Mereka tercengang. Padahal sepuluh menit yang lalu mereka masih melihat beruangnya mengamuk, tetapi sekarang beruang itu sudah terkapat mati di atas tanah. Mereka tidak menyangka kalau sesosok wanita dapat membunuh beruang itu.
"Apakah Anda sendiri yang menghabisi beruang ini?" tanya seorang kesatria.
"Benar, memangnya kenapa? Ini adalah hal mudah bagiku. Kalian bereskan sisanya, aku akan pergi sekarang."
Andressa melompat turun ke bawah. Dia berlalu pergi begitu saja tanpa memberi penjelasan lebih. Para kesatria hanya terdiam menatap punggung Andressa yang kian menjauh.
"Aethernya sangat kuat. Siapa wanita itu?"
"Aku tidak tahu, tetapi warna rambutnya aneh. Tidak pernah sekali pun aku temukan orang yang punya warna rambut perak."
Andressa berkeliaran sejenak di sekitar perbatasan ibu kota. Di saat dia tengah menikmati pemandangan sekitar, waktu tenangnya kembali diganggu.
"Hei, pasukan perang telah kembali!"
"Para kesatria sepertinya terluka parah. Cepat panggil para tabib!"
Para pasukan perang kekaisaran kembali dari perang perebutan wilayah kekuasaan. Mereka membawa kemenangan, tetapi di antara mereka menderita luka parah. Sungguh kasihan saat melihat tidak sedikit di antara mereka yang kehilangan tangan, kaki, atau mata.
'Luka mereka parah, jika tidak segera diobati maka mereka akan kekurangan darah. Aku harus membantu sebelum terjadi sesuatu yang lebih buruk.'
Andressa menerobos kerumunan orang yang berdiri mengitari para kesatria korban perang. Sungguh kasihan, nyawa mereka berada di ambang kematian.
"Tidak ada waktu untuk memanggil tabib! Mereka akan mati kalau tidak segera ditangani!" seru Andressa.
"Siapa kau? Kenapa kau seenaknya saja berbicara seperti itu?"
Seorang kesatria mencegat langkah Andressa yang hendak mengecek korban yang terluka. Dia meminta keterangan Andressa terkait siapa ia.
"Kebetulan aku juga seorang tabib. Aku bisa tahu kondisi mereka hanya dalam sekilas pandang. Bagaimana? Apa kau hanya membiarkan rekanmu gugur begitu saja tanpa ada penanganan khusus?"
Sorot mata Andressa tampak meyakinkan. Kesatria itu pun langsung memberi jalan untuk Andressa.
"Baiklah, tolong selamatkan rekanku."
Andressa mengangguk. Dia memeriksa satu persatu sepuluh orang kesatria yang mendera luka parah.
'Bagaimana ini? Tangan dan kaki mereka tidak bisa disambung kembali kalau hanya mengandalkan kemampuan seorang tabib. Andaikan saja ada sedikit mana, maka aku bisa menyambung jaringan tangan dan kaki mereka yang mati.'
Sebuah keajaiban entah datang dari mana menghampiri Andressa. Gadis itu tiba-tiba merasakan setitik mana di jantungnya. Walau samar-samar, tetapi Andressa bisa memastikan bahwa itu memang benar adalah aliran mana.
'Aliran mana?! Ini sangat kecil, tetapi jika aku gunakan untuk membantu menyambungkan jaringan tangan dan kaki mereka, maka ini sudah lebih dari cukup. Meski aku tetap harus melakukannya secara perlahan, bukan instan seperti healer.'
Andressa memilih memikirkan masalah mana itu nanti. Sekarang dia harus bergerak cepat menyelamatkan orang-orang itu.
"Bisakah kalian memindahkan mereka terlebih dahulu ke tempat yang lebih lapang? Aku tidak bisa menyatukan tangan dan kaki mereka jika berada di tempat seperti ini."
Semua orang tercengang mendengar Andressa.
"Anda bisa menyatukan tangan dan kaki mereka lagi?"
"Iya, maka dari itu, tolong bawa mereka ke ruangan atau tempat kosong. Aku akan segera memulai mengoperasi mereka," tegas Andressa.
"Baik, kami akan membawa mereka ke tempat kosong."
Satu per satu dari para korban itu dibawa ke sebuah bangunan rumah tua yang tidak lagi digunakan. Andressa bersiap-siap melakukan operasi darurat.
"Apakah ada yang punya sarung tangan?!" Sekali lagi Andressa menyeru meminta sarung tangan.
