Kedatangan Tirta

"Kamu belum mau pulang, Bi?" tanya Tirta yang telah bersiap untuk pulang. Beberapa hari ini atau lebih tepatnya semenjak ia menikah lagi, ia lebih sering pulang larut. Alasannya satu, untuk menghindari Freya. Jadi ia memilih melanjutkan pekerjaannya di kantor.

"Belum. Mau selesaikan ini dulu." Jawabnya datar sambil melanjutkan pekerjaannya.

"Oh, ya udah kalau gitu. Aku pulang duluan." Ucap Tirta yang masa bodoh dengan apa yang Abidzar kerjakan. Toh tugasnya telah selesai. Tugas besok, ya besok saja mengerjakannya. Malam waktunya untuk bersantai atau melakukan apa sesuatu yang menyenangkan, pergi ke rumah pacar misalnya.

'Ck ... pacar aja nggak punya, loe bodoh atau kayak gimana sih Ta.' Batinnya seraya terkekeh sendiri.

Abidzar yang menyadari Tirta pergi sambil terkekeh tampak mengerutkan keningnya. Tiba-tiba saja batinnya terusik. Mendadak pikirannya kembali ke percakapannya dengan Tirta siang tadi.

Abidzar menghela nafas panjang, ia coba membuang jauh-jauh pikiran aneh yang mulai menyeruak di rongga dadanya. Ia memejamkan matanya sejenak, kemudian kembali berusaha memfokuskan diri setelah matanya dibuka.

Sementara itu, tanpa terasa tiga jam telah berlalu. Entah ada angin apa, tiba-tiba saja Tirta yang awalnya hendak nongkrong di cafe bersama teman-temannya justru mengarahkan mobilnya ke rumah Abidzar.

Setibanya di sana, penjaga pun segera membukakan pintu gerbang untuknya. Semua penghuni rumah itu tahu dan mengenal Tirta dengan baik. Laki-laki itu memang kerap bermain ke rumah sepupunya itu kapanpun ia suka.

"Eh den Tirta, cari den Abi ya? Tapi sayangnya den Abi belum pulang, den. Den Tirta silahkan duduk aja di sini." Ujar Bi Asih menyambut kedatangan Tirta.

Tirta mengerutkan keningnya. Ia memang tahu Abidzar lembur di kantor, tapi ia pikir jam seperti ini dia pasti sudah pulang. Diliriknya lagi jarum jam di pergelangan tangannya, hampir jam 8 malam. Sedangkan jam pulang kantor saja pukul 4.30 sore.

"Oh, Tirta pikir udah pulang bik. Dia tadi bilang sih mau lembur. Emang biasanya Abi pulang jam berapa, bik?"

"Den Abi beberapa hari ini pulang jam 9 ke atas den. Pernah hampir jam 12 malam. Eh iya, silahkan duduk den! Mau minum apa?" tawar bi Asih ramah.

"Kopi aja bik." Ucap Tirta ramah. Bi Asih mengangguk lalu berpamitan untuk membuat secangkir kopi untuk Tirta.

"Tuan Abi udah pulang ya, bi?" tanya Ana. Dia sedang membereskan dapur, sedangkan Freya sedang mencuci piring bekas Bi Asih masak. Freya tak mau banyak bicara, tapi telinganya ikut mendengarkan apa yang bik Asih dan Ana bicarakan.

"Bukan, itu den Tirta." Ana ber'oh ria saja sambil melirik iba Freya. Siapapun paham kalau itu merupakan cara Abidzar menghindari Freya.

"Boleh aku yang buat, bi?" tanya Freya setelah mengelap tangannya yang basah.

"Oh, boleh." Jawab bi Asih seraya tersenyum. Freya pun tersenyum dan mulai membuatkan kopi. Ia memang tidak mahir memasak, tapi kalau membuat minuman seperti kopi, ia masih paham caranya.

"Sudah, bi. Ini ... " Freya mengulurkan nampan berisi kopi itu, tapi tiba-tiba bi Asih menolaknya.

