PENYESALAN SUAMI

"Ibu kenapa pak?"

"Maafin ayah nak! ibu Mu sudah menghadap pangkuan ilahi. Kamu, bantu doa. Hubungi kakakmu Fumala cepat pulang, Mil!"

"Enggak. Ayah pasti bercanda kan? i-bu .. Ibu .... " teriakan Mila menggema seisi ruangan, kakinya pun gemetar kehilangan ibu tercinta.

"Ibu kenapa pergi ninggalin Mila begini sih, Mila sama siapa bu. Cuma ibu yang selalu ingetin Mila, perhatiin Mila. Mila ga sanggup ibu pergi secepat ini, ibu- Ibu bangun bu! Mila bawa hasil kelulusan apoteker, Mila mau buat ibu bangga. Ini baru dimulai, Mila mau buat seluruh toko apotek dengan penelitian hasil Mila dan Rekan dokter bu, biar bisa buat obat untuk ibu. Ibu bangun, Mila belum terlambat bu! Ibuuuuu ...bangun!" sesak Mila, menggoyangkan tubuh ibunya, berharap ini mimpi. Dan berharap sang ibu bisa membuka matanya.

Deeugh!

Mila, bicara mau buat obat dengan rekan dokternya. Apa sebenarnya Ummul sakit, tanpa aku tahu? Dek, kenapa kamu sakit ga bilang abang dek?! Ah! menyesal, rasanya juga sudah terlambat jika Ludmil sendiri bisa mencukupi materi. Tapi itu semua agar kesusahannya dahulu tidak pernah terulang.

Tapi menyesakan jiwa dan raganya, ketika hari ke enam Ludmil pulang ke indonesia, istri yang berjuang dari nol bersamanya harus pergi untuk selama lamanya. Rasa tangis dan sesak Ludmil sendiri berkecamuk, ketika mendengar ocehan putri bungsunya. Tapi para tetangga datang melayat dan ikut membantu, sungguh beberapa banyak jemaah dan ibu pengajian dari kampung lain sepertinya datang. Ludmil sendiri syok ketika ratusan tamu datang melayat, ia berusaha tegar meski rapuh dan kakinya kaku, lemas.

Dan kala itu berjalan semestinya, para tetangga, kerabat yang dihubungi datang turut membantu yang dibutuhkan. Meski Mila sendiri enggak beranjak, ia akhirnya mau memandikan jenazah sang ibu untuk terakhir kalinya.

"Ibu ..." teriak Fumala yang sering disapa Mala pulang, ia menjatuhkan tas ransel backpaker dan segera mungkin mencium ibunya, yang telah di kafani di ruang tamu dan menyisakan wajahnya dengan sebuah kapas di lubang hidung terlihat, dari kerudung transparan.

"Ayah! Ibu kenapa bisa meninggal, ibu kan tadi pagi baik baik aja. Huhuhu." serak tangisan putri sulungnya.

Ludmil sendiri tidak sanggup menjawab, akan tetapi masih berusaha menenangkan kedua putrinya yang masih menangis.

Fumala sendiri yang kala itu sedang kuliah, ia mengajukan izin pada sang dosen ketika mendapat telepon saat semester berlangsung, beruntungnya ia cukup pintar sehingga bisa cepat selesai, dan pulang dengan raut kesedihan, pikiran yang bercampur aduk.

Belum lama ini Fumala merasakan kebahagiaan, setelah ayahnya pulang bekerja, dan berjanji akan terus di indonesia, tidak lagi bekerja jauh. Tapi kenapa seolah takdir mempermainkan kisah seorang anak, yang ingin kedua orangtuanya utuh setelah sekian tahun, harus dipisah.

"Bu, Fumala pulang bu. Maafin Fumala terlambat pulang." lirihnya seolah anak tunggal itu tegar.

"Dek! istighfar nak. Sekarang ambil wudhu, dan mengaji. Ikhlas na! siapapun tidak ada yang rela jika ditinggalkan orang yang kita cintai, tapi semua ini sudah atas kehendaknya. Ibu Ummul disayang allah swt. Ayo nak! ajak adikmu untuk mengaji, agar ibumu nanti tidak bersedih dan berat melihat kalian dari sana." ujar Asiyah, tetangga persis sebelah rumah almarhum.

Asiyah adalah tetangga suka duka Ummul, dari kedua putri Ummul berusia Lima tahun dan sepuluh tahun, Asiyah sendiri belum lama ini kehilangan suaminya, dan Ummul lah yang paling berjasa nomor satu suport, sehingga Asiyah berusaha menolong layaknya tetangga dan kerabat baik di sebelah rumah, bak balas budi.

Karena Asiyah tahu, Ummul sendiri seorang ibu yang tegar, baik pada semua orang dan mungkin karena kebaikannya, sang pencipta lebih dulu memanggilnya.

