Mahkota,” ucap Arthur berusaha untuk meredakan amarah dari Eric.
Eric bukanlah orang yang serakah. Hanya saja selagi Debby belum benar-benar menjadi miliknya. Ia tak akan membiarkan siapapun untuk mengusik dunia manusia termasuk mengganggu gadisnya itu. Eric jelas akan melindunginya. Eric hanya takut jika Miguel malah bertindak buruk di muka bumi.
“Awasi terus semua anak selir itu,” ucapan yang penuh ketegasan dalam setiap ucapannya itu hanya mampu membuat Arthur mengangguk patuh.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments