...Happy Reading...
Antara takjub dengan kecerdasan Yoyo dan juga rasa takut jika anak ajaib itu benar-benar mempelajari tentang nafkah lahir batin terhadap pasangan, karena bocah sekecil itu sudah pandai mengoperasikan smartphone miliknya, dan jika dia mencari tahu kepada mbah goggle tentang itu semua, entah apa yang akan terjadi setelahnya.
"Yoyo, kamu tidak boleh mempelajari apapun itu soal hubungan suami istri sebelum kamu dewasa, mengerti kamu nak?" Samuel menyuruh Yoyo duduk di ranjang mereka.
"Tapi kenapa Dad, Yoyo kan ingin tahu?" Tanya Yoyo yang selalu merasa penasaran.
"Aish... sudahlah, Yoyo mau mommy temani tidur ya, ayok Mommy bacakan dongeng nanti ya?" Rinjani memilih mengalihkan topik pembicaraan saja, karena pembahasan mereka itu tidak baik didengar oleh anak seumuran dia.
"Sayang, aku masih pengen dipeluk?" Rengek Samuel yang seolah tidak rela.
"Astaga, tapi Yoyo gimana ini?" Rinjani pun serba salah, tidak mungkin dia pilih salah satu diantara mereka saat itu.
"Panggil sahabatmu itu, suruh dia temankan Yoyo sebentar." Samuel teringat dengan Niar, salah satu pawang Yoyo yang paling kebal selain Rinjani.
"Tapi dia sibuk ngurusin persiapan pernikahannya kak?" Rinjani pun sebenarnya inginnya begitu, karena Samuel memang sedang membutuhkan dirinya saat ini, namun Rinjani merasa tidak enak jika menggangu kesibukan Niar, karena ini menyangkut perhelatan sekali seumur hidup dan harus dipersiapkan dengan matang-matang pikirnya.
"Nanti biar anak buahku yang membantunya, siapa suruh dia menikah dengan pria itu, coba dengan Marvin, dia hanya perlu pasang badan di acaranya itu saja, tidak perlu dia capek-capek harus ngurusin itu itu semua, apa gunanya calon suaminya itu, Lemah!" Hujat Samuel yang seolah ikut kesal dari cerita pilu itu.
"Kalau bukan jodohnya, kita bisa apa kak?"
"Cepat panggil dia, kepalaku semakin pusing ini!"
"Astaga, ya sudah, tapi aku panggil Marvin juga ya, biar dia memeriksa keadaan kamu, nanti kalau aku terlambat mengambil keputusan aku juga yang kena marah sama dokter sinting itu."
"Terserah kamu saja, tapi sini peluk aku lagi." Samuel menengadahkan wajahnya kearah istrinya tanpa malu sedikitpun dengan Yoyo yang sudah mendelik kearahnya.
"Daddy, jangan curang dong, Mommy itu gilirannya sama Yoyo sekarang!" Si bocah ajaib itu langsung protes seketika.
"Nggak!" Samuel langsung memeluk Rinjani dengan posesif.
"Daddy jahat!" Yoyo langsung menjerit sekuatnya bahkan sampai memekakkan telinga.
"Fuuuh... Stop! sini nak, untuk sementara Mommy tidur ditengah, Yoyo tidur disamping kanan dan Daddy disamping kiri, sebentar lagi kak Niar mau datang, dia mau ngajak Yoyo jalan-jalan ke taman bermain, mau nggak?"
Akhirnya Rinjani selesai mengirimkan pesan kepada dua orang yang bisa membantu menyelesaikan masalahnya kali ini.
"Mau... mau... horaaay!" Teriak Yoyo yang langsung kegirangan dan melompat-lompat diatas ranjang, karena sudah lama dia tidak jalan-jalan ke taman bermain dan menikmati permainan disana.
Akhirnya Rinjani bisa tersenyum lega, walau dia harus terhimpit diantara tubuh suami dan anaknya yang berebut ingin memeluk dirinya dan menjadikannya sebagai bantal guling. Hingga tanpa sadar mereka bertiga kembali terlelap.
Satu jam setelahnya mobil Marvin mulai memasuki gerbang rumah mewah itu, dia sudah membawa satu kotak obat dan semua perlengkapan jika Samuel membutuhkan semuanya.
"Haduh... kenapa setelah sekian lama, dia bisa kambuh lagi sih? sakit maaku jika harus melihat mereka berdua berpelukan seperti itu!" Umpat Marvin sambil mengeluarkan Tas besar miliknya dari dalam mobil.
"Sudah sampai neng, apa ini rumahnya?"
"Iya pak, terima kasih ya."