"Bisa non Freya aja yang bawa ke depan soalnya perut bibi mendadak sakit."

Buuuutttt ...

"Aduh, duh, tuh kan, kayaknya masuk angin deh. Bibi ke toilet dulu ya!" pamit bi Asih sambil lari terbirit-birit membuat Ana tergelak kencang.

Freya jelas saja merasa takut untuk menampakkan diri di hadapan orang lain.

"Na, kamu aja deh yang anterin." pinta Freya memelas.

"Maaf mbak, bukannya nggak mau, tapi aku juga malu sama tuan Tirta. Aku pernah punya pengalaman buruk sama dia. Nggak berani ah. Mbak aja yah." Ana pun ternyata enggan untuk mengantarkannya ke ruang tamu.

"Apa aku minta sama Mina aja ya?" Gumamnya frustasi. "Duh, gimana ni, An?"

"Gimana apanya?" tanya seorang pria tiba-tiba. Itu adalah suara Tirta. Laki-laki itu bosan sendirian di ruang tamu jadi ia berniat menyusul ke dapur seperti biasanya.

"Eh ... " Freya tersentak saat seorang pria menyahuti gumamannya.

"Eh ... aduh, tu-, Mbak, Ana ke kamar dulu ya. Tiba-tiba pusing." Pamit Ana yang langsung saja minggat dari hadapan Freya yang kini mematung bingung.

"Eh, Freya ya! Ini kopi buatku kan?" Tiba-tiba Tirta mendekat dan menarik nampan yang di atasnya ada secangkir kopi panas. "Aduh, panas eh panas ... " Tirta tiba-tiba saja menjerit kepanasan karena menyeruput kopi dengan mata fokus menatap Freya.

"Aduh tuan, maaf, maaf, kopinya tuh masih panas." Jerit Freya ikut panik. Ia langsung mengambil tisu dan menyerahkannya untuk menyeka lelehan kopi di dagunya. Ia juga menyerahkan segelas air dingin.

"Oh, nggak, aku nggak papa kok. Cuma terkejut aja." Ucap Tirta seraya mengulum senyum.

"Syukurlah. Maaf kalau kopinya kepanasan."

"Namanya juga kopi, kalau dingin, es kopi." seloroh Tirta seraya terkekeh mencoba mencairkan suasana.

Freya tersenyum tipis.

"Tuan ada butuh sesuatu yang lain?"

"Sesuatu yang lain? Seperti apa misalnya?" Bukannya menjawab, Tirta justru balik bertanya.

"Seperti ... cemilan mungkin."

"Emangnya ada?"

Freya menggeleng, "saya nggak tau, tuan. Mau coba saya lihat?"

"Jangan panggil aku tuan, aku bukan majikan kamu."

Freya mengerutkan keningnya, ia merasa tak sopan bila memanggil dengan panggilan lain.

"Panggil kakak, Abang, mas, atau sayang juga boleh." Ucap Tirta sambil memainkan alisnya. Freya tidak tergoda ataupun tersipu. Ia hanya tersenyum tipis. Tak habis pikir dengan teman Abidzar yang ternyata cukup ramah dan menyenangkan.

"Emmm ... " Freya tampak menimbang.

"Kamu itu adik kelas aku di SMA Setiajaya jadi otomatis aku itu lebih tua dari kamu. Nah sekarang pikir sendiri deh panggilan apa yang senyamannya kamu."

Jelas saja Freya membulatkan matanya saat mendengar fakta tersebut.

"Kok kakak tahu aku sekolah di SMA Setiajaya?" tanya Freya heran, sedangkan ia saja tidak mengenal laki-laki di hadapannya itu, selain sebagai teman Abidzar.

Tirta mencebikkan bibirnya, pura-pura kecewa, "yah, nasib jadi orang kurang ganteng jadi nggak dikenal primadona sekolah deh." Selorohnya dengan memasang ekspresi nelangsa. Lucunya ia tak mau mengaku dirinya jelek atau tidak ganteng, hanya kurang ganteng.

