Andressa berdecak kesal. Hatinya memanas menekan emosi yang tak kunjung padam. Niana dan Chris membuatnya sakit kepala. Padahal dia berniat untuk beristirahat sejenak, tetapi banyak orang yang mencari masalah dengannya.
"Aku tidak peduli. Seberapa tinggi pun posisimu, aku tidak akan menaruh hormat terhadap orang-orang yang mengganggu ketentraman hidupku. Termasuk kalian berdua, para sampah tak berguna."
Niana menggertak geram. Semakin banyak mata yang menyaksikan keributan ini. Niana tidak peduli situasi yang ia hadapi saat ini, yang dia inginkan hanyalah memberi pelajaran kepada gadis tersebut.
"Sampah? Bukankah kau yang sampah? Kau itu hanyalah seorang tabib yang tak berbakat sama sekali. Berapa lama kau bekerja di klinik ini? Apakah ada peningkatan dirimu? Tidak ada kan? Maka dari itu, jaga sikapmu, Andressa," tekan Niana.
"Benarkah begitu?" Andressa tiba-tiba saja menjambak rambut Niana, cengkeraman tangannya sangat kuat. "Yang membuat aku tidak berkembang adalah kalian! Sekarang usiaku delapan belas tahun, aku menjadi tabib selama lima tahun. Namun, kalian memperlakukanku seperti pesuruh. Apa kalian merundungku hanya karena warna rambutku berbeda?!"
Niana merintih kesakitan. Kulit kepalanya seperti akan lepas. Akan tetapi, dia tidak punya kekuatan lebih mengalahkan Andressa.
"Kenapa kau seperti ini? Lepaskan aku! Biasanya kau menuruti setiap perintahku. Lalu mengapa kau tiba-tiba berubah drastis?"
Andressa tersenyum miring. Ingatan si pemilik tubuh terus menerus menghujam kepalanya seperti rintik hujan.
"Kau tidak perlu tahu penyebab aku berubah!"
Andressa menghantam kepala Niana menggunakan lututnya. Kesadaran Niana nyaris menghilang. Langkahnya pun menjadi sempoyongan tak tentu arah.
"Beraninya kau—"
Bruk!
Niana terjatuh ke tanah. Tiba-tiba saja dia merasakan sekujur badannya menjadi mati rasa.
"Apa? Apa yang terjadi pada tubuhku?"
"Kau akan lumpuh sementara waktu. Kau tabib hebat kan? Coba saja sembuhkan dirimu sendiri, hahaha," kekeh Andressa.
Selepas melakukan itu, Andressa membawa Ibu muda tadi untuk pergi dari klinik. Kondisi anak si Ibu muda menunjukkan gejala panas yang tak kunjung mereda.
"Sudah berapa lama anakmu seperti ini?" Andressa melontarkan pertanyaan pertama.
"Saya rasa sudah tiga hari. Demamnya tidak kunjung turun."
"Apa ada juga gejala seperti muntah dan diare?"
"Ada, Nona."
Andressa memeriksa seteliti mungkin tubuh si bayi. Dia berharap tidak ada sesuatu yang serius terjadi.
"Apa kau menyusui bayimu atau kau menggunakan susu pengganti?"
"Air susu saya tidak keluar selama hampir dua minggu ini, Nona. Jadi, saya memberinya susu sapi murni," jelas sang Ibu.
Mendengar jawaban barusan, Andressa langsung mengetahui penyebab demam bayi si ibu muda itu.
"Baiklah, aku sudah tahu apa yang dialami anakmu. Sepertinya bayimu keracunan susu, kau tidak bisa memberinya susu sapi yang baru diperah karena itu tidak sesuai dengan bayimu sehingga menjadi racun bagi tubuhnya."
"Untung saja kau membawanya ke klinik dengan cepat. Jadi, aku masih bisa menangani masalahnya," papar Andressa panjang lebar.
Sang Ibu begitu mendengar sakit yang diderita anaknya, langsung pucat dan panik.
"Lalu apa yang harus saya lakukan? Tolong obati anak saya, Nona," pinta si Ibu memohon.
"Tenang saja. Aku pasti menyembuhkannya. Sekarang aku akan meresepkan obat untuk anakmu dan beberapa ramuan memperlancar air susumu."
Andressa menuliskan sebuah resep obat di selembar kertas. Untungnya, tubuh ini punya pengetahuan luas soal tanaman herbal atau obat-obatan biasa sehingga tidak sulit baginya menuliskan resep sederhana.
"Ini, silakan kau pakai resep ini untuk membeli obatnya. Tenang saja, kau tidak perlu pergi ke klinik Glory karena resep ini juga ada di klinik-klinik kecil. Kau paham?" kata Andressa.
