Hari ini adalah hari pertama dimana Boy dan Emil menjadi pasangan suami istri, mereka adalah pasangan suami istri yang aneh yang pernah ada. Dimana tidur di kamar yang terpisah dan rumah yang terpisah pula.
Rumah tangga mereka sama sekali tidak ada mesra-mesranya layaknya pengantin baru. Tentu saja memang begitu, karena mereka menikah bukan atas dasar keinginan mereka berdua. Akan tetapi mereka menikah karena terpaksa, karena dituduh melakukan hal yang tidak-tidak.
Hari ini Emil dan dan Boy pergi ke sekolah bersama, bagaimana pun juga Emil dan Boy kini adalah suami istri. Mereka harus ada pendekatan bukan. Jadi Ega memutuskan untuk memberi ruang pada Emil dan juga Boy, untuk merancang masa depan mereka berdua. Meskipun sepertinya Emil tidak akan nyambung jika diajak membicarakan masa depan, akan tetapi biarlah Boy memberi sedikit bimbingan pada Emil. Agar gadis remaja itu bisa bersikap dewasa.
Emran dan Rafa sangat shock mendengar kenyataan jika Emil dan Boy semalam menikah, Emran kesal bukan main jika adiknya tiba-tiba menikah. Ia masih kecil dan belum bisa berpikir dengan benar, jadi bagaimana bisa Emil menikah. Emran sempat memberi usul agar Emil dan Boy bercerai saja, tapi saran dari Emran di tolak mentah-mentah oleh Ega.
Karena sejatinya pernikahan itu bukanlah permainan yang bisa sekarang menikah tetapi besok bercerai. Pernikahan itu adalah sesuatu yang sakral, dimana itu adalah sebuah ikatan suci yang mengikat jiwa dan raga dari dua insan, yang melakukan perjanjian dihadapan Tuhan untuk hidup saling menyayangi dan juga mencintai, serta saling menjaga satu sama lainnya.
Mendapatkan petuah dari Ega, Emran pun pasrah saja dengan keadaan. Toh Emil saja yang menikah cuek - cuek saja, ia bahkan tidak merasa tertekan ataupun shock karena dinikahkan tiba-tiba.
"Kak Boy," panggil Emil.
"Kenapa?" tanya Boy dingin.
"Tadi Papa bilang sama aku, katanya aku mesti ngobrol sama Kakak tentang gimana hubungan kita selanjutnya," ucap Emil.
"Terus, kamu jawab apa?" tanya Boy, dan melirik sekilas gadis remaja yang cantik dan ranum itu, eh tunggu ranum apanya yang ranum? Sudahlah kembali ke Topik utama yaitu tentang pernikahan Boy dan Emil, yang dilakukan dengan cara yang lumayan ekstrim. Yaitu karena dipaksa oleh para warga kompleks yang kurang garam itu pikir Boy.
"Aku jawab iya aja, aku bilang nanti aku bakal ngobrol sama Kakak," jawab Emil enteng, Boy menghela napas kasar. Maksud dari pertanyaan Boy bukanlah itu. Akan tetapi Emil malah mengartikannya dengan makna yang sederhana. Sepertinya otaknya yang kecil itu memang kurang berfungsi dengan baik.
"Maksudnya itu bukan gitu loh Emil, paham gak sama apa yang yang Kakak omongin sama kamu barusan?" tanya Boy gemas.
"Enggak? Emang apa sih maksudnya, jangan berbelit-belit Emil pusing." ucapnya. Andaikan saja dia bukan anak dari seorang Ega si bakul nasi. Mungkin Boy sudah mengunyah Emil dari tadi.
"Maksudnya begini Emil, rencana kita sekarang itu apa? Kita udah nikah dan kita udah resmi jadi suami istri. Jadi gimana kita menjalani hubungan suami istri ini di saat kita masih sebagai seorang pelajar, begitu maksudnya." jelas Boy, berharap titisan bakul nasi ini mengerti dengan apa yang Boy katakan. Boy pun melihat ke arah Emil sekilas, dan terlihat gadis cantik ini malah menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sepertinya ia memang tidak mengerti maksud dari ucapan Boy itu.
"Udahlah, aku gak mau bahas lagi. Kita jalani hidup kita seperti biasanya aja. Yang terpenting kamu jangan pacaran, karena sekarang kamu udah punya suami, kamu ngerti kan?" tanya Boy. Emil pun mengangguk paham, akhirnya Emil bisa sedikit mengerti. Syukurlah, Boy bisa sedikit bernapas lega.