Dan hal tersebut sukses membuat Freya tertawa. Entah sudah berapa lama ia tidak tertawa seperti itu. Ia ingin berterima kasih dengan Tirta yang begitu pandai membuatnya terhibur hingga tertawa.

"Aku nggak kenal kakak, sumpah. Mungkin iya ya karena kakak kurang ganteng, jadi aku nggak kenal." Balas Freya sambil terkekeh.

"Tapi itu kan dulu, kalau sekarang udah ganteng kan? Maksimal malah, iya kak?" Katanya over PD alias narsis.

"Ih, narsis amat." Ejek Freya yang pura-pura memutar bola matanya jengah membuat Tirta kian terkekeh.

Mereka terus saja berbincang. Sikap Tirta yang humoris dan humble ternyata mampu menghibur Freya yang telah lama kehilangan senyum juga tawanya.

"Ish, dasar ganjen. Udah jadi istri orang aja masih keganjenan sama cowok lain." Gumam Mina yang mengintip dari balik tirai.

"Iri ya? Hassiaaaan. Nasib jadi jongos jelek ya gitu. Hahaha ... " Ledek Ana yang entah sejak kapan telah berdiri di belakangnya membuat Mina mengepalkan tangannya dengan wajah menggelap.

Ternyata bukan hanya wajah Mina saja yang menggelap, tapi ada seseorang lagi yang tiba-tiba saja merasa terusik dengan keberadaan Tirta yang sedang berbincang dengan Freya.

Tangannya mengepal. Ia pun segera melangkahkan kakinya kembali ke kamarnya dengan dada yang bergemuruh.

"Sial! Aku kenapa sih?" Gumamnya dengan gigi bergemeretak.

...***...

...HAPPY READING 😍😍😍...

Terpopuler

Comments

Fani Indriyani

Fani Indriyani

abi mulai cemburu nih ye

2024-02-11

2

Eva Rubani

Eva Rubani

sakit hati yaa??? tuan nenggok tirta

2023-04-02

0

Tia H.

Tia H.

😅😅😅 si anna lucu untung aja ana baik ya bisa lindungin freya.

2023-03-20

1

lihat semua
Episodes
1 Awal
2 Kedatangan Tio
3 Rencana Erin
4 Pembicaraan
5 Penawaran
6 Kedatangan Anisa
7 Rahim Tebusan
8 Rumah Erin
9 Peringatan dari Abidzar
10 Abidzar
11 Dia
12 Sebegitu rendahkah aku
13 Cemoohan
14 Diperlakukan seperti seorang jalaang
15 Perhatian?
16 Haruskah
17 Kedatangan Tirta
18 Memanas dan berasap
19 Terbakar
20 Bagaimana mungkin?
21 Khawatir
22 Suami Sementara
23 Kepulangan Erin
24 24
25 Gusar
26 Lamunan
27 Surat
28 Seperti selingkuhan
29 Dilema
30 Melupakan kesepakatan
31 Izar?
32 Penjelasan dan kebenaran
33 Sagita mencari tahu
34 Mama, i love you
35 Malam panas
36 Kandidat Utama
37 Kedatangan Meylin, Rana, dan Lisa
38 Khawatir
39 You're pregnant
40 Intimidasi
41 41
42 Alasan kebencian
43 Rencana
44 Sandiwara
45 45
46 Fakta sebenarnya
47 Permintaan maaf
48 Mama
49 Masa lalu Erin
50 Di kedai bakso
51 Pertengkaran
52 Janggal
53 Sebuah fakta dan ancaman
54 Kemarahan Abidzar
55 Ke rumah sakit
56 Kau bebas
57 57
58 58
59 59
60 Masalah demi masalah
61 Kekacauan
62 Amarah Abidzar
63 63
64 64
65 65
66 Jatuh cinta pada suamimu
67 67
68 Menemui Ryan
69 69
70 Nasi sudah jadi bubur
71 Semua Terkuak
72 Hana
73 73
74 74
75 Pembicaraan
76 Keinginan terakhir
77 Menemui Erin
78 Obat lucknut
79 I want ...
80 Efek obat lucknut
81 81
82 82
83 83
84 Tak ada kata perpisahan
85 85
86 Karma?
87 87
88 88
89 89
90 Salam Perpisahan
91 Akhir dari perempuan manipulatif
92 Sesuatu yang didapat dengan cara tidak baik, akan berakhir tidak baik pula
93 Sebuah hikmah
94 Menggelikan
95 95
96 96
97 97
98 Sebuah penantian
99 99
100 100
101 101 S2
102 102 S2
103 103 S2
104 104 S2
105 105 S2
106 106 S2
107 107 S2
108 108
109 109 S2
110 110 S2
111 111 S2
112 112
113 113
114 114 S2
115 115
116 116 S2
117 117 S2
118 118 S2
119 119 S2
120 120 S2
121 121 S2
122 122 S2
123 123 S2
124 124
125 125 S2
126 126 S2
127 127
128 128 S2
129 129 S2
130 130 S2
131 131 S2
132 132 S2
133 133 S2
134 134 S2
135 135 S2 TAMAT
Episodes