"Pakai punya saya. Ini masih baru." Sesosok wanita paruh baya menyerahkan sepasang sarung tangan baru untuk Andressa.
"Terima kasih."
Andressa masih kekurangan orang untuk membantunya. Apabila menunggu Tabib, maka dia akan kehabisan waktu.
"Apakah di sini ada seorang tabib atau asisten tabib?" tanya Andressa kepada kerumunan orang sekitar.
Sepersekian detik menunggu respon, seorang gadis muda mengangkat tangannya.
"Saya, Nona, tetapi saya hanya seorang pemula," ucap gadis itu.
"Tidak masalah, ayo bantu aku."
Gadis itu mengikuti Andressa ke dalam ruangan. Sebelum itu, Andressa menutup mulutnya dengan masker seadanya.
"Siapa namamu?" Andressa bertanya ke gadis itu.
"Saya Amelia, Nona."
"Baiklah, Amelia. Tugasmu tidak terlalu sulit, kau cukup berdiri di sampingku lalu melakukan apa yang aku perintahkan. Paham?"
Amelia mengangguk penuh keraguan. "Saya paham."
Sebenarnya, Amelia tak kuasa menahan rasa gugupnya. Akan tetapi, melihat ketenangan Andressa, dia pun menjadi ikut tenang.
"Tolong berjaga di depan dan jangan biarkan satu pun orang masuk. Apabila kalian ingin rekan kalian selamat, turuti perintahku," titah Andressa kepada sejumlah kesatria.
"Baik, Nona."
Andressa mengamati satu persatu pasien di ruang tersebut. Dia harus menyelesaikan tahap operasi dengan cepat menjelang para tabib datang membuat ulah.
"Apa yang hendak Anda lakukan?" tanya Amelia.
"Operasi."
"Operasi?" Amelia bertambah bingung.
Wajar saja dia bingung, pasalnya di dunia ini tidak ada yang tahu apa itu operasi. Segalanya mereka lakukan secara tradisional, hanya mengandalkan obat-obatan saja.
"Aku akan menyambung kembali tangan dan kaki mereka yang putus." Andressa memperjelas maksud dari operasi.
"Itu terdengar mustahil. Tidak ada tabib—"
Perkataan Amelia terpotong ketika seorang pasien terjaga dari pingsan.
"Apakah Anda tidak bercanda, Nona? Apa saya sungguh bisa menggunakan tangan saya lagi untuk mengayunkan pedang?" Pasien itu bertanya dengan suara terputus-putus.
"Iya, asalkan kau bisa menahan sedikit rasa sakitnya karena di sini tidak ada bius. Bisakah kau bertahan? Aku akan menyambungkan tanganmu lagi."
"Saya akan menahan rasa sakitnya, yang terpenting saya bisa sembuh."
Andressa tersenyum puas melihat tekad hidup kesatria tersebut.
"Jangan khawatir, kau bisa menyerahkan sepenuhnya kepadaku."
Jemari Andressa mulai melakukan tugasnya. Tangan yang terputus akibat sayatan pedang disatukan kembali menggunakan sebuah jarum dan benang. Gerakan tangan Andressa amat sangat cepat sampai-sampai mata Amelia tidak dapat mengikuti pergerakannya.
'Apakah teknik bernama operasi ini sungguh berhasil? Belum ada sejarahnya tabib menjahit tubuh orang. Terlebih lagi, cahaya hijau apa itu? Cahayanya menyelimuti tangan dan jarum jahitnya,' pikir Amelia.
Sang pasien operasi berupaya semaksimal mungkin memperkuat diri menahan rasa sakit akibat jarum jahitnya.
'Untung saja aku dulu pernah beberapa kali menjadi Dokter di dunia modern sehingga melakukan operasi ialah hal mudah bagiku.'
Sampailah di operasi terakhir, terdengar suara datangnya para tabib. Mereka datang di waktu yang sangat terlambat.
"Ada di mana pasiennya?"
Para kesatria langsung mencegat para tabib yang hendak memasuki ruang tempat Andressa melakukan operasi.
"Tolong jangan masuk ke dalam karena sudah ada tabib yang menangani korban yang terluka."
Para tabib sangat kebingungan kala itu.
"Siapa yang menanganinya? Lalu mengapa terdengar suara teriakan pasien dari dalam? Apa yang terjadi?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 358 Episodes
Comments
komentar terbaik
rambut peraknya terlalu mudah dikenali
2024-04-28
0