Andressa membasuh muka di sebuah sungai yang terletak tidak jauh dari tengah hutan. Dia memandangi wajahnya di pantulan jernihnya air. Sesekali ia berdecak dan memuji wajah tersebut.
"Lagi-lagi aku merasuki tubuh wanita yang sangat cantik. Rambut peraknya berkilau dan matanya bulat seindah permata. Bibir tipis merah mudah serta kulit putih mulus. Namun, sayangnya dia hanyalah seorang tabib tak berguna."
Andressa menyibakkan rambut lalu mengikatnya satu ke belakang. Bola matanya bergerak menyusuri sekitar. Dia mengamati baik-baik di dunia seperti apakah ia akan tinggal mulai sekarang.
"Alam yang damai. Tidak ada aliran mana, sepertinya ini dunia di mana tidak ada sihir. Berdasarkan ingatan tubuh ini, kekuatan yang mendominasi di sini ialah aether yakni kekuatan untuk memperkuat senjata. Kekuatan ini jauh lebih lemah dari sihir, tetapi masih cukup berguna."
Andressa meregangkan otot sejenak sebelum memulai perjalan keluar dari hutan.
"Gadis ini punya nama yang sama denganku. Dia seorang anak yang besar di panti asuhan alias seorang rakyat jelata. Rambutnya yang berwarna perak dianggap sebagai sebuah keanehan sebab di dunia ini hanya ada tiga warna rambut yaitu hitam, pirang, serta coklat."
Andressa menghela napas panjang, cukup lelah baginya menjalani hidup yang tiada ujung.
"Lebih baik aku segera keluar dari hutan ini. Aku ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri bagaimana rupa dunia yang aku tinggali saat ini."
Memakan waktu sekitar satu jam sampai Andressa keluar dari hutan tersebut. Dia menemukan pemandangan pemukiman penduduk yang beraktivitas melakukan pekerjaan masing-masing.
"Wah, jadi inilah Kekaisaran Emilian? Cukup sederhana dari bayanganku."
Andressa perlahan mulai melangkah memasuki kerumunan pemukiman warga. Lokasinya saat ini ialah berada di pusat ibu kota. Andressa yang terbiasa dengan perubahan terhadap dunia yang ia tinggali, bisa lebih mudah menerima perbedaan yang ada.
Bola matanya tiada henti mengedar serta mengamati pergerakan semua orang. Di samping itu, tanpa ia sadari, ada puluhan pasang mata yang menatap asing ke arahnya.
'Apakah karena warna rambut ini? Terserah saja, aku tidak peduli.'
Andressa pun membelokkan langkah menuju persimpangan masuk ke klinik tabib. Di sana adalah tempat si pemilik tubuh tinggal dan bekerja sehari-harinya.
'Menjadi seorang tabib ya? Ini jauh lebih melelahkan dari yang aku pikirkan. Andaikan di dunia ini ada sihir, aku bisa menjadi healer. Sialan! Siapa sebenarnya yang mengirimku ke dimensi kuno ini?!'
Di tengah pergulatan pikirannya, Andressa tiba-tiba dikejutkan oleh suara gaduh dari halaman depan klinik. Bergegas ia pergi untuk melihat apa gerangan yang terjadi.
"Tolong obati anak saya ... saya mohon, saya akan melakukan apa saja asalkan anak saya selamat."
"Apa kau pikir klinik ini melayani rakyat jelata?! Memangnya kau punya uang untuk membayar kami? Kalau tidak, lebih baik kau pergi sana dan cari tabib lain yang bisa kau bayar murah."
Baru saja Andressa tiba di dunia ini, dia langsung disuguhkan pemandangan tak mengenakkan. Sesosok Ibu muda berpakaian lusuh menggendong bayinya yang sakit untuk meminta pengobatan. Dia memohon sampai bersujud, tetapi pihak klinik enggan membantunya.
'Diskriminasi di dunia ini masih sangat kental. Mereka mengaku sebagai tabib? Omong kosong! Tabib macam yang membiarkan pasien terlantar hanya karena uang?' gerutu Andressa.
Andressa paling tidak bisa membiarkan kejadian seperti demikian terjadi di depan mata. Tanpa berpikir panjang, Andressa menerobos kerumunan orang dan menengahi permasalahan tersebut.
"Kalian menjadi tabib hanya karena uang?"
Suara Andressa terdengar lantang dan menggelegar di halaman luas klinik. Para tabib yang berkumpul serentak mengarahkan pandangan pada gadis itu.