'Kenapa mbak yang lebih dulu, padahal mbak orang baik. Suami mbak sendiri baru saja pulang.' batin Asiyah tahu bagaimana rasanya ditinggal pergi seorang yang di cintai, mungkin saat ini Asiyah tahu perasaan Ludmil suami Ummul begitu terpukul. Karena Asiyah benar benar pernah alami.

"Ayah! bilang sama Fumala, apa ibu kecapean? Apa ibu sakit, tapi ayah terus aja ga peka. Terus aja temui teman teman ayah yang berdatangan itu?" teriaknya.

"Jaga ucapanmu Fumala! Kamu ..?"

"Maaf jika saya lancang pak Ludmil. Sebaiknya almarhum segera dikebumikan, tidak baik bertengkar. Fumala, ayo sama ibuk! istighfra nak! Ibumu selalu ajarkan yang baik baik kan, dengan air wudhu insyallah kamu jauh lebih tenang." ujar Asiyah yang mendekat bersama ibu lainnya, menenangkan kedua putri Ummul yang larut dalam kesedihan.

"Makasih bu ibu, kalau gitu saya permisi." ucap Ludmil.

Ludmil sendiri dengan beberapa warga, ustad dan syok ketika pelayat berdatangan mencapai ratusan. Bahkan untuk nanti malam tahlilan saja ia belum siapkan, benar benar blank saat itu. Tapi dengan keajaiban, banyak tetangga dan warga, jemaah ibu pengajian istrinya membantu di tengah kesedihan Ludmil dan kedua putrinya itu disana. Sementara keluarga Ludmil dan Ummul masih berada dalam perjalanan, dan akan tiba esok dini hari karena waktu perjalanan yang mencapai enam jam. Tidak baik juga jika almarhum dimakamkan terlalu lama.

Beberapa saat dalam perjalanan menuju TPU Jeruk Purut. Lantunan tauhid, menggema mengantar jenazah terkahir. Hingga sampailah dimakamkan dan soerang ustad mewakili pengajian di tempat terkahir Ummul. Wangi kembang, dan parfum seolah menyeruak dari sebuah tanah. Yang warga rasa adalah ini berada tepat di atas makam Almarhum Ummul Khasiah.

Fumala dan Mila seolah mengering tangisannya, di depan papan makam sang ibu. Ia ikhlas ketika melihat ratusan banyak orang yang menyelawat, dan doa untuk ibunya saat itu. Apalagi sebuah wewangian tak biasa, membuat kedua putri Ummul ibunya insyallah ahli surga yang dinantikan sang pencipta.

Dan beberapa saat setelah orang orang pergi satu persatu, menyisakan Fumala dan Mila yang di dampingi satu tetangga, bernama ibu Asiyah mengajaknya pulang, meminta doa dari rumah untuk ikhlas, jangan berlarut dari kssedihan.

"Ibu ga tahu kan, rasanya ditinggal ibu kita. Jadi Mila tetap mau disini, ga mau pulang!"

"Mila cukup! benar kata bu Asiyah. Kamu tahu kan Mil, kalau bukan karena bu Asiyah. Kita ga tahu seperti apa, bukan cuma kamu yang kehilangan tapi semuanya. Lihat ayah kita diam bagai patung disana berjabat pada pak Haji, bagaimana mungkin bu Asiyah tidak sedih, bu Asiyah baru ditinggal pergi suaminya, jadi jaga sikap kamu sama yang lebih tua Mila!" ucap Fumala, yang seolah tegar.

"Bu, besok Fumala dan Mila datang lagi, kami juga akan terus doakan ibu setiap saat dari rumah. Ibu tunggu kita ya!" ujar Fumala, menahan tangisan.

Jelas bu Asiyah merasakan sesak, ketika kedua putri Ummul menahan tegar dan kesedihan yang mendalam. Bahkan bu Asiyah sendiri hanya sebatang kara, setelah ditinggal pergi ketiga anaknya dan suaminya dalam kecelakaan, sehingga ia bekerja di sebuah panti mengurus anak anak yang terlantar.

Ludmil menatap kedua putrinya berjalan, mengajaknya pulang. Sehingga sampai rumah, Ludmil masuk ke dalam kamar, ia menatap foto pernikahan yang cukup menyesakkan jiwa.

"Dek, abang belum sempat membahagiakanmu. Kamu tahu, abang ingin berbicara jujur tentang abang bekerja di sebuah perusahaan Apel. Abang ingin jujur, tapi kenapa kamu tinggalin abang dek. Apa abang harus menyusul, agar abang bisa menebus rasa bersalah abang." lirihnya, terlihat sebuah cutter diatas nakas.

Braaagh!!

Ludmil mengucap istighfar, melepas cutter ketika sebuah buku jatuh tepat di atas kakinya.

DIARY UMMUL, KISAH PENANTIANKU!

Ludmil begitu kaget, ketika sebuah buku tulisan sang istri, yang belum bisa ia baca karena gemetar ketakutan. Apakah Ummul meninggalkan sesuatu di sana.

TBC.

Terpopuler

Comments

Ramadhani Kania

Ramadhani Kania

bgus nie kyknya crtnya...

2023-08-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!