"Terima kasih, Nona. Berapa saya harus membayar Anda? Saya tidak punya banyak uang—"
"Kau tak perlu membayarku. Gunakan uangmu untuk membeli obat bayimu biar dia cepat sembuh," sela Andressa.
"Apakah Anda yakin, Nona?"
Si Ibu muda itu berlinangan air mata sebab Andressa begitu baik terhadap dirinya. Dia merasa tidak enak hati sehingga dia mencoba memastikan kebaikan hati Andressa.
"Ya, aku yakin. Simpan uangmu dan pergilah beli obat untuk anakmu."
"Baik, terima kasih banyak, Nona."
Sesudah itu, Andressa pun beranjak pamit kembali ke rumahnya. Rumah yang dihuni si pemilik tubuh hanyalah rumah kecil yang tidak jauh berlokasi dari klinik.
"Ini rumahnya? Jauh lebih kecil dari bayanganku."
Begitu Andressa masuk ke dalam, butiran debu seketika menyerang indera penciumannya. Rumah Andressa terlihat seperti tidak pernah dibersihkan. Dia dalamnya sangat berantakan dan banyak sampah berserakan di mana-mana.
"Ini lebih pantas disebut sebagai tempat pembuangan sampah dibanding sebuah rumah," gerutu Andressa.
Terpaksa ia membereskan rumah terlebih dahulu sebelum berpikir langkah selanjutnya. Pada saat rumahnya sudah rapi, terdengar langkah kaki yang bergerak menuju ke arah kediamannya.
"Andressa, apa kau di dalam?"
Terdengar suara seorang wanita yang tidak asing. Andressa bergegas membukakan pintu untuk menemui wanita itu.
"Miria, apa yang membawamu kemari?" Rupanya perempuan itu adalah Miria, orang yang telah membunuh si pemilik tubuh.
"Kenapa responmu seperti itu? Aku kemari ingin melihatmu. Aku dengar kau baru saja membuat masalah di klinik."
Benar-benar wanita bermuka tebal. Miria tidak merasa bersalah dan memilih berpura-pura tidak tahu tentang apa yang telah dia perbuat.
"Iya, aku menghukum binatang yang mengotori klinik," balas Andressa bernada sindiran.
"Apa maksudmu? Aku sangat khawatir ketika kau melukai Niana dan Chris. Kau tahu sendiri kan klinik itu milik keluargaku? Aku tidak mau Ayahku sampai tahu kau membuat masalah," tutur Miria.
Andressa menghembuskan napas kasar. Dia bersandar di ambang pintu sambil melipat kedua tangan di dada.
"Miria, aku tahu kau seorang bangsawan yang terhormat. Aku juga tahu kau berupaya membunuhku. Jadi, berhentilah berpura-pura. Aku muak melihatmu berakting sepanjang waktu."
Miria tersentak. Andressa yang lemah lembut dan selalu tersenyum ramah kini berubah menjadi sosok yang tajam serta dingin. Tiada lagi senyum ramah atau pun tatapan penuh kehangatan. Hanya tersisa aura mengerikan berselimut di diri Andressa.
"Apa yang kau katakan? Kita adalah sahabat. Mana mungkin aku mencoba membunuhmu."
Miria mendekat lalu menggandeng tangan Andressa. Selalu saja seperti ini, dia menggunakan kata-kata sahabat untuk melunakkan hati Andressa.
"Jauhkan tanganmu dariku. Aku paling tidak suka disentuh manusia munafik sepertimu." Andressa menyentak tangan Miria.
"Hei, apa yang terjadi padamu? Padahal sebelumnya kita baik-baik saja. Apa kau marah karena Tuan Muda Gibson berkencan denganku? Aku tahu kau juga menyukainya."
Nama Gibson ialah nama yang paling sering muncul di kepala Andressa. Si pemilik tubuh dahulunya menyukai Gibson. Dia melihat Miria berkencan dengan Gibson tepat beberapa hari yang lalu.
"Dasar menjijikkan! Hentikan aktingmu itu dan perlihatkan padaku sisi dirimu yang sesungguhnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 358 Episodes
Comments
Ddyat37 Del*
aku suka lepas ni dpt org yg plg berkuasa hahaha
2024-02-23
1
Singgih Sunaryo
baguslah kudu ditabok gadis bermuka 2 ini .... sm kaya org 1 tukang senyum2 tapi dia itu iblis yang menyerang org tanpa segan2 kepda org yg mengganggu jalan hidup dia .....
2024-01-15
1
アチ
Andressa blak-blakan banget nih, rada barbar pula 😂
Biasanya karakter pada pura-pura polos dulu baru dibalas di akhir
Ini langsung disikat di awal, unik
2023-05-25
3