Updated 135 Episodes

1
Awal
2
Kedatangan Tio
3
Rencana Erin
4
Pembicaraan
5
Penawaran
6
Kedatangan Anisa
7
Rahim Tebusan
8
Rumah Erin
9
Peringatan dari Abidzar
10
Abidzar
11
Dia
12
Sebegitu rendahkah aku
13
Cemoohan
14
Diperlakukan seperti seorang jalaang
15
Perhatian?
16
Haruskah
17
Kedatangan Tirta
18
Memanas dan berasap
19
Terbakar
20
Bagaimana mungkin?
21
Khawatir
22
Suami Sementara
23
Kepulangan Erin
24
24
25
Gusar
26
Lamunan
27
Surat
28
Seperti selingkuhan
29
Dilema
30
Melupakan kesepakatan
31
Izar?
32
Penjelasan dan kebenaran
33
Sagita mencari tahu
34
Mama, i love you
35
Malam panas
36
Kandidat Utama
37
Kedatangan Meylin, Rana, dan Lisa
38
Khawatir
39
You're pregnant
40
Intimidasi
41
41
42
Alasan kebencian
43
Rencana
44
Sandiwara
45
45
46
Fakta sebenarnya
47
Permintaan maaf
48
Mama
49
Masa lalu Erin
50
Di kedai bakso
51
Pertengkaran
52
Janggal
53
Sebuah fakta dan ancaman
54
Kemarahan Abidzar
55
Ke rumah sakit
56
Kau bebas
57
57
58
58
59
59
60
Masalah demi masalah
61
Kekacauan
62
Amarah Abidzar
63
63
64
64
65
65
66
Jatuh cinta pada suamimu
67
67
68
Menemui Ryan
69
69
70
Nasi sudah jadi bubur
71
Semua Terkuak
72
Hana
73
73
74
74
75
Pembicaraan
76
Keinginan terakhir
77
Menemui Erin
78
Obat lucknut
79
I want ...
80
Efek obat lucknut
81
81
82
82
83
83
84
Tak ada kata perpisahan
85
85
86
Karma?
87
87
88
88
89
89
90
Salam Perpisahan
91
Akhir dari perempuan manipulatif
92
Sesuatu yang didapat dengan cara tidak baik, akan berakhir tidak baik pula
93
Sebuah hikmah
94
Menggelikan
95
95
96
96
97
97
98
Sebuah penantian
99
99
100
100
101
101 S2
102
102 S2
103
103 S2
104
104 S2
105
105 S2
106
106 S2
107
107 S2
108
108
109
109 S2
110
110 S2
111
111 S2
112
112
113
113
114
114 S2
115
115
116
116 S2
117
117 S2
118
118 S2
119
119 S2
120
120 S2
121
121 S2
122
122 S2
123
123 S2
124
124
125
125 S2
126
126 S2
127
127
128
128 S2
129
129 S2
130
130 S2
131
131 S2
132
132 S2
133
133 S2
134
134 S2
135
135 S2 TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!