Mempunyai istri seperti Emil, sepertinya Boy harus menyetok banyak kesabaran. Dimana ia harus mempersiapkan kesehatan lahir dan batinnya. Karena Emil adalah orang yang mempunyai pikiran yang terlalu sederhana dan selalu berpikir positif pada hal apapun. Tapi itu adalah sisi baik dari Emil yang jarang dimiliki oleh perempuan lain. Dan Boy harus bersyukur akan hal itu.
Tak lama setelah obrolan itu, Boy kini sampai di sekolah Emil. Kini menjadi tugas Boy untuk mengantar jemput Emil sekolah. Dan itu atas perintah dari Ega dan juga Beni. Pria yang sangat tampan nan seksi ini sama sekali tidak merasa keberatan akan hal itu. Karena mengantar jemput istrinya sudah menjadi kewajibannya.
Saat hendak keluar dari mobil, Emil menengadahkan tangan pada Boy, tak lama Boy pun memberikan dua lembar uang merah pada Emil. Emil yang menerima uang itu pun tersenyum senang. Bagaimana tidak, niatnya menengadahkan tangan adalah untuk mencium tangan Boy, akan tetapi Boy malah memberikannya uang. Tentu saja Emil sangat senang karena uang jajannya menjadi bertambah banyak.
"Alhamdulillah, rejeki anak soleh. Mau salim malah dapat salim tempel, merah-merah pula." Emil langsung mengambil uang itu dan melipatnya serta memasukannya pada seragam sekolahnya.
"Jadi kamu cuma mau salim?" tanya Boy, merasa bodoh pada dirinya sendiri.
"Iya, emangnya kenapa?"
"Aku pikir kamu minta uang jajan," jawab Boy, dijawab oleh Boy seperti itu malah membuat Emil semakin tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Boy.
"Gak apa-apa dong, Kak. Hitung-hitung nafkah pertama dari Aa buat Neng Emil," ucapnya masih dengan tawanya. Baru kali ini Boy merasa menjadi orang bodoh, bisa-bisanya ia tidak paham dengan maksud Emil
"Ya sudah, ambil saja uang itu. Kalau perlu uang jajanmu biar menjadi tanggunganku," jawab Boy, tapi Emil malah menggelengkan kepalanya menolak ucapan Boy.
"Kenapa kamu gak mau dikasih uang jajan sama aku? Kita kan udah resmi jadi suami istri. Udah sewajarnya aku kasih nafkah buat kamu."
"Yang nolak dikasih uang siapa? Aku gak nolak, cuma sayang aja kalau aku nolak di kasih uang jajan sama Papa. Sayang banget Papa capek-capek kerja tapi uangnya gak ada yang habisin," jawab Emil. Boy hanya geleng-geleng kepala saja. Ia tidak mengiyakan atau pun melarang Emil meminta uang pada Papa nya.
"Ya udah sana turun, nanti keburu bel masuk!"
"Gak sun sayang dulu gitu, biasanya temen - temen aku suka di sun sama pacarnya. Ini aku sama suami malah di anggurin," ucapnya.
"Gak, nanti aja ..." tolak Boy karena memang ia masih belum berani menyentuh Emil.
Sejak semua orang tahu tentang dirinya yang pernah melihat pisang gantung milik Boy. Kini malah Emil merasa tidak ada beban lagi pada Boy. Dan ia merasa perasaannya kembali biasa dan tidak merasa malu lagi. Bahkan bayangan pisang gantung pun, nyaris hilang dari pikirannya.
"Acieeehhh, anaknya es bon-bon malu-malu kambing gara-gara diminta Sun, " goda Emil.
****
Ya ampun Emil 😌😌😌 yang sabar ya Boy, kalau Emil nakal bilang aja sama Mimin.
Mimin kasih bonus visual Boy, gantengnya uucchhhh gumush pengen cium 😚😚😚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Mamaheazkia Azkia
uluuuhhh uluuuhhhh Boy 😍😍😍😍 mni kasep pisan euy 😃😁😁🤭
2024-06-13
0
Dewi Humaira
ganteng banget anaknya es bon bon
2024-06-11
0
Dewi Anggya
Emg dasarrr tukang sosooor si Emil 😂😂😂
2023-12-27
0