Cinta Dari Luar Angkasa

Cinta Dari Luar Angkasa

Nura Kecil

Nura. Anak perempuan berusia tujuh tahun itu kini tengah merajuk pada Emak. Ia kesal karena Tio, adik bungsunya dibelikan sepatu baru sementara ia hanya mendapatkan sepatu bekas Kak Eci.

Nura semakin tambah kesal ketika Kak Eci mengatakan padanya bahwa ia pun mendapatkan sepatu itu dari Kak Lili. Itu berarti usia sepatu itu kini sudah tiga generasi di tangan Nura.

'uuuuuggghhh!!! Sebal!! Seball!' begitu rutuk Nura dalam hati.

Kenapa hanya dalam hati? Karena Nura tak memiliki keberanian untuk terus terang menyatakan ketidaksukaan nya pada sepatu butut itu.

Bisa-bisa Emak akan memarahinya habis-habisan. Mengatakan bahwa ia tidak bersyukur-lah. Atau apa-lah. Padahal kan ia sudah mengucap 'alhamdulillah'.

Coba kalau tidak bersyukur, sudah tentu sedari tadi sepatu butut itu akan dibuangnya jauh-jauh.

Kini Nura bergerak mendekati Emak. Ia memijit-mijit pelan pundak Emak yang saat itu tengah menguleni tepung untuk dijadikan kue Macho. kue yang nantinya akan Emak titipkan di kantin sekolah Kak Lili. Seperti biasanya.

Keluarga Nura memang terbilang keluarga Segala kebutuhan hidup tiga putri dan seorang putra di keluarga itu dipenuhi dari hasil berdagang kue-kue tradisional buatan Emak yang dititipkannya ke kantin SMP tempat Kak Lili sekolah.

Bapak sudah lama wafat. Sekitar empat bulan setelah Tio lahir, pada enam tahun yang lalu.

Sungguh. Saat itu adalah masa-masa yang sulit bagi Emak. Ditinggal mati suami pada usia 26 tahun, dan sudah menjadi tulang punggung bagi empat orang anak yang masih kecil-kecil. Itu bukanlah perkara mudah. Terlebih lagi saat itu Kak Lili sudah duduk di bangku sekolah kelas 2 SD.

Hampir saja Kak Lili putus sekolah jika saja tak ada Koh Acan, tetangga Hokian yang tinggal di sebelah rumah mereka. Koh Acan mau berbaik hati membiayai sekolah Kak Lili yang memang dikenal di sekolah sebagai anak berprestasi. Itu pun dengan syarat, sepulang sekolah Kak Lili harus membantu berjualan di market kelontong Koh Acan.

Saat Kak Lili mulai bekerja, Kak Eci baru berumur lima tahun. Meski usianya terbilang muda, Kak Eci sudah ditugaskan Emak untuk menjaga Nura. Sementara Emak membawa serta Tio, balita empat bulannya untuk kuli mencuci di rumah orang gedong.

Nura yang saat itu berumur 1 setengah tahun terbilang adik yang cukup rewel. Kemana pun Eci pergi, Nura selalu ingin ikut. Bahkan untuk ke WC umum yang letaknya di atas sungai sekali pun, Nura juga ingin ikut.

Berbeda sekali dengan Nura saat ini. Saat ini Nura selalu sebal dengan Kak Eci, lantaran ia sering dijahili oleh kakak perempuannya itu.

Lihat saja saat ini. Ketika Nura tengah bersiap-siap untuk membujuk Emak agar membelikannya sepatu baru seperti yang dibelikannya untuk Tio, Kak Eci malah iseng menjahilinya dengan berkata,

"Mak, Nura katanya mau bilang 'sesuatu'..." Kata Kak Eci dengan senyum jahilnya.

"Mau bicara apa, Nura?" tanya Emak, dengan perhatian masih fokus pada menguleni tepung macho.

Nura yang ditanya tiba-tiba seperti itu akhirnya malah gelagapan.

"Eh! itu Mak... mmm..."

"Apa?" tanya Emak lagi.

Kak Eci tersenyum lebar melihat ekspresi Nura. Nura sendiri merasa makin sebal pada kakaknya itu. Ia lalu memelototi Kak Eci, yang selanjutnya dibalas pula dengan pelototan.

Merasa pertanyaannya lama tak dijawab, Emak pun bertanya lagi.

"Ada apa Nura?"

"ii...itu Mak.. tentang... se.sepatu!"

"Sepatu? kenapa?"

"itu... mmm..."

Nura makin gelagapan. Dan ini membuat Kak Eci makin tersenyum lebar. Akhirnya Kak Eci pun tergerak untuk 'membantu' adiknya itu. Kak Eci berkata,

"Nura katanya mau bilang "makasih" Mak untuk sepatunya. Dia seneeeeeeeeeng banget dapet sepatu itu."

