Pacar Bayaran Abang Ketos
Fionn
"Kamu, tuh, kalau milih jxlang, ya, kira-kira, dong! Bukannya yang berkelas malah wanita rendahan kayak begitu. Kamu ini kenapa, hah?!"
Fxcking hell. Padahal gue baru menginjakkan lima langkah ke dalam rumah ini. Masa sudah mau berubah jadi neraka lagi, sih?
Gue tergelak pahit oleh pikiran gue sendiri. Emangnya kapan bangunan ini pernah jadi rumah buat gue? Dua orang yang bangun rumah ini aja sikapnya pada kayak setan gitu satu-satu. Terus apa yang mau gue harapkan lagi? Setan, mah, tetap aja bakal selalu jadi setan. Mereka gak akan pernah berubah jadi malaikat. Jadi manusia aja enggak.
"What the fxck, Mona? Kamu pikir aku yang salah karena sudah selingkuh? Kamu pikir aku yang salah memilih selingkuhan? Sudah gila kamu?! Seharusnya kamu berpikir kenapa suami kamu mencari perempuan lain di luar sana, bukannya sibuk menyalahkan orang lain!"
Gue tergelak lagi, akan tetapi sekarang untuk alasan yang lain. Gelak yang tersembur pun juga karena sesuatu yang benar-benar patut untuk ditertawakan. Bahkan setelah dua puluh tahun menetap di Indonesia, lidah Jerman bokap gue tetap tidak bisa menyesuaikan diri dengan Bahasa Indonesia. Dan itu yang selalu gue anggap lucu.
Or, apakah itu cuma hasil dari usaha gue untuk mengelabui diri sendiri? Biar ada sesuatu yang bisa dijadikan alasan untuk bahagia di tengah-tengah clusterfxck yang bernama keluarga Haas ini?
Hm. Mungkin juga begitu.
"Kamu yang salah, jadi suami gak becus!"
"Tidak becus bagaimana maksud kamu, ha? Lihat sekeliling kamu, dasar wanita tak pandai berterima kasih! Lihat semua pakaian kamu, perhiasan yang menggantung di tubuh kamu, kartu-kartu yang ada di dalam dompet kamu. Kamu pikir semua duit yang ada itu dari siapa? Dari berondong-berondong lintah itu? Zum Donnerwetter! Mereka cuma memanfaatkan wanita tua kesepian seperti kamu saja!"
Gue tidak tahu di mana mereka sedang melangsungkan peperangan. Dengan rumah yang sebesar dan sekosong ini, mereka bisa melakukannya di mana saja dan tidak akan ada yang mengganggu. Staf yang mengurus rumah pun pasti akan memilih untuk bersembunyi bersama tikus dan kecoa di sudut-sudut rumah daripada harus terjebak di dalam situasi yang menurut gue sungguh, sungguh, sungguh menjemukan.
Bagaimana tidak? Pertunjukan seperti ini terjadi setiap kali mereka bertemu. Dan, despite mengaku saling membenci, orang tua gue itu bertemu lumayan sering.
Gue jadi curiga apakah berteriak-teriak sampai tenggorokan gatal dan mengata-ngatai satu sama lain dengan nama binatang merupakan sebuah foreplay bagi mereka. Hm.
Namun ... no. Kalau begitu perkaranya, tidak mungkin Mom dan Dad punya side dish masing-masing, bukan?
Eeew. Shxt. Kenapa gue jadi membahas itu, sih? Now I'm gonna be so sick.
"Shut the fxck up, you son of a bitxh!"
"You halt deinen Mund, das Miststück!"
Oh, come on. Tidak bisakah mereka lebih kreatif lagi? Apakah saling mengatakan satu sama lain untuk diam akan membuat salah satu dari mereka menang? Yaaah, walaupun dalam bahasa yang berbeda, akan tetapi ... please. Get creative, you guys. Apa yang kalian katakan itu intinya tetap sama.
Lame.
"Oh, really?"
"Yeah, really."
"Great!"
"Magnificent!"
Lihat, kan? Mereka benar-benar payah dalam urusan bertengkar m
"Fxck you, Arnold! Seharusnya aku pergi dari sini semenjak tadi. Percuma bertengkar dengan badak keras kepala seperti kamu!"