Degh!
Dan suara wanita dari arah gerbang utama itu membuat langkah Marvin terhenti, jantungnya tiba-tiba berdetak semakin kencang seperti genderang mau perang.
Niar?
Sudah hampir satu bulan lebih dia tidak lagi mendengar suara wanita idamannya itu, dan waktu satu bulan itu bahkan terasa seperti satu tahun, hal itu cukup menyiksa batin dari Marvin yang teramat sangat, masih baik di kampung itu ada Oma yang senantiasa menghiburnya kala itu.
"Dok... dokter Marvin?"
Ternyata bukan hanya Marvin, tapi Niar pun terlihat terkejut, bahkan mulutnya terlihat bergetar saat menyebut kembali nama pria yang sampai saat ini masih mengobrak-abrik hatinya.
"Hmm... kamu disuruh kesini juga?" Tanya Marvin yang langsung mengalihkan tatapan wajahnya, karena seolah tidak sanggup melihat wajah cantik Niar, yang nantinya akan bersanding dengan orang lain.
"Iya, katanya pak Samuel kambuh tadi, jadi aku suruh nemenin Yoyo, karena babysitternya dia jahili kembali." Niar pun berbicara tanpa bernai memandnag kearah wajah Marvin, dia memilih menunduk melihat sepatu miliknya yang harganya tidka seberapa itu.
"Kalau begitu masuklah terlebih dahulu!" Marvin mempersilahkan Niar agar masuk terlebih dahulu.
"Kamu aja dulu, pak Samuel kan pasti lebih membutuhkan kamu."
Ada rasa canggung diantara mereka, padahal dulu mereka sangat dekat, sering beradu pendapat satu sama lain, walau akhirnya pernah sampai beradu mulut, tapi bukan bertengkar, melainkan saling menyalurkan hasrat pada diri masing-masing yang tiba-tiba muncul mengobrak-abrik hati sanubari.
"Nggak papa, aku akan berjalan dibelakangmu!" Marvin tetap menolak, karena beradu pandang dengan Niar dalam jarak dekat, sama saja dengan kembali mengiris hatinya yang baru saja dia pulihkan kembali.
Apa dia begitu tidak sudi berjalan disampingku lagi? padahal sesungguhnya aku sangat merindukannya? Astaga... padahal hari pernikahanku sudah didepan mata.
"Kalau begitu kita masuk barengan saja, hehe." Niar tersenyum canggung jadinya, walau hatinya masih bertanya-tanya.
Niar, aku sangat merindukanmu, entah sampai kapan rasa ini terukir untukmu, sejauh apapun aku menghindar darimu, namun wajahmu tak pernah luput dari ingatanku, aku sayang kamu Niar.
"Ya sudahlah."
Akhirnya Marvin berjalan beriringan disamping Niar, dengan pandangan lurus kedepan, dan dengan lamunan diantara mereka masing-masing.
"Gimana kabarmu?" Niar mencoba mengajak Marvin untuk mengobrol agar suasana diantara mereka tidak begitu mencekam, karena perjalanan dari pintu hingga ke kamar mereka cukup jauh karena rumah itu sangat luas sekali.
"Aku baik."
"Emm.. Aku sudah mengirimkan undangan pernikahanku untukmu, jika kamu sempat datanglah diacara pernikahanku nanti."
Sebenarnya bukan hanya Marvin yang tersakiti, Niar pun sama, namun keadaan telah memaksa dia untuk tidak bisa menolak cintanya yang dulu.
"Untuk apa? apa kamu berharap aku akan mengucapkan selamat dihari pernikahanmu nanti? jangan mimpi kamu!"
Duar!
Niar sama sekali tidak menyangka jika Marvin akan berkata seperti itu, bahkan saat ini dia berusaha sekuat tenaga untuk menjaga keseimbangan tubuhnya, agar tidak roboh, saat ucapan Marvin seolah menusuk tembus ke ulu hatinya.
Sebagian orang bilang, sangat menyakitkan ketika menunggu seseorang, namun sebagian lagi bilang, menyakitkan itu ketika kita harus melupakan, tapi yang paling sakit sebenarnya adalah ketika kamu tidak tahu apakah harus menunggu atau melupakan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
Tha Ardiansyah
Pedes banget tuh kata-kata, ngalahin pedesnya cabe
2023-04-10
0
Diank
Ya ampun Kak, kata2mu ngena banget dihati , makknyuss jleb
2023-02-18
1
gemar baca
kasian...kalian berdua lagi d permainan takdir kak iska 🤭🤭 berdoalah tangannya menuliskan takdir kalian bersatu 😀
2023-02-16
4