Nura melotot kaget ketika mendengar ucapan Kak Eci itu. Gagal sudah rencananya untuk membujuk Emak agar membelikannya sepatu baru. Gagal total. Tal. Tal. Tal..

Dan Nura yang tak punya keberanian untuk membantah pun akhirnya mengiyakan saja pertanyaan Emak. Dalam hatinya ia merasa geram sekali pada keisengan Kak Eci.

'Nyebelin! Nyebelin ! Nyebelin!' rutuk Nura, lagi-lagi hanya dalam hati.

Nura pun bergegas mencium punggung tangan Emak lalu melangkah keluar rumah. Di samping pintu, sepatu 'butut' barunya sudah tergeletak rapih siap dipakai.

Nura yang tak punya pilihan selain menggunakan sepatu itu, karena sepatu lamanya hilang sebelah digondol tikus, akhirnya meraih sepatu itu untuk dipakainya.

Setelah kedua sepatu itu terpasang rapih di kakinya, Nura pun kemudian melangkah cepat-cepat menuju sekolah.

"Nura berangkat ya, Mak. Assalamu'alaikum!"

"wa'alaikum salam warahmatullah..."

Di dapur, ketika dirasa Nura sudah cukup jauh dari rumah, Emak menghentikan kegiatannya sejenak.

Emak sebenarnya tahu bahwa tadi Nura ingin minta sepatu baru. Ibu mana yang tidak bisa membaca isyarat tubuh anaknya ketika menginginkan atau tidak menyukai sesuatu. Emak jelas tahu.

Tapi, oleh karena keterbatasan uang selama semester akhir sekolah ini, juga karena meningkatnya kebutuhan hidup dengan Tio yang juga akan memasuki sekolah pada bulan depan, Emak pun akhirnya mesti menahan diri dan berpura-pura tak mengerti keinginan Nura.

Emak sebenarnya sedih sekali, tadi. Tapi Emak harus menegarkan dirinya untuk mendidik putra-putrinya agar bisa hidup hemat dan prihatin dengan kondisi keluarga.

Akhirnya, Emak kembali menekuni pekerjaannya membuat kue Macho. Ia harap, bulan depan ada uang lebih yang cukup untuk dibelikannya sepatu baru bagi Nura.

"Duh Gusti, mampukan hamba mengais rizki untuk anak-anak hamba. Aamiin," Emak melirihkan sebait doa.

***

Sementara itu di luar galaksi bima sakti, sebuah pesawat luar angkasa berbentuk piringan melayang di antara gelap nya angkasa luas.

Dalam pesawat tersebut, terdapat tiga orang penumpang. Dua penumpang berpenampilan seperti sepasang manusia dewasa. sementara satunya lagi, tampak seperti anak kecil yang gender nya masih sulit untuk dikenali.

Ketiga orang tersebut mengenakan kostum berwarna metalik. Kini mereka menatap potret bumi di layar hologram di dekat dinding.

"Kami mengajak mu ke bumi, untuk bekal pengalaman mu nanti, Yon, saat kau menjadi peneliti seperti kami," ujar lelaki dewasa kepada anak kecil di samping nya.

"Ya, Dad," sahut anak kecil bernama Yon itu.

"Daddy dan Mommy akan pergi sebentar untuk mengambil sampel barang berbahaya untuk kami bawa pulang lagi ke lab di planet kita. Selama kami pergi, kau tetap lah di pesawat, oke?" pesan ayah Yon kepada nya.

"Baik, Dad!"

"Apa Yon boleh bermain-main di luar pesawat, Dad? Yon ingin mencoba merasakan atmosfer di bumi.." Yon meminta ijin pada sang ayah.

"Boleh. Tapi gunakan mode hantu, seperti yang pernah Ayah ajarkan kepada mu, oke? dengan begitu. para manusia yang melihat mu nanti akan mengira kau sebagai hantu," ujar Ayah Yon mengingatkan.

"Baik, Dad.." sahut Yon menurut.

"Nah. itu dia irisan Morf nya. Sebaik nya kita bersiap-siap!" tunjuk Ayah Yon pada black holes yang tiba-tiba saja muncul entah dari mana.

Ternyata Black holes itu menjadi jalan tercepat bagi pesawat luar angkasa tersebut untuk menuju ke bumi. Bagian terdalam di galaksi bima sakti.

Dan Yon, sang alien kecil itu pun menatap penuh harap pada perjalanan nya ke bumi yang pertama kali ini.

'Apa aku akan memiliki teman manusia, nanti?' tanya Yon pada dirinya sendiri.

***

Terpopuler

Comments

Bisikan_H@ti

Bisikan_H@ti

like n subscribe kak😊

2023-02-16

0

Bisikan_H@ti

Bisikan_H@ti

ya Allah, mengsedih😢😢

2023-02-16

0

Bisikan_H@ti

Bisikan_H@ti

hahaha 😅😅

2023-02-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!