"Andressa, dari mana saja kau?! Apa kau pikir bisa bermalas-malasan seenaknya dan mengabaikan pekerjaanmu?" tegur Chris, salah seorang tabib di klinik tersbeut.
"Aku tidak bermalas-malasan. Justru aku datang untuk bekerja. Namun, siapa sangka kalau aku langsung dihadapkan dengan situasi menjengkelkan," jawab Andressa.
"Apa?"
Seluruh orang di sana tercengang melihat Andressa begitu berani. Biasanya gadis itu hanya mengiyakan setiap kata yang dilontarkan Chris. Akan tetapi, sorot matanya nan tajam sekaligus aura pemberani miliknya membuat Andressa berubah menjadi gadis berbeda dalam sekejap.
"Mari aku bantu."
Andressa membantu Ibu muda itu untuk bangkit dari atas tanah. Sungguh kasihan melihat bayinya menangis tiada henti akibat sakit.
"Nona, apakah Anda juga tabib? Tolong, tolong bantu bayi saya," lirihnya terdengar putus asa.
"Aku memang berencana membantumu, tetapi sebelum itu lebih baik kita lakukan di rumahmu. Orang-orang di klinik ini takkan membiarkanmu masuk," kata Andressa.
Betapa leganya hati Ibu muda itu mendengar Andressa berencana mengobati anaknya.
"Terima kasih, Nona. Saya akan membawa Anda ke rumah saya."
Andressa dituntun oleh Ibu muda itu menuju jalan ke rumahnya. Para tabib sepertinya tidak membiarkan Andressa bergerak sesuai keinginannya.
"Siapa yang mengizinkanmu pergi dari sini?! Andressa! Kalau kau membantu rakyat jelata itu, maka klinik akan memotong gajimu!" teriak Chris.
Andressa menjeda langkah sejenak sembari berbalik badan.
"Chris, apa kau pernah merasakan pukulanku?" tekan Andressa.
Raut muka Chris berubah masam saat mendengar Andressa berkata seakan-akan sedang mengancamnya.
"Apa yang kau katakan?! Kau berani melawanku sekar—"
Bugh!
Sebuah pukulan kuat mendarat ke pipi Chris. Amarah Andressa menggebu-gebu, bahkan kala itu dia sangat ingin membunuh pria tak berhati nurani tersebut.
Chris terjerembab ke lantai sebab tak kuasa menahan beban diri ketika Andressa memukulnya. Mengalir darah segar dari sudut bibir Chris. Rasa pedih bercampur menjadi satu dengan rasa malu.
"Kau baru saja memukuliku? Apa kau sadar dengan apa yang kau lakukan barusan?"
"Tentu saja aku sadar. Kau itu jangan sok memerintahku. Aku tidak mau mengikuti perintahmu lagi. Jangan pernah berpikir kau dapat mengendalikanku sesuka hatimu."
Andressa menginjak punggung tangan Chris. Beberapa potong ingatan mengalir di kepalanya. Dahulu Chris sangat kurang ajar terhadap si pemilik tubuh. Dia menyiksanya dengan menyuruh melakukan pekerjaan berat. Bahkan, sesekali dia mencoba melecehkannya, tetapi untung saja rencana cab*lnya itu tidak berhasil.
"Wanita kurang ajar! Siapa yang mengizinkanmu membuat keributan di klinik?!"
Niana, sang Kepala Klinik datang menghentikan kehebohan yang diciptakan Andressa. Dia berteriak, meninggikan suaranya sampai seisi klinik bisa mendengarnya.
Andressa melirik tajam Niana, wanita itu yang seringkali menjadi penyebab utama Andressa mengalami stres berat. Berapa kali pun Andressa mengadu atas ketidakadilan yang dia dapatkan, Niana tak pernah menggubris aduannya.
"Dia yang memulainya lebih dulu. Aku hanya memberi dia sedikit pelajaran," kata Andressa enteng.
"Mau Chris yang memulainya lebih dulu atau tidak, kau tidak punya hak melawan! Yang harus kau lakukan hanyalah mengikuti perintah dari orang yang berposisi lebih tinggi darimu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 358 Episodes
Comments
Reepha
Dan itulah, hukum dunia saat ini.....
Menyedihkan.
2024-04-24
0
Ddyat37 Del*
akhirnya aku jumpa juga ini novel , dulu aku penah baca spai bab 100 tak silap aku , gara² HP lama rosak aku hilang bab nya .💪
2024-02-23
1
Singgih Sunaryo
harusnya aether itu diatas mana
2024-01-15
1