"Sure, sure. Pergi sana! Das geht mir am Arsch vorbei!"
Nah. Mulai ke luar lagi mother tongue-nya bokap gue.
"You always don't give any shxt to anything or anyone in this house!"
Kayak yang suka perhatian aja, Mom. Selalu jadi si paling merasa paling perhatian.
"Oh, no. Not this pile of crap again."
See? Dad saja sependapat sama gue.
"Terserah! I'm leaving!"
Ah, ah, ah. Kalau mau pergi, ya, mending pergi aja. Tidak usah bilang-bilang. Mom diam-diam pasti mau dicegah, yaaa?
"Geh zum Teufel!"
Duh, Dad. You can do better than that.
Hm. Tanpa mereka sadari, mereka sudah membuat tempat ini lebih buruk dari neraka. So, untuk menyuruh Mom pergi ke neraka bisa dibilang merupakan sebuah hadiah bagi perempuan yang melahirkan gue itu.
Mungkin sebaiknya gue berhenti mendengarkan siaran radio rusak ini. Mungkin sebaiknya gue kabur duluan sebelum salah seorang dari mereka mengetahui keberadaan gue. Mungkin sebaiknya gue balik kanan saja sebelum gue disekap dan mati karena bosan di rumah ini.
Bosan. Isi rumah tiga tingkat dengan gaya Mediterranean yang sangat disanjung-sanjungkan oleh majalah arsitektur dan desain rumah skala nasional ini hanya itu-itu saja. Suami tukang selingkuh. Istri yang tidak peduli dengan keluarga dan lebih memilih untuk berbelanja serta bermain dengan laki-laki yang jauh lebih muda darinya. Anak laki-laki yang ... I don't know, suka melancong ke rumah temannya?
Aha! Yep. Benar. Anak laki-laki yang suka mengunjungi rumah temannya. Dan itu yang akan anak laki-laki tersebut lakukan sekarang.
Gue balik kanan dan kembali ke arah dari mana gue masuk tadi. Baru saja melintasi pintu depan rumah—shxt, gue tidak sadar kalau gue bisa mendengar siaran radio rusak itu dari foyer. Mereka pasti sedang berada di antara ruang tamu utama, ruang tamu, dan ruang tengah. Tidak lebih jauh dari ruang tengah jika gue harus menebak dari jelasnya suara yang gue dengar.
Baru saja melintasi pintu depan rumah, gue lantas memencet key fob untuk membuka kunci pintu Bugatti Chiron yang tadi gue parkir di teras. Gue mempercepat langkah menuruni tangga dan masuk ke dalam mobil kesayangan gue itu.
Cheri.
Fxck. Gue sayang banget sama mobil ini bukan karena harganya yang em-eman. Bukan. (Meskipun fakta ini malah memberikan ego boost buat gue. He.) Namun, gue sayang sama Cheri karena ... dialah satu-satunya yang setia menemani gue menjalani hari-hari penuh drama dan siaran radio rusak itu selama tiga tahun ini.
Sebelum ada Cheri, gue dahulunya selalu ditemani oleh game-game PlayStation yang, seiring dengan naiknya intensitas tayangan drama dan siaran radio rusak di rumah gue, menjadi semakin tidak mengasyikkan. Makanya, setelah Dad mengabulkan permintaan gue untuk menyetir mobil sendiri ke sekolah, gue seperti menemukan belahan jiwa gue. Tempat gye mengadu. Tempat gue bersandar. Tempat yang bisa memberikan gue hiburan.
Mon chéri.
Setelah memberi dia dengan nama itu, barulah gue cat ulang eksterior mobil ini dengan warna merah cherry. Biar serasi juga. Ya, gak, ya?
Gue buat Cheri mengaum sekali, dua kali, sesaat setelah mesinnya menyala. Oh, man, betapa senang hati gue mendengarkan suaranya itu. Tidak seperti suara yang ada di dalam sana.
Bersambung ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Rosa Rosiana
salah satu genre kesukaan
2023-02-17
1
Anonymous
bugatti chiron meeeen
2023-02-08
0
Lakuna 21
👍
2023